Setelah perang melawan para dewa besar, Varian , Raja Iblis yang ditakuti, dikutuk dan dikunci dalam tubuh manusia biasa di Bumi. Tanpa mengingat akan masa lalunya, ia hidup sebagai Arka , seorang pekerja kafe yang sederhana namun selalu dihantui oleh mimpi-mimpi aneh tentang dunia kegelapan dan peperangan.
Hidup Arka berubah saat bertemu dengan Alina , seorang dokter muda yang ternyata memiliki darah keturunan dewa. Sentuhan mereka tidak hanya membangkitkan perasaan tunggal dalam diri Arka, tetapi juga mulai membuka segel yang telah mengurung kekuasaan selama bertahun-tahun.
Namun, kehadiran Dante , seorang dewa yang menyamar sebagai pemburu iblis , mengungkap kebenaran yang mengejutkan Arka adalah Raja Iblis Varian yang dikutuk. Dante bersumpah untuk mematikan sebelum kekuasaan sepenuhnya dikembalikan.
Bab 1 – Kebangkitan yang Terlambat
Hujan deras mengguyur kota malam itu, memantulkan cahaya lampu jalan yang redup di aspal basah. Angin berhembus kencang, membawa aroma tanah yang bercampur dengan dinginnya udara malam. Seorang pria berambut hitam pekat duduk di sebuah bangku kayu di halte bus yang sepi. Matanya menatap lurus ke depan, kosong, seakan pikirannya sedang melayang entah ke mana.
Nama pria itu adalah Arka, seorang lelaki berusia sekitar 27 tahun yang menjalani hidupnya seperti manusia pada umumnya. Namun, ada sesuatu yang selalu mengganggunya mimpi-mimpi aneh yang terus menghantuinya setiap malam.
Mimpi itu selalu sama.
Langit merah darah, tanah yang dipenuhi retakan seakan terbakar, dan ribuan sosok berwajah mengerikan yang bersujud di hadapannya. Mereka semua memanggilnya dengan gelar yang terdengar asing di telinganya:
“Yang Mulia, Raja Iblis Varian.”
Setiap kali ia mencoba memahami arti dari mimpi itu, kepalanya terasa seperti dihantam palu. Rasa sakit yang luar biasa menusuk kepalanya, memaksanya untuk melupakan semuanya begitu ia terbangun.
Arka tidak tahu siapa dirinya sebenarnya. Ia hanya mengingat bahwa sepuluh tahun yang lalu, ia ditemukan dalam kondisi pingsan di sebuah gang sempit di pinggiran kota. Tidak ada identitas, tidak ada kenangan. Hanya tubuhnya yang terluka dan pakaiannya yang compang-camping. Seorang pria tua yang baik hati membawanya ke rumah sakit, dan sejak saat itu, ia mulai hidup sebagai manusia biasa.
Namun, sesuatu di dalam dirinya selalu terasa janggal.
Ia bisa menyembuhkan luka lebih cepat dari orang lain. Ia tidak pernah sakit, tidak pernah terluka parah, dan meskipun tidak pernah berlatih bela diri, tubuhnya bergerak secara naluriah saat berada dalam bahaya.
Dan malam ini, untuk pertama kalinya, ia merasa sesuatu yang lebih besar sedang menantinya.
—KRRAAAK!
Petir menggelegar di langit, membuatnya tersentak dari lamunannya. Ia mengusap wajahnya yang basah oleh rintik hujan, lalu berdiri. Namun, saat ia melangkah keluar dari halte, tubuhnya tiba-tiba terasa lemas. Pandangannya berputar, dan suara-suara di sekitarnya seakan menghilang.
“Bukan… lagi… mimpi…”
Kegelapan menyelimuti kesadarannya.
Sebuah benteng raksasa berdiri megah di tengah lautan api. Ribuan iblis bersenjata lengkap berlutut di hadapan sosok berperawakan gagah dengan mata berkilau merah darah.
Sosok itu adalah Varian, Raja Iblis yang menaklukkan dunia kegelapan.
Ia berdiri di atas singgasananya, menatap barisan pasukan iblis yang telah siap bertempur. Di atas langit yang dipenuhi retakan dimensi, para dewa berdiri di seberang medan perang.
“Hari ini, kita akan menulis ulang takdir! Para dewa telah mencampuri urusan kita terlalu lama!” suaranya bergema, mengguncang langit.
Namun, Varian tak menyadari bahwa ini adalah akhir dari kejayaannya.
Para dewa telah menyiapkan segel kutukan, sebuah mantra terlarang yang akan mengunci jiwanya di dimensi manusia. Saat perang mencapai puncaknya, cahaya menyilaukan menyelimuti medan tempur, dan Varian merasakan tubuhnya tercabik oleh kekuatan yang bahkan ia sendiri tidak bisa lawan.
Ia berteriak, mencoba melawan, tetapi semuanya menghilang dalam kegelapan yang pekat.
Arka terbangun dengan napas memburu. Tubuhnya masih gemetar, seakan baru saja mengalami mimpi yang terasa begitu nyata. Ia tergeletak di jalanan yang sepi, hanya diterangi oleh lampu jalan yang redup.
Apa yang baru saja terjadi?
Ia mengusap keringat di dahinya. Kepalanya terasa berat, tetapi anehnya… ada sesuatu yang terasa berbeda.
Lalu, dari kejauhan, ia melihat seorang wanita berdiri di bawah lampu jalan.
Wanita itu mengenakan jas hujan transparan, rambut panjangnya tergerai dengan tetesan air yang mengalir di helainya. Mata cokelatnya menatap lurus ke arahnya, penuh dengan rasa penasaran bercampur kewaspadaan.
“Apakah kamu baik-baik saja?” tanyanya, suaranya lembut namun tegas.
Arka mengangguk pelan. Namun, saat ia hendak berdiri, sesuatu terjadi—tangannya secara refleks menyentuh lengannya sendiri, dan sebuah cahaya tipis berwarna emas tiba-tiba muncul dari kulitnya.
Matanya melebar.
Wanita di hadapannya terkejut, tetapi bukan karena cahayanya.
Melainkan karena ia merasakan sesuatu yang tak seharusnya ada di dunia manusia jejak energi iblis.
Dan di saat yang sama, Varian di dalam diri Arka mulai sadar bahwa wanita ini… bukan manusia biasa.
Ia adalah keturunan dewa.
Bab 2 – Gadis dengan Cahaya Ilahi
Hujan mulai reda, menyisakan udara dingin yang menusuk kulit. Butiran air yang menempel di rambut Arka perlahan mengering, tetapi tubuhnya masih terasa lemas. Pandangannya tertuju pada sosok wanita yang berdiri tak jauh darinya—tatapan matanya begitu tajam, namun menyimpan kehangatan yang sulit dijelaskan.
Wanita itu melangkah mendekat, dengan hati-hati, seakan sedang menilai sesuatu dalam dirinya.
“Apakah kamu baik-baik saja?” tanyanya lagi, kali ini lebih dekat.
Arka menelan ludah. Entah mengapa, jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya. Bukan karena rasa takut, tetapi sesuatu yang lebih aneh.
Suaranya… ada sesuatu dalam suara wanita ini yang terasa familiar.
Perasaan itu muncul begitu saja, seperti sebuah kenangan yang hampir terlupakan. Ia mencoba mencari alasan logis, tetapi tak menemukan satu pun.
“Aku…” Arka membuka mulut, tetapi suara yang keluar terdengar serak. “Aku baik-baik saja.”
Wanita itu menatapnya dengan mata penuh selidik. “Aku melihatmu tiba-tiba jatuh tadi. Kamu yakin tidak perlu bantuan?”
Untuk pertama kalinya, Arka menyadari betapa janggalnya situasi ini. Seorang pria jatuh pingsan di jalan, di tengah malam, dan wanita ini satu-satunya yang memperhatikan. Bukan hanya itu, ada sesuatu dalam aura wanita ini yang membuat tubuhnya bereaksi—seolah ingin mendekat, tetapi di saat yang sama ingin menjauh.
Namun, sebelum ia bisa menjawab, sebuah pemandangan aneh terjadi.
Saat angin berembus, bulu kuduknya meremang. Ia bisa melihat sesuatu yang seharusnya tak kasat mata bagi manusia biasa. Cahaya tipis berwarna emas mengelilingi tubuh wanita itu.
Mata Arka melebar.
Seketika, rasa dingin menjalar ke tulangnya. Ia pernah melihat cahaya ini sebelumnya. Bukan di dunia manusia, tetapi di medan perang—di mana para dewa turun dari langit, membawa kutukan yang membuatnya terperangkap di tubuh manusia lemah ini.
Gadis ini… bukan manusia biasa.
Jantungnya berdetak semakin kencang.
Wanita itu masih berdiri di tempatnya, tampaknya tidak menyadari bahwa Arka bisa melihat auranya.
“Namaku Alina,” katanya, mencoba mencairkan suasana. “Aku tinggal tidak jauh dari sini. Kalau kamu butuh tempat untuk beristirahat—”
“Aku harus pergi,” potong Arka tiba-tiba.
Alina terdiam. Ia mengernyit, tampak bingung dengan perubahan sikap Arka yang tiba-tiba.
“Kenapa? Apa aku menakutimu?” tanyanya dengan nada setengah bercanda.
Arka menggeleng cepat. Ia bahkan tidak tahu kenapa ia mengatakan itu. Semua ini terlalu aneh. Detak jantungnya, auranya, reaksi tubuhnya—semuanya terasa salah.
“Aku hanya… tidak bisa berada di sini terlalu lama,” ucapnya buru-buru.
Namun, saat ia berbalik untuk pergi, tangannya tanpa sadar beradu dengan tangan Alina.
BRRRZZTT!
Sebuah sensasi seperti aliran listrik menyambar tubuhnya, membuatnya hampir tersentak mundur.
Apa ini?!
Ia merasakan panas yang membakar di dalam dadanya, seakan ada sesuatu yang berusaha meledak keluar dari dalam dirinya. Matanya bertemu dengan mata Alina, dan saat itulah ia melihatnya—kilasan cahaya yang berasal dari ingatan masa lalu.
Seorang wanita berdiri di tengah medan perang, memancarkan cahaya yang sama dengan Alina.
Bukan, bukan wanita ini. Tapi… seseorang yang memiliki darah yang sama dengannya.
“Dia keturunan dewa…”
Tiba-tiba, rasa takut yang tak ia mengerti mulai menguasainya. Jika ia tetap di sini lebih lama, kemungkinan besar segelnya akan melemah.
Dan itu bisa berarti kehancurannya.
Tanpa berpikir panjang, Arka menarik tangannya dan berlari meninggalkan Alina, meninggalkan gadis itu dalam kebingungan.
Namun, yang tidak ia sadari adalah satu halmsaat tangannya menyentuh Alina, segel di dalam tubuhnya telah mulai retak.
Dan bagi Alina, pertemuan ini hanya permulaan dari sesuatu yang jauh lebih besar.
Bab 3 – Kekuatan yang Mulai Bangkit
Malam semakin larut, tetapi Arka terus berlari. Napasnya memburu, kakinya bergerak tanpa arah melewati gang-gang sempit yang sepi. Udara dingin menusuk kulitnya, tetapi ia tidak peduli.
Yang ada di kepalanya hanyalah satu hal sesuatu telah berubah.
Tangannya masih terasa panas setelah bersentuhan dengan Alina. Ia menggenggamnya erat, berharap sensasi aneh itu menghilang. Namun, semakin lama, ia justru merasa sesuatu yang lain… lebih kuat, lebih hidup.
“Apa ini…?” gumamnya.
Dadanya terasa sesak, seakan ada sesuatu yang terkunci di dalamnya dan berusaha meledak keluar. Ia merasakan aliran energi yang asing tetapi familiar di saat yang sama. Jantungnya berdetak semakin cepat, bukan karena lelah, tetapi karena tubuhnya mulai bereaksi terhadap sesuatu yang telah lama tersegel.
Lalu, tiba-tiba—
KREEEKKK!!
Sebuah suara gemeretak terdengar dari dalam dirinya.
Arka berhenti berlari. Ia terhuyung ke depan, tangannya menggenggam dinding bata di sampingnya untuk menopang tubuhnya. Napasnya semakin berat, matanya berdenyut karena rasa sakit yang tiba-tiba menyerangnya.
Namun, di tengah semua itu, ia bisa merasakan sesuatu yang mengalir dalam darahnya.
Kekuatan.
Bukan kekuatan manusia biasa, melainkan sesuatu yang lebih besar.
Sesuatu yang telah lama hilang darinya.
Lalu, sebelum ia sempat memahami sepenuhnya, sebuah suara tiba-tiba terdengar dari belakangnya.
“Yang Mulia…”
Arka tersentak dan segera berbalik. Di hadapannya, seorang pria berjas hitam berdiri dengan kepala tertunduk. Wajahnya tertutup bayangan, tetapi auranya… auranya begitu mengerikan.
Arka bisa merasakannya.
Pria ini… bukan manusia.
“Siapa kau?” tanyanya, masih menahan rasa sakit yang menusuk di dadanya.
Pria itu mengangkat kepalanya sedikit, memperlihatkan sepasang mata merah menyala. Senyum tipis terukir di wajahnya saat ia berlutut di depan Arka.
“Yang Mulia Raja Iblis Varian… akhirnya aku menemukanmu.”
Jantung Arka berdetak lebih kencang.
“Apa… yang kau katakan?”
Pria itu menatapnya dengan ekspresi penuh rasa hormat. “Yang Mulia telah terjebak dalam tubuh manusia ini selama bertahun-tahun. Aku telah mencarimu di seluruh dimensi… dan kini, akhirnya, segel itu mulai melemah.”
Arka melangkah mundur.
Tidak. Ini tidak mungkin. Ia bukan Raja Iblis. Ia hanyalah seorang manusia biasa yang kehilangan ingatannya.
Namun, jauh di dalam dirinya, sesuatu berbisik.
“Kau tahu ini benar.”
Sebuah gambaran sekilas melintas di pikirannya. Sosok dirinya yang berdiri di atas ribuan pasukan, mengangkat pedang hitam raksasa yang memancarkan api kegelapan. Langit berwarna merah, tanah dipenuhi darah, dan di kejauhan… para dewa berdiri di seberangnya, siap menghancurkannya.
Arka mengerang. Kepalanya terasa seperti akan meledak.
“Tidak…”
Pria itu masih berlutut di hadapannya. “Segel Yang Mulia masih belum sepenuhnya terbuka, tetapi kehadiran wanita itu telah memicu sesuatu dalam diri Anda.”
Alina.
Nama itu membuat tubuh Arka kembali menegang.
Seketika, ia sadar bahwa semua ini bukan kebetulan. Sentuhannya dengan Alina tidak hanya menggetarkan jiwanya, tetapi juga membangunkan sesuatu yang telah lama terkunci.
Namun, yang lebih mengejutkan—
“Yang Mulia,” pria itu berkata lagi, kali ini dengan suara lebih dalam. “Aku datang untuk melayani Anda. Dunia kegelapan masih menunggu kepulangan pemimpinnya.”
Arka menatapnya, mencoba mencari kepastian dalam dirinya. Tetapi sebelum ia bisa menjawab, sesuatu terjadi.
BLAARRR!!
Tiba-tiba, sebuah kekuatan meledak dari dalam tubuhnya. Dinding bata di sampingnya runtuh, udara di sekitarnya bergetar. Arka merasakan sensasi yang belum pernah ia rasakan sebelumnya—energi yang mengalir bebas dalam tubuhnya.
Matanya melebar.
Untuk pertama kalinya dalam hidupnya sebagai manusia, ia bisa merasakan kekuatan itu kembali.
Ia bisa melihat dalam kegelapan dengan jelas. Ia bisa merasakan kehadiran makhluk-makhluk lain yang mengintai di balik bayangan. Dan yang lebih mengejutkan ia bisa mengendalikan kekuatan ini.
Tangannya terangkat tanpa sadar, dan dalam sekejap, sebuah bayangan hitam muncul dari telapak tangannya. Bayangan itu berputar, membentuk bilah tajam sebelum menghilang dalam sekejap.
“Ini… kekuatanku?”
Arka mengerang, terengah-engah setelah mengalami letupan energi yang tiba-tiba. Tetapi pria di hadapannya hanya tersenyum.
“Benar, Yang Mulia. Ini baru awal dari kebangkitan Anda.”
Arka menatap tangannya, masih tak percaya. Namun, jauh di dalam hatinya, ia tahu…
Ini bukan sekadar mimpi.
Ia benar-benar bukan manusia.
Dan semakin lama ia berada di dekat Alina, semakin cepat segel dalam tubuhnya akan hancur.
Bab 4 – Musuh Lama, Ancaman Baru
Alina duduk di meja kafe kecil di sudut kota, menatap secangkir kopi yang mulai dingin di depannya. Hujan sudah reda sejak tadi, tetapi pikirannya masih dipenuhi kejadian malam itu—pertemuannya dengan Arka.
Sesuatu tentang pria itu terasa aneh.
Bukan hanya karena reaksinya yang tiba-tiba ingin pergi setelah bertemu dengannya, tetapi juga karena sentuhan mereka. Ketika tangannya menyentuh tangan Arka, ada sesuatu yang ia rasakan—aliran energi yang berbeda dari manusia biasa.
Itu bukan aura iblis seperti yang dikatakan dalam kitab suci keluarganya. Tidak ada hawa gelap, tidak ada kehadiran jahat yang menusuk, seperti yang selalu diceritakan para tetua tentang makhluk kegelapan.
Sebaliknya, yang ia rasakan justru… kehangatan.
Matanya kembali tertuju pada tangannya sendiri. Meskipun kejadian itu sudah berlalu, ia masih bisa mengingat sensasi aneh yang menjalar di kulitnya saat itu.
Siapa sebenarnya dia?
Ketika pikirannya terus dipenuhi dengan pertanyaan itu, suara seorang pria menginterupsi lamunannya.
“Kau masih memikirkan pria itu?”
Alina tersentak dan menoleh. Seorang pria berambut pendek dengan mata tajam dan ekspresi serius berdiri di samping mejanya. Jas hitam yang dikenakannya tampak kering sempurna, seolah hujan tadi sama sekali tidak menyentuhnya.
Dante.
Alina menghela napas. “Sejak kapan kau ada di sini?”
Dante menarik kursi dan duduk di hadapannya. Ia tidak menjawab pertanyaan Alina, tetapi tatapannya cukup untuk memberi tahu bahwa ia sudah mengawasi sejak tadi.
“Aku datang karena aku merasakan sesuatu yang aneh,” katanya akhirnya. “Dan sekarang aku tahu apa penyebabnya.”
Alina menyipitkan mata. “Maksudmu?”
Dante bersandar ke kursi dan melipat tangannya di depan dada. “Pria yang kau temui malam itu… dia bukan manusia biasa, kan?”
Alina menggigit bibirnya. Ia tahu Dante memiliki insting tajam dalam mendeteksi sesuatu yang tidak beres, tetapi ia tidak ingin Arka dihakimi sebelum mengetahui kebenarannya.
“Ya, dia memang aneh,” kata Alina akhirnya, memilih kata-katanya dengan hati-hati. “Tapi aku tidak merasakan niat jahat darinya.”
Dante mendengus kecil. “Tentu saja kau tidak merasakannya. Makhluk seperti dia bisa menyembunyikan kegelapan mereka dengan sangat baik.”
Alina merasakan nada ketidakpercayaan dalam suara Dante. Ia menatapnya dengan serius.
“Kau berbicara seolah kau tahu siapa dia sebenarnya.”
Dante menatap lurus ke arah Alina, matanya berkilat. “Karena aku tahu.”
Alina membeku.
“Pria itu,” lanjut Dante, “bukan sembarang iblis. Dia adalah Varian, Raja Iblis yang dikutuk dan dikunci di dunia manusia.”
Kata-kata itu seperti petir yang menyambar telinga Alina.
Varian.
Nama yang selama ini hanya ia dengar dalam kitab-kitab kuno, legenda yang menceritakan tentang perang besar antara para dewa dan iblis.
“Mustahil…” Alina menggeleng. “Jika dia benar-benar Raja Iblis, kenapa aku tidak merasakan kegelapan darinya?”
Dante mengetuk meja dengan jarinya, ekspresinya semakin dingin. “Karena segelnya belum sepenuhnya terbuka. Untuk saat ini, dia mungkin terlihat seperti manusia biasa. Tetapi begitu dia mendapatkan kekuatannya kembali, dia tidak akan ragu untuk menghancurkan dunia ini.”
Alina menggigit bibirnya. Ia ingin mempercayai kata-kata Dante, tetapi ada sesuatu dalam dirinya yang menolak.
Arka… tidak terlihat seperti iblis yang haus darah.
Tatapannya saat itu, ketakutannya, kebingungannya—semuanya terlalu nyata. Jika benar dia adalah Raja Iblis, seharusnya dia tidak ragu untuk menunjukkan siapa dirinya. Tetapi yang ia lihat tadi malam justru seseorang yang berjuang memahami siapa dirinya sebenarnya.
Alina menatap Dante dengan penuh keyakinan. “Aku tidak bisa langsung percaya begitu saja.”
Dante menghela napas panjang, seolah sudah menduga jawaban itu. “Kau selalu seperti ini, Alina. Terlalu baik, terlalu mudah percaya.”
“Aku hanya ingin memastikan,” jawab Alina. “Aku ingin tahu kebenarannya sebelum kita memutuskan apakah dia benar-benar ancaman atau bukan.”
Dante terdiam sejenak, lalu akhirnya berdiri.
“Baiklah,” katanya, suaranya datar. “Tapi aku akan mengawasi. Jika dia menunjukkan tanda-tanda bahwa dia mulai mendapatkan kekuatannya kembali, aku tidak akan ragu untuk menghabisinya.”
Alina menggertakkan giginya, tetapi tidak berkata apa-apa.
Dalam hatinya, ia tahu bahwa Dante hanya melakukan tugasnya. Namun, entah kenapa, ia merasa ada yang salah dalam semua ini.
Jika Arka benar-benar Raja Iblis seperti yang dikatakan Dante…
Kenapa ia tidak bisa melihatnya sebagai sosok yang jahat?
Kenapa… ia justru ingin melindunginya?
Dan pertanyaan terbesar dari semuanya apa arti getaran aneh di hatinya saat menatap mata Arka?
Bab 5 – Kebenaran yang Menyakitkan
Malam kembali menyelimuti kota, tetapi di dalam hati Alina, semuanya terasa seperti badai. Pikirannya terus dipenuhi oleh percakapan dengan Dante sore tadi. Arka adalah Raja Iblis.
Sulit untuk mempercayainya.
Tidak ada satu pun dari sosok Arka yang mengingatkan Alina pada gambaran iblis dalam kitab suci yang ia baca sejak kecil. Tidak ada aura menakutkan, tidak ada niat jahat dalam tatapannya. Yang ada justru kebingungan, rasa takut, dan sesuatu yang lebih dalam kesepian.
Dan itulah yang paling mengganggu Alina.
Jika Arka memang Raja Iblis yang dikutuk dan dikurung dalam tubuh manusia, kenapa ia tampak begitu rapuh?
Kenapa ia terlihat seperti seseorang yang berusaha mencari jati dirinya?
Dengan perasaan yang berkecamuk, Alina memutuskan untuk mencari jawaban. Ia tidak bisa hanya duduk diam dan membiarkan Dante menghakimi Arka begitu saja.
Ia ingin melihatnya lagi dan ingin bertanya langsung.
Arka berjalan di sepanjang jalan sempit yang gelap, tangannya masih terasa berdenyut setelah letupan energi yang ia alami sebelumnya.
Ia bisa merasakan kekuatannya perlahan kembali.
Darahnya mengalir lebih cepat, pikirannya lebih tajam, dan inderanya lebih peka dari sebelumnya. Jika dulu ia hanya melihat dunia dengan cara manusia biasa, sekarang ia bisa merasakan sesuatu yang lebih energi yang mengalir di sekitar dirinya.
Namun, ada satu hal yang membuatnya resah.
Setiap kali ia mengingat sentuhan Alina, sesuatu dalam dirinya bergetar.
Bukan sekadar karena energi suci yang mengalir dalam darah gadis itu, tetapi sesuatu yang lebih dalam… sesuatu yang membuat hatinya berdetak kencang.
Apa ini?
Ia bukan manusia. Ia seharusnya tidak merasakan hal seperti ini. Seharusnya ia hanya fokus pada satu hal—membuka segel sepenuhnya dan kembali ke wujud aslinya.
Namun, kenapa saat memikirkan Alina, ada suara kecil dalam dirinya yang mengatakan… Jangan lakukan itu.
Sial.
Ia mendongak ke langit yang mendung, matanya memancarkan sedikit cahaya merah. Jika segelnya benar-benar hancur, apakah ia masih bisa menjadi dirinya yang sekarang?
Atau… apakah ia akan kembali menjadi Varian yang haus darah dan kehancuran?
Arka menggeleng. Tidak, ia tidak boleh memikirkan ini sekarang.
Ia harus mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi pada dirinya.
Namun, sebelum ia bisa melangkah lebih jauh, suara langkah kaki terdengar dari belakangnya.
Arka menoleh cepat, dan di sana, berdiri sosok yang tidak ia duga Alina.
Alina berdiri di bawah cahaya lampu jalan, napasnya sedikit memburu. Matanya menatap Arka dengan campuran emosi—rasa penasaran, kewaspadaan, tetapi juga… sesuatu yang lebih lembut.
“Alina?” Arka mengerutkan kening.
“Aku mencarimu,” kata Alina tanpa basa-basi.
Arka bisa merasakan detak jantungnya berdegup lebih cepat lagi. Ia tidak tahu kenapa, tetapi melihat Alina berdiri di sana, mencarinya, membuat dadanya terasa aneh.
“Apa yang kau lakukan di sini?” tanyanya.
Alina menggigit bibirnya, lalu maju selangkah. “Aku ingin tahu kebenaran.”
Arka terdiam.
“Aku bertemu seseorang hari ini,” lanjut Alina. “Dia mengatakan hal yang mengejutkanku. Tentang siapa dirimu yang sebenarnya.”
Arka tidak menjawab.
Alina menatapnya lekat-lekat, seakan berusaha membaca pikirannya. “Kau… benar-benar Raja Iblis, kan?”
Arka menghela napas. Seharusnya ia tidak terkejut, tetapi mendengar kata itu keluar dari mulut Alina tetap terasa seperti pukulan telak.
“Apa yang dikatakannya benar?” Alina bertanya lagi, kali ini suaranya lebih pelan.
Arka menunduk sebentar, lalu mendongak menatap mata Alina. Ia bisa saja berbohong, bisa saja menyembunyikan kebenaran… tetapi kenapa ia merasa ingin jujur padanya?
Akhirnya, ia mengangguk pelan.
“Ya,” jawabnya lirih. “Aku… dulunya Raja Iblis.”
Mata Alina sedikit membesar, tetapi ia tidak mundur, tidak menunjukkan ketakutan seperti yang Arka harapkan.
“Kau percaya?” tanya Arka, sedikit bingung dengan reaksinya.
Alina menatapnya sejenak sebelum akhirnya menghela napas. “Entah kenapa… aku tidak bisa melihatmu sebagai sosok yang jahat.”
Arka membeku.
“Aku seharusnya takut,” lanjut Alina. “Aku seharusnya percaya pada semua yang dikatakan Dante tentangmu. Tapi aku tidak bisa… karena aku merasakan sesuatu yang lain.”
Arka menahan napasnya.
“Ketika aku menyentuhmu malam itu… aku tidak merasakan kegelapan. Aku tidak merasakan niat jahat dalam dirimu.”
Arka menggenggam tangannya sendiri.
“Kau bisa saja membunuhku saat itu,” Alina menambahkan, suaranya lembut. “Tapi kau memilih untuk pergi. Kau… tampak lebih takut daripada aku.”
Arka tidak tahu harus mengatakan apa.
Seseorang yang seharusnya menjadi musuhnya, seseorang yang memiliki darah keturunan dewa, justru mempercayainya.
Dan yang lebih gila lagi—ia ingin mempercayai kata-katanya.
Namun, sebelum ia bisa menjawab, sesuatu terjadi.
Udara tiba-tiba berubah dingin.
Sebuah tekanan besar memenuhi udara di sekitar mereka. Arka merasakan hawa mengancam datang dari arah belakang Alina.
Ia segera menarik gadis itu ke belakangnya.
“Alina, menjauh!”
Namun, sudah terlambat.
Dante telah tiba.
Mata pria itu berkilat tajam, dan di tangannya, sebuah pedang bercahaya muncul.
“Arka… atau seharusnya aku mengatakan, Raja Iblis Varian. Ini adalah peringatan terakhir.”
Arka menggertakkan giginya, bersiap menghadapi apapun yang akan terjadi.
Sementara itu, Alina berdiri di antara mereka, di tengah pertarungan yang akan segera pecah pertarungan antara dua dunia yang seharusnya tidak pernah bersatu.
Bab 6 – Dewa yang Menyamar di Dunia Manusia
Srettt!
Udara di sekitar mereka bergetar saat Dante mengangkat pedangnya, cahaya suci dari bilahnya menyilaukan dalam gelapnya malam. Mata tajamnya tertuju langsung pada Arka, penuh dengan kewaspadaan dan niat membunuh yang jelas.
Sementara itu, Alina berdiri di tengah mereka, wajahnya pucat tetapi penuh tekad.
“Dante, hentikan!” serunya.
Dante tidak bergeming. “Minggir, Alina. Kau tidak tahu siapa dia sebenarnya.”
Alina menggeleng cepat. “Aku tahu siapa dia! Tapi aku juga tahu bahwa dia bukan ancaman seperti yang kau pikirkan!”
Arka diam di tempatnya, tubuhnya tegang. Ia tahu situasi ini buruk—sangat buruk. Dante tidak seperti manusia biasa. Energi yang memancar darinya terasa berbeda, kuat, dan suci.
Ini adalah aura seorang pemburu iblis sejati.
Namun, ada sesuatu yang lebih aneh.
Arka bisa merasakan sesuatu yang familiar dari pria ini.
Energinya… tidak sepenuhnya manusiawi.
Matanya menyipit, mencoba menelusuri jejak energi yang Dante pancarkan. Sesuatu tentang pria ini terasa salah.
Sementara itu, Dante masih menatapnya dengan penuh kebencian. “Aku sudah lama menunggumu, Varian. Aku tidak tahu bagaimana kau bisa tetap tersembunyi di dunia ini selama bertahun-tahun, tetapi sekarang segelmu mulai melemah, aku tidak bisa membiarkanmu tetap hidup.”
Arka mengepalkan tinjunya. “Kau membenciku seolah aku pernah melakukan sesuatu padamu secara pribadi.”
Dante mencibir. “Bukan aku. Tapi dunia ini.”
SWOOOSH!
Tanpa peringatan, Dante melesat ke arah Arka, pedangnya berkilat di udara. Arka hanya punya sepersekian detik untuk menghindar. Ia melompat ke belakang, tetapi ujung pedang Dante berhasil menggores lengannya.
“Tch!” Arka mengerang saat darah segar mengalir dari lukanya.
Namun, sesuatu yang mengejutkan terjadi.
Luka itu langsung mulai menutup dengan cepat, jauh lebih cepat dari manusia biasa.
Dante memperhatikan dengan mata menyipit. “Jadi segelmu benar-benar sudah mulai melemah.”
Arka menatap tangannya sendiri, lalu mengangkat wajahnya. “Kau sudah tahu siapa aku, tapi aku merasa kita belum pernah bertemu sebelumnya.”
Dante tersenyum dingin. “Mungkin kau tidak mengenaliku sekarang. Tapi aku mengenalmu dengan baik, Raja Iblis.”
Alina akhirnya tak bisa menahan diri lagi. Ia melangkah maju dan berdiri di antara mereka. “Dante, cukup!”
Dante menghela napas. “Alina, kau tidak mengerti. Dia—”
“Aku tidak peduli siapa dia di masa lalu!” potong Alina tegas. “Aku hanya tahu satu hal—pria di hadapanku ini bukanlah Raja Iblis yang diceritakan dalam legenda! Dia bisa saja membunuhku sejak awal, tetapi dia tidak melakukannya!”
Dante menatap Alina dengan ekspresi yang sulit diartikan.
“Kau membelanya?” tanyanya dengan suara rendah.
“Ya!” Alina menjawab tanpa ragu.
Dante tertawa kecil, tetapi ada kegelapan dalam tawanya. “Kau benar-benar tidak tahu apa-apa, Alina.”
Lalu, sebelum ada yang bisa merespons, sesuatu yang mengejutkan terjadi.
Tubuh Dante tiba-tiba mengeluarkan cahaya keemasan yang menyilaukan.
Udara di sekitar mereka bergetar hebat, dan Arka bisa merasakan energi luar biasa terpancar dari tubuh pria itu.
Ini bukan kekuatan manusia biasa.
Dante menatap Arka dengan mata yang kini bersinar emas. “Kau tidak hanya menghadapi seorang pemburu iblis, Varian.”
Cahaya semakin terang, angin kencang berputar di sekitar mereka.
“Kau menghadapi seorang dewa.”
Arka membeku.
Apa?!
Alina pun menatap Dante dengan wajah terkejut. “Dante… kau…”
Dante tersenyum kecil, tetapi bukan dengan ekspresi hangat seperti biasanya. Senyum itu penuh rahasia dan kekuatan.
“Aku bukan hanya seorang pemburu iblis,” katanya pelan. “Aku adalah salah satu dari mereka yang ikut mengutuk dan mengunci Varian ke dalam tubuh manusia.”
Arka merasa darahnya berdesir.
Jadi inilah mengapa Dante terasa familiar baginya.
Dia bukan manusia biasa. Dia adalah salah satu dewa yang dulu mengutuknya.
Seseorang yang ia anggap sebagai musuh bebuyutan.
Alina masih menatap Dante dengan ekspresi tak percaya. “Kenapa kau tidak pernah mengatakan ini padaku?”
Dante menatapnya dengan tatapan yang lembut, tetapi ada sesuatu yang tersembunyi di balik matanya. “Karena aku ingin melindungimu dari kebenaran yang lebih besar, Alina.”
Arka menggertakkan giginya. “Jadi, apa tujuanmu? Kau ingin menghabisiku sekarang?”
Dante tersenyum tipis. “Aku hanya ingin memastikan kau tidak menjadi ancaman lagi. Dan kalau aku harus membunuhmu sebelum segelmu sepenuhnya hancur…”
Ia mengangkat pedangnya lagi.
“Aku tidak akan ragu melakukannya.”
Alina buru-buru berdiri di depan Arka, mengangkat tangannya sebagai bentuk perlindungan.
“Dante, tolong hentikan ini!” serunya.
Dante terdiam sejenak, lalu menurunkan pedangnya sedikit.
“Aku memberimu waktu, Alina,” katanya akhirnya. “Kau ingin mencari tahu sendiri, bukan? Baiklah. Aku akan menunggu. Tapi jika dia menunjukkan tanda-tanda bahwa dirinya kembali menjadi Raja Iblis, aku akan membunuhnya.”
Tatapannya tajam saat ia melanjutkan, “Dan aku harap kau tidak berada di pihak yang salah ketika itu terjadi.”
Setelah mengatakan itu, Dante berbalik dan menghilang dalam kilatan cahaya keemasan.
Alina dan Arka tetap berdiri di tempat mereka, masih merasakan ketegangan yang menggantung di udara.
Arka menatap Alina. “Jadi… sekarang kau tahu siapa dia sebenarnya.”
Alina mengangguk pelan.
“Dan kau masih percaya padaku?” tanya Arka, suaranya hampir berbisik.
Alina menatapnya, dan untuk pertama kalinya, ia menyadari sesuatu.
Ia tidak hanya mempercayai Arka.
Dia ingin melindunginya.
Alina menatap Arka dalam-dalam, lalu berkata dengan suara mantap, “Ya.”
Arka menatapnya dalam diam. Lalu, untuk pertama kalinya dalam hidupnya sejak terkurung di dunia manusia…
Ia merasa tidak sendirian.
Bab 7 – Pengorbanan yang Diharapkan
Malam terasa lebih sunyi dari biasanya. Setelah pertemuan dengan Dante, Alina dan Arka berjalan dalam diam di sepanjang trotoar kota. Angin dingin berhembus pelan, membawa aroma hujan yang masih tersisa di jalanan.
Di dalam kepalanya, Alina terus memikirkan semua yang terjadi. Dante adalah seorang dewa.
Seseorang yang selama ini ia percayai ternyata menyembunyikan rahasia besar.
Tetapi yang lebih membuatnya terkejut adalah bagaimana ia masih mempercayai Arka.
Seharusnya ia takut. Seharusnya ia menjauhi Arka, karena pria ini adalah sosok yang selama ini disebut sebagai ancaman bagi dunia manusia.
Namun, ia tidak bisa.
Alih-alih melihat Arka sebagai ancaman, yang ia lihat justru seseorang yang berjuang mencari jati dirinya.
“Aku tidak menyangka dia seorang dewa,” kata Arka tiba-tiba, menghentikan langkahnya.
Alina ikut berhenti dan menoleh. “Aku juga.”
Arka menatap tangannya sendiri, seakan mencari sesuatu yang tak kasat mata. “Tapi ini menjelaskan sesuatu.”
Alina mengerutkan kening. “Apa maksudmu?”
Arka menghela napas. “Aku selalu merasa ada sesuatu yang aneh tentangnya. Energinya… tidak seperti manusia biasa, tetapi juga tidak sepenuhnya seperti dewa yang pernah kuhadapi dulu.”
Alina menggigit bibirnya. “Apa kau berpikir dia menyembunyikan sesuatu lagi?”
Arka menatapnya dalam-dalam. “Aku tidak tahu. Tapi satu hal yang jelas, dia tidak akan berhenti sampai aku benar-benar musnah.”
Alina mengepalkan tangannya. “Itu tidak akan terjadi.”
Arka sedikit terkejut mendengar nada suara Alina yang tegas. “Kenapa kau begitu yakin?”
Alina menatap lurus ke matanya. “Karena aku percaya padamu, Arka.”
Kata-kata itu begitu sederhana, tetapi memiliki makna yang dalam bagi Arka.
Ia sudah terlalu lama hidup dalam kegelapan, dipenuhi kebencian terhadap para dewa yang mengutuknya. Tetapi sekarang, untuk pertama kalinya dalam hidupnya, ada seseorang yang mempercayainya bukan sebagai Raja Iblis, tetapi sebagai dirinya sendiri.
Jantungnya berdetak lebih cepat.
Apa ini?
Ia tidak pernah merasakan hal seperti ini sebelumnya.
Namun, sebelum ia bisa mengutarakan pikirannya, sesuatu terjadi.
Angin tiba-tiba berubah. Udara di sekitar mereka menjadi lebih dingin, lebih berat.
Alina menoleh ke sekeliling. “Ada yang tidak beres.”
Arka segera bersiaga. Instingnya mengatakan bahwa mereka sedang diawasi.
Dan benar saja.
BOOM!
Dari kegelapan, makhluk hitam besar muncul, dengan mata merah menyala dan tubuh yang terbuat dari bayangan pekat. Taringnya tajam, dan dari rahangnya keluar suara geraman yang menggetarkan udara.
Alina terkejut. “Apa itu?!”
Arka menyipitkan mata. “Itu adalah Penjaga Kegelapan.”
“Penjaga Kegelapan?”
Arka mengepalkan tinjunya. “Makhluk yang diciptakan dari bayanganku sendiri, dulu ketika aku masih menjadi Raja Iblis.”
Alina menatapnya. “Jadi… ini makhlukmu?”
Arka menggeleng. “Dulu, ya. Tapi sekarang… mereka tidak lagi menganggapku sebagai tuan mereka.”
Alina mulai merasakan ketakutan. “Lalu… apa yang mereka inginkan?”
Arka menatap makhluk itu dengan tajam. “Mereka ingin memastikan bahwa aku tidak akan pernah kembali menjadi Raja Iblis. Dan satu-satunya cara untuk itu adalah—membunuhku.”
Alina menegang.
Makhluk itu bergerak cepat, menerjang mereka dengan kecepatan yang luar biasa.
Arka mendorong Alina ke samping. “Jangan bergerak!”
BOOM!
Makhluk itu menghantam tanah, menciptakan kawah kecil di aspal. Arka melompat mundur, tangannya secara naluriah terangkat.
Dan sesuatu yang mengejutkan terjadi.
Bayangan mulai bergerak di bawahnya, membentuk bilah tajam yang menyelimuti lengannya.
Arka terkejut. “Kekuatanku…”
Ia tidak sempat berpikir lebih jauh. Makhluk itu kembali menyerang. Kali ini, Arka tidak menghindar. Ia mengangkat tangannya dan menebas bayangan itu dengan kekuatan yang baru saja kembali padanya.
Dalam satu gerakan cepat, makhluk itu menjerit dan menghilang menjadi debu hitam.
Arka terengah-engah. Ia bisa merasakan lebih banyak kekuatan mengalir dalam tubuhnya.
Alina menatapnya dengan mata melebar. “Kekuatanmu… kembali?”
Arka menatap tangannya sendiri, masih tidak percaya. “Sepertinya… iya.”
Tetapi sebelum ia bisa merasa lega, sesuatu menusuk pikirannya.
Jika kekuatannya benar-benar kembali…
Apakah itu berarti segelnya hampir sepenuhnya terbuka?
Dan jika itu benar…
Apakah ia masih bisa menjadi dirinya yang sekarang?
Ataukah ia akan kembali menjadi Varian yang haus darah?
Arka menoleh ke arah Alina. Gadis itu menatapnya dengan penuh kepercayaan.
Ia mengepalkan tangannya.
Tidak.
Ia tidak akan membiarkan dirinya menjadi seperti dulu lagi.
Bahkan jika itu berarti harus mengorbankan sesuatu yang berharga.
Bab 8 – Pengkhianatan dan Kesempatan Kedua
Angin malam berembus pelan, membawa hawa dingin yang menusuk kulit. Arka masih berdiri di tempatnya, menatap sisa debu hitam dari makhluk kegelapan yang baru saja ia musnahkan. Tangannya masih bergetar, bukan karena lelah, tetapi karena ketakutan yang mulai menggerogoti pikirannya.
Kekuatannya kembali.
Sesuatu yang seharusnya ia syukuri, tetapi yang ia rasakan justru sebaliknya.
Karena ia tahu, semakin banyak kekuatannya kembali, semakin besar kemungkinan ia berubah menjadi sosok yang selama ini ia coba lupakan Varian, Raja Iblis yang ditakuti.
Di sampingnya, Alina menatapnya dengan wajah cemas.
“Arka…”
Arka menghela napas panjang, lalu menoleh ke arah gadis itu. Tatapan Alina penuh kepercayaan, tetapi itu justru semakin membuatnya ragu.
“Apa kau baik-baik saja?” tanya Alina pelan.
Arka ingin berkata bahwa semuanya baik-baik saja, bahwa ia masih bisa mengendalikan dirinya. Tetapi kata-kata itu terasa seperti kebohongan.
Ia menggenggam tinjunya erat. “Aku tidak tahu, Alina.”
Alina terdiam sejenak, lalu melangkah mendekatinya. “Kau tidak sendirian dalam hal ini.”
Arka menatapnya. “Kau tidak mengerti. Jika aku kehilangan kendali, aku mungkin akan menghancurkan segalanya… termasuk dirimu.”
“Tidak,” Alina menggeleng. “Aku tahu kau bukan monster seperti yang mereka katakan. Aku tahu kau bisa melawan takdir ini.”
Arka tersenyum kecil, tetapi matanya menyiratkan kebingungan. “Aku harap kau benar.”
Namun, sebelum mereka bisa berbicara lebih jauh, sebuah suara lain memecah kesunyian.
“Harapan itu sia-sia.”
Arka dan Alina sama-sama menoleh ke arah sumber suara.
Dari bayangan gedung yang remang-remang, sosok seseorang muncul.
Dante.
Namun, kali ini ada sesuatu yang berbeda darinya.
Mata emasnya berkilau lebih terang dari sebelumnya, dan aura yang mengelilinginya bukan hanya kekuatan suci biasa—tetapi sesuatu yang lebih mengerikan.
Alina langsung berdiri di depan Arka, refleks melindunginya. “Dante, jangan lakukan ini!”
Dante tersenyum tipis, tetapi bukan senyum yang biasa ia tunjukkan. Ada sesuatu yang dingin dalam tatapannya, sesuatu yang membuat Arka merasa bahwa pria ini bukan lagi orang yang sama seperti sebelumnya.
“Alina… kau benar-benar masih percaya padanya?” tanya Dante dengan suara pelan.
“Aku percaya,” jawab Alina tanpa ragu.
Dante menghela napas, lalu menatap Arka. “Maka kau benar-benar tidak tahu apa yang sedang terjadi.”
Arka menyipitkan mata. “Maksudmu?”
Dante melangkah lebih dekat, dan saat ia berbicara, suaranya terdengar lebih dalam, lebih bergema—seperti ada dua suara berbicara dalam satu tubuh.
“Sejak awal, segel yang mengikatmu bukan hanya untuk mengurung kekuatanmu,” katanya. “Itu juga berfungsi sebagai penjara bagi sesuatu yang lebih besar.”
Alina menegang. “Apa maksudmu?”
Dante menatapnya sejenak, lalu kembali menatap Arka. “Kau pikir hanya kau yang dikunci dalam tubuh manusia ini?”
Jantung Arka berdegup lebih kencang. “Apa yang kau katakan…?”
Dante tersenyum samar. “Ada sesuatu yang lain, sesuatu yang ditanamkan dalam dirimu sejak awal. Sebuah kutukan yang lebih dalam dari yang kau sadari.”
Alina mengerutkan kening. “Kutukan?”
Dante mengangguk. “Sesuatu yang bahkan kau sendiri tidak sadari… karena segel itu bukan hanya dibuat oleh para dewa, tetapi juga oleh penghianat dari kaummu sendiri.”
Arka membeku.
Kaumnya sendiri…?
Dante melanjutkan, “Para dewa tidak cukup kuat untuk menangkapmu seorang diri. Mereka membutuhkan seseorang dari pihakmu yang cukup dekat denganmu… seseorang yang cukup kuat untuk mengkhianatimu.”
Arka mengepalkan tinjunya. “Siapa?”
Dante tersenyum kecil. “Siapa lagi kalau bukan pengikut terdekatmu dulu?”
Seketika, ingatan lama yang selama ini kabur mulai kembali.
Seseorang—seseorang yang selama ini selalu ada di sisinya. Seorang iblis yang paling ia percayai, yang selalu berdiri di sampingnya saat perang besar melawan para dewa.
Seseorang yang telah ia anggap sebagai saudara.
Morvath.
Arka terdiam.
Ia tidak bisa mempercayainya.
Namun, semakin ia mencoba menolak kenyataan itu, semakin jelas bayangan masa lalu di dalam pikirannya.
Morvath-lah yang pertama kali membawanya ke pertempuran terakhir. Morvath yang menyarankan strategi yang akhirnya membuatnya terjebak. Dia yang tidak terlihat di detik-detik terakhir saat para dewa mengaktifkan segel.
Dia juga yang mengkhianatinya.
Alina melihat ekspresi Arka yang berubah. “Arka…?”
Namun, sebelum ia bisa berbicara lebih jauh, Dante mengangkat tangannya.
“Dan sekarang,” katanya, “saat segelmu melemah, Morvath juga akan kembali. Tetapi tidak sebagai sekutumu.”
Arka menatapnya dengan penuh amarah. “Apa maksudmu?”
Dante tersenyum tipis. “Dia ingin memastikan kau tidak akan pernah kembali sebagai Raja Iblis… karena dia ingin mengambil tempatmu.”
Alina menutup mulutnya, terkejut.
“Jadi ini bukan hanya tentang segel,” lanjut Dante. “Ini tentang siapa yang akan mengambil tahta.”
Arka merasakan dadanya terasa berat.
Ia bukan hanya berjuang melawan para dewa…
Ia juga berjuang melawan kaumnya sendiri.
Dante menatapnya tajam. “Pilihannya sederhana, Varian. Kau bisa tetap menjadi manusia dan membiarkan dunia iblis jatuh ke tangannya, atau kau bisa kembali dan merebut tempat yang seharusnya menjadi milikmu.”
Arka terdiam.
Ia menatap Alina, yang masih berdiri di sisinya, wajahnya penuh kecemasan.
Jika ia memilih kembali sebagai Raja Iblis, ia harus meninggalkan semua yang telah ia miliki di dunia ini.
Termasuk Alina.
Tetapi jika ia tetap sebagai manusia, ia akan kehilangan segalanya—kekuatan, tahta, dan mungkin… dirinya sendiri.
Pilihan ini bukan hanya tentang dirinya lagi.
Ini tentang siapa dirinya sebenarnya.
Dan yang lebih penting apa yang sebenarnya ia inginkan.
Bab 9 – Keputusan yang Mengubah Segalanya
Angin malam berhembus dingin, tetapi tidak ada yang lebih menusuk dibandingkan perasaan yang kini menguasai Arka. Ia berdiri diam, menatap Dante yang masih memancarkan cahaya keemasan.
Pengkhianatan.
Kata itu terus bergema dalam pikirannya. Morvath, orang yang selama ini ia percaya, ternyata adalah dalang di balik segel yang telah mengurungnya selama bertahun-tahun.
Dan sekarang, pria itu sedang menunggu saat yang tepat untuk mengambil tempatnya.
Arka mengepalkan tangannya. Tidak. Ia tidak akan membiarkan itu terjadi.
Tetapi, ada masalah yang lebih besar.
Jika ia ingin kembali dan menghentikan Morvath, maka ia harus sepenuhnya membuka segelnya.
Dan untuk melakukan itu…
Alina harus mati.
Arka menutup matanya. Itu adalah harga yang tidak bisa ia bayar.
Di sampingnya, Alina masih berdiri dengan ekspresi penuh kebingungan dan kekhawatiran. “Arka… Apa yang akan kau lakukan?”
Arka tidak menjawab.
Dante menghela napas. “Kau tahu ini hanya ada dua pilihan, Varian. Kembali sebagai Raja Iblis dan menghadapi Morvath… atau tetap di sini sebagai manusia yang lemah dan melihat dunia iblis jatuh ke tangannya.”
Arka menatap Dante dengan dingin. “Kau berbicara seolah-olah kau peduli pada dunia iblis.”
Dante tersenyum tipis. “Aku tidak peduli pada dunia iblis. Aku hanya tidak ingin Morvath memiliki kekuatan yang bisa mengganggu keseimbangan alam semesta.”
Alina menatap Arka, lalu ke Dante. “Pasti ada cara lain!” katanya, suaranya penuh harapan.
Dante menatapnya sebentar. “Jika ada, para dewa sudah akan menemukannya sejak dulu.”
Alina menggeleng. “Tidak. Arka tidak harus memilih antara tahta dan aku.”
Dante menatapnya tajam. “Kau terlalu naif, Alina.”
Alina menggigit bibirnya, lalu menatap Arka lagi. “Arka… aku tidak tahu bagaimana caranya, tapi aku yakin kau bisa menemukan jalan lain.”
Arka menatap mata Alina, dan untuk pertama kalinya, ia merasa ragu.
Sejak awal, ia selalu percaya bahwa satu-satunya jalan untuk bertahan adalah dengan kembali menjadi dirinya yang dulu menjadi Raja Iblis. Tetapi sekarang… ada sesuatu yang berubah.
Ia tidak ingin kehilangan Alina.
Tetapi di saat yang sama…
Ia tidak bisa membiarkan Morvath berkuasa.
Arka mengepalkan tinjunya. Tidak, ia tidak akan memilih antara dua pilihan yang telah diberikan kepadanya. Ia akan menciptakan pilihannya sendiri.
Dengan tekad baru, ia menatap Dante.
“Aku tidak akan membiarkan Morvath mengambil tempatku,” katanya mantap.
Dante menyeringai. “Jadi kau memilih untuk membuka segel?”
Arka menggeleng. “Aku akan menghancurkan segel, tetapi dengan caraku sendiri.”
Dante menyipitkan mata. “Dan bagaimana kau berencana melakukannya?”
Arka menoleh ke Alina. “Aku tidak akan mengorbankan Alina.”
Alina terkejut. “Arka…”
Arka kembali menatap Dante. “Jika aku bisa mendapatkan kembali kekuatanku tanpa menghancurkan segel yang menghubungkanku dengan Alina, maka aku bisa bertarung tanpa harus mengorbankan siapa pun.”
Dante mendengus. “Itu tidak mungkin.”
Arka tersenyum tipis. “Aku Raja Iblis. Aku tidak mengikuti aturan yang ditetapkan para dewa.”
Dante terdiam.
Ia tahu Arka serius.
Dan yang lebih mengejutkan lagi, ia bisa merasakan sesuatu yang berubah dalam diri Arka.
Sesuatu yang lebih kuat.
Sesuatu yang… tidak lagi terikat pada takdirnya.
Tiba-tiba, langit di atas mereka mulai bergetar.
Dante menoleh ke atas. “Sepertinya Morvath sudah bergerak.”
Arka menatap langit yang mulai berwarna merah darah.
Ia tahu bahwa waktunya hampir habis.
Tetapi kali ini, ia tidak akan berjuang untuk dirinya sendiri.
Ia akan berjuang untuk sesuatu yang lebih besar.
Untuk Alina.
Untuk diri barunya dan takdir yang ia ciptakan sendiri.
Dan dengan begitu, ia telah mengambil keputusan yang akan mengubah segalanya.
Bab 10 – Takdir Seorang Raja
Langit di atas kota berubah merah darah. Udara di sekitar mereka bergetar hebat, seperti menandakan sesuatu yang besar akan terjadi. Arka berdiri di tengah jalan yang sepi, tubuhnya tegap, tatapannya penuh ketegasan.
Di seberangnya, sebuah celah dimensi mulai terbuka. Bayangan pekat merembes keluar, menyebar seperti kabut hitam yang menyelimuti kota. Dari dalam kegelapan itu, seseorang muncul.
Morvath.
Wajahnya masih sama seperti yang Arka ingat—dingin, penuh rasa percaya diri, tetapi juga menyimpan kebencian yang dalam.
“Sudah lama sekali, Yang Mulia,” kata Morvath dengan suara beratnya.
Arka menatapnya tajam. “Jangan panggil aku dengan gelar itu. Kau sudah membuang kesetiaanmu sejak lama.”
Morvath tertawa pelan. “Aku hanya melakukan apa yang perlu dilakukan. Kau terlalu berbahaya, Varian. Para dewa tahu itu, dan aku juga tahu itu.”
Arka mengepalkan tinjunya. “Kau mengkhianatiku.”
Morvath mengangkat bahu. “Itu semua untuk kebaikan dunia iblis. Jika aku tidak mengkhianatimu, dunia kita sudah dihancurkan oleh para dewa.”
Arka mencibir. “Jangan bersembunyi di balik alasan itu. Kau mengkhianatiku karena kau ingin kekuasaanku.”
Mata Morvath menyipit. “Dan apa salahnya? Aku lebih pantas memimpin dunia iblis dibandingkan dirimu yang sekarang.”
Tanpa peringatan, Morvath mengangkat tangannya. Dari dalam bayangan, ribuan makhluk kegelapan bermunculan. Mereka bergerak seperti lautan hitam, mengelilingi Arka dan Alina.
Dante, yang berdiri di samping Alina, mendecak. “Sepertinya kau benar-benar sudah siap mengambil alih tahta.”
Morvath menyeringai. “Tentu saja. Dan aku akan memastikan kau tidak menghalangiku, Dante.”
Dante tidak terlihat terkejut. “Kita lihat saja siapa yang bertahan sampai akhir.”
Arka menatap Morvath dengan penuh amarah. “Aku tidak akan membiarkanmu mengambil dunia iblis.”
Morvath tertawa. “Dan bagaimana kau berencana menghentikanku, manusia?”
Arka tersenyum tipis. “Kau salah. Aku bukan manusia. Aku bukan lagi Raja Iblis yang dulu juga.”
Morvath menatapnya dengan bingung.
Saat itulah, Arka merasakan sesuatu yang berbeda di dalam dirinya.
Ia telah memilih jalannya sendiri.
Dan karena itu, segel di dalam dirinya tidak sepenuhnya terbuka… tetapi ia telah menemukan cara lain untuk menggunakannya.
Arka mengangkat tangannya, dan dari dalam tubuhnya, cahaya hitam dan emas bersatu.
Morvath terkejut. “Apa… yang kau lakukan?”
Arka tersenyum. “Aku mengambil kekuatanku tanpa merusak segel ini.”
Tiba-tiba, tubuhnya bersinar dengan energi baru. Kegelapan dan cahaya bercampur menjadi satu, menciptakan sesuatu yang belum pernah ada sebelumnya.
Dante menatapnya dengan kagum. “Dia… menciptakan keseimbangan sendiri?”
Alina tersenyum kecil. “Aku tahu dia bisa melakukannya.”
Morvath menggeram. “Itu tidak mungkin! Kau tidak bisa memiliki kekuatan iblis dan tetap mempertahankan sisi manusiamu!”
Arka menatapnya dingin. “Aku baru saja membuktikan sebaliknya.”
Dan sebelum Morvath bisa bereaksi, Arka melesat ke arahnya dengan kecepatan luar biasa.
BOOOM!
Benturan energi mereka mengguncang seluruh kota.
Pertarungan berlangsung sengit. Morvath menggunakan bayangannya untuk menyerang, tetapi setiap kali ia mencoba menyelimuti Arka dalam kegelapan, Arka mengimbanginya dengan cahaya yang baru ia temukan.
Dante dan Alina berdiri di kejauhan, menyaksikan pertempuran itu.
“Kau pikir dia bisa menang?” tanya Alina.
Dante mengangguk. “Dia bukan hanya Raja Iblis lagi. Dia telah menjadi sesuatu yang lain. Sesuatu yang lebih kuat.”
Alina menggenggam tangannya erat. “Aku percaya padanya.”
Sementara itu, Arka dan Morvath bertarung tanpa henti.
Morvath mulai kehilangan kendali. Ia tidak menyangka Arka bisa bertahan selama ini.
“Aku seharusnya membunuhmu saat pertama kali segel itu dibuat!” geramnya.
Arka menggeleng. “Dan itu kesalahan terbesarmu.”
Dengan satu serangan terakhir, Arka menciptakan bilah cahaya dan kegelapan yang menyatu, lalu menebaskannya ke Morvath.
SLASH!
Morvath berteriak kesakitan saat tubuhnya mulai hancur dalam kilatan cahaya.
“Ini tidak mungkin!” teriaknya.
Arka menatapnya tanpa belas kasihan. “Selamat tinggal, Morvath.”
Dalam hitungan detik, Morvath lenyap dalam kegelapan.
Pertempuran telah berakhir.
Alina berlari ke arah Arka. “Kau berhasil!”
Arka tersenyum lelah. “Ya.”
Dante mendekat, menatapnya dengan mata penuh pertimbangan. “Kau bukan lagi Raja Iblis. Kau bukan juga manusia biasa.”
Arka mengangguk. “Aku adalah sesuatu yang baru.”
Alina menatapnya. “Lalu… apa yang akan kau lakukan sekarang?”
Arka menatap langit yang perlahan kembali normal.
Ia sudah menemukan jawabannya.
“Aku akan menjalani hidupku sebagai aku sendiri. Bukan sebagai Raja Iblis, bukan sebagai manusia biasa. Tetapi sebagai seseorang yang memilih takdirnya sendiri.”
Alina tersenyum lega. “Aku senang mendengar itu.”
Dante menyeringai. “Kalau begitu, aku rasa tugasku di sini selesai.”
Arka menatapnya. “Dan kau?”
Dante tersenyum samar. “Aku akan mengawasi dunia ini. Kalau kau berubah pikiran dan memutuskan menjadi ancaman, aku akan kembali.”
Arka terkekeh. “Aku akan mengingat itu.”
Saat malam berakhir dan fajar mulai menyingsing, Arka, Alina, dan Dante berdiri bersama, menatap dunia yang kini telah berubah.
Dan untuk pertama kalinya dalam hidupnya, Arka merasa bebas.
Takdir seorang raja telah berubah.
TAMAT.
Novel ini ditulis oleh Evi Fauzi, Penulis dari Novel Singkat. Baca juga novel romantis, petualangan dan fiksi ilmiah lainnya.