Sienna, seorang jurnalis investigasi, mulai menyadari bahwa setiap malam pukul 02:00, dunia mengalami reset waktu —satu jam terakhir terhapus dari ingatan semua orang, kecuali dirinya sendiri. Saat ia menyelidiki fenomena ini, ia menemukan keberadaan Chrono Core , organisasi rahasia yang menggunakan teknologi untuk memanipulasi dunia.
Ketika Sienna menjadi target mereka, ia harus bekerja sama dengan Adrian, mantan anggota Chrono Core, untuk mengungkap kebenaran dan menghentikan waktu reset sebelum semuanya terlambat. Namun, semakin ia menggali, semakin ia menyadari bahwa waktu yang terhapus menyimpan rahasia lebih besar daripada yang pernah ia bayangkan.
Bab 1: Pukul 02:00
Sienna membuka matanya dengan napas tersengal. Dadanya naik turun cepat, jantungnya berdegup lebih kencang dari biasanya. Perasaan aneh menyelimuti tubuhnya, seperti baru saja mengalami mimpi buruk yang tak bisa ia ingat. Matanya melirik jam digital di nakas samping tempat tidur. 02:00 AM.
Ia menelan ludah. Ada sesuatu yang terasa salah. Ia yakin beberapa menit lalu masih duduk di meja kerja dengan laptop terbuka, menyelesaikan artikel untuk kliennya. Tapi sekarang, ia sudah berbaring di tempat tidur, lampu kamar telah padam, dan seolah-olah dirinya baru saja melewati satu jam tanpa sadar.
Sienna mengusap wajahnya, mencoba mengingat kembali. Namun, yang ia temukan hanyalah kekosongan. Kenapa rasanya aku melewatkan sesuatu?
Ia menghela napas panjang lalu meraih ponselnya. Tidak ada notifikasi baru, tidak ada pesan masuk, tidak ada panggilan tak terjawab. Semua tampak normal, tapi instingnya mengatakan sebaliknya.
Dengan sedikit ragu, ia bangkit dari tempat tidur dan berjalan menuju dapur untuk mengambil segelas air. Saat melintasi ruang tamu, matanya menangkap layar laptopnya yang masih menyala. Artikel yang tadi ia kerjakan kini kosong. Bukan hanya paragraf terakhir yang hilang, tapi seluruh dokumen seperti belum pernah diketik sama sekali.
Darahnya berdesir.
Apa aku lupa menyimpannya?
Tidak mungkin. Sienna selalu menyimpan pekerjaannya secara otomatis setiap lima menit sekali. Jari-jarinya gemetar saat membuka folder penyimpanan, mencari dokumen cadangan. Nihil. Tidak ada jejak pekerjaannya di mana pun.
“Ini aneh…” gumamnya.
Ia menutup laptopnya, mencoba berpikir jernih. Mungkin ia terlalu lelah dan tidak sadar telah menekan tombol hapus. Namun, saat ia berjalan ke arah dapur, sesuatu di luar jendela menarik perhatiannya.
Jalanan yang biasanya sepi di malam hari terlihat terlalu sepi. Tidak ada mobil melintas, tidak ada suara angin, bahkan lampu-lampu di apartemen sebelah yang biasanya menyala kini gelap total. Seolah-olah dunia membeku dalam keheningan yang tidak wajar.
Lalu, ia melihat sesuatu yang lebih aneh.
Seorang pria tua di seberang jalan berdiri mematung. Tatapannya kosong, tubuhnya kaku seperti patung. Namun, yang membuat bulu kuduk Sienna meremang adalah fakta bahwa pria itu tidak bergerak sama sekali. Bukan hanya berdiri diam, tetapi benar-benar seperti berhenti di tengah aksi.
Jantung Sienna mencelos. Ia mengucek matanya, memastikan ia tidak berhalusinasi. Tapi tidak. Pria itu masih di sana, dalam posisi yang sama. Tidak berkedip, tidak menggerakkan jari sedikit pun.
Sienna merasakan napasnya tercekat. Ia melangkah mundur perlahan, tubuhnya terasa berat seperti ditarik oleh ketakutan yang belum bisa ia pahami.
Dan tepat saat ia berbalik untuk menutup tirai jendela—
Denting jam berdentang di kejauhan.
Jam di apartemennya tetap menunjukkan pukul 02:00. Tidak bergeser sedikit pun.
Dan ketika ia kembali melihat ke arah luar jendela… pria tua itu sudah tidak ada.
Telinganya berdenging. Dadanya sesak. Apa yang sedang terjadi?
Di saat kebingungan melanda pikirannya, tiba-tiba ponselnya bergetar di meja. Ia menoleh cepat, menatap layar dengan jantung yang berdetak kencang. Ada satu pesan masuk dari nomor tak dikenal.
“Kau juga menyadarinya, bukan?”
Sienna merasakan tengkuknya meremang. Ia menelan ludah dan dengan ragu mengetik balasan.
“Siapa ini?”
Beberapa detik berlalu. Tidak ada balasan. Ponselnya tetap diam.
Namun, sebelum ia sempat menarik napas lega, sesuatu di layar berubah. Jam digital di ponselnya yang sebelumnya menunjukkan pukul 02:00, kini berkedip dan perlahan bergeser ke 01:00 AM.
Seolah waktu mundur, Sienna terbelalak. Tangannya gemetar saat ia melihat ke sekeliling ruangan.
Dan dalam sekejap, dunia kembali seperti semula.
Suara mobil kembali terdengar di luar. Lampu-lampu apartemen sebelah kembali menyala. Laptopnya yang tadi kosong kini menampilkan artikelnya seperti sebelum ia pergi tidur.
Tapi Sienna tahu satu hal. Apa yang baru saja terjadi itu bukan mimpi!
Dan ia adalah satu-satunya orang yang mengingatnya.
Bab 2: Jejak yang Hilang
Sienna terbangun dengan rasa gelisah. Cahaya matahari pagi menembus tirai jendelanya, tapi hatinya masih dipenuhi kebingungan tentang kejadian tadi malam. Reset waktu. Dua kata itu berputar di kepalanya seperti suara gema yang tak kunjung reda.
Ia duduk di tepi tempat tidur, menatap jam di nakasnya 07:45 AM. Semuanya tampak normal. Tetapi ia tahu, ada sesuatu yang tidak beres.
Ponselnya tergeletak di meja, layar masih menyala dengan pesan terakhir dari nomor tak dikenal yang ia terima tadi malam:
“Kau juga menyadarinya, bukan?”
Pesan itu masih ada. Itu berarti bukan sekadar mimpi.
Sienna menarik napas panjang, mencoba menyusun pikirannya. Sebagai jurnalis investigasi, ia telah menangani banyak kasus aneh—korupsi, penipuan, bahkan skandal besar. Namun, tidak ada yang seperti ini. Bagaimana mungkin satu jam waktu bisa terhapus begitu saja?
Mungkin ia harus mulai dari hal paling sederhana—mencari bukti.
Sienna membuka laptopnya, menelusuri berita terbaru. Jika reset waktu benar-benar terjadi, pasti ada kejadian yang berubah atau menghilang dari laporan berita.
Ia mengetik kata kunci “kejadian aneh pukul 02:00 AM”. Hasil pencarian muncul, tetapi tidak ada yang mencurigakan. Tidak ada laporan gangguan, kecelakaan, atau peristiwa besar yang tiba-tiba lenyap.
Tapi sesuatu menarik perhatiannya.
Sebuah blog kecil, yang hampir tersembunyi di antara hasil pencarian, menampilkan judul:
“Apakah Waktu Benar-Benar Berjalan Maju?”
Sienna mengklik tautan itu. Isinya adalah teori tentang kemungkinan waktu tidak bergerak secara linear, melainkan bisa dimanipulasi. Tidak ada bukti kuat, hanya spekulasi liar—tetapi salah satu komentar di bawahnya membuatnya terdiam.
“Aku pernah menyadari sesuatu yang aneh. Setiap malam pukul 02:00, ada kejadian yang sepertinya menghilang. Aku tidak tahu kenapa hanya aku yang mengingatnya.”
Jantung Sienna berdetak lebih cepat.
Ia mengeklik profil pengguna yang meninggalkan komentar itu, tetapi tidak ada informasi lebih lanjut. Akun anonim, tanpa aktivitas lain.
Namun, itu sudah cukup baginya. Berarti dia bukan satu-satunya yang mengalami ini.
Sienna menutup laptopnya dan mengambil buku catatan kecil dari laci meja. Jika ia tidak bisa menemukan bukti di luar, maka ia harus membuatnya sendiri.
Ia menulis di halaman pertama:
“Hari ini, aku sadar bahwa waktu direset setiap pukul 02:00. Aku akan mencoba meninggalkan bukti yang tidak bisa dihapus.”
Ia kemudian meraih ponselnya dan mulai merekam video.
“Hari ini, 7 Februari, pukul 10:30 AM. Aku, Sienna, akan melakukan percobaan untuk membuktikan apakah waktu benar-benar terhapus setiap malam pukul 02:00.”
Ia berhenti merekam dan menyimpan file itu ke dalam folder tersembunyi di laptopnya.
Langkah berikutnya? Menunggu malam tiba.
Malam itu, pukul 01:45 AM, Sienna duduk di ruang tamunya dengan cangkir kopi di tangan. Matanya menatap layar laptop yang terbuka, memperlihatkan catatan dan video yang ia buat tadi siang.
Lima belas menit lagi.
Ia mengambil pena dan menuliskan sesuatu di secarik kertas:
“Jika ini masih ada setelah pukul 02:00, maka reset waktu tidak terjadi.”
Ia meletakkan kertas itu di meja dan menunggu.
Lima menit…
Napasnya semakin berat. Jantungnya berdetak lebih cepat.
Dua menit…
Tiba-tiba, udara di sekelilingnya terasa aneh. Seperti ada sesuatu yang mengalir dalam ruangan, tidak terlihat, tetapi bisa dirasakan.
Satu menit…
Jam di ponselnya menunjukkan 01:59:50… 51… 52…
Sienna menggigit bibirnya. Apa yang akan terjadi?
01:59:58… 59…
02:00 AM.
Seketika, pandangannya kabur. Ruangan bergetar halus. Dada Sienna sesak, seolah udara menghilang dalam sekejap.
Lalu semuanya berhenti.
Sienna terbangun dengan kepala berdenyut. Ia menatap sekeliling. Lampu masih menyala, laptopnya masih terbuka, dan ia masih duduk di sofa.
Tapi ada yang salah.
Ia buru-buru menatap jam di ponselnya. 01:00 AM.
Jantungnya mencelos. Waktu benar-benar telah mundur satu jam.
Ia mengalihkan pandangannya ke meja. Kertas catatan yang ia tulis… hilang.
Dengan tangan gemetar, ia membuka laptopnya dan mencari file video yang ia rekam tadi siang.
Tidak ada.
Semua bukti yang ia buat telah terhapus.
Sienna terengah-engah, rasa panik menyelimuti tubuhnya. Ini nyata. Reset waktu benar-benar terjadi.
Lalu, ponselnya bergetar.
Sebuah pesan masuk dari nomor tak dikenal.
“Sekarang kau mengerti. Kita harus bicara. Temui aku besok di kafe Greyhound, pukul 10 pagi. Jangan bilang siapa pun.”
Sienna menatap layar ponselnya dengan napas memburu.
Siapa dia? Bagaimana dia tahu tentang ini?
Namun, satu hal yang pasti—ia bukan satu-satunya yang sadar akan reset waktu.
Bab 3: Orang yang Sama, Dunia yang Berbeda
Sienna duduk di sudut kafe kecil di pusat kota, tangannya melingkari cangkir kopi yang mulai mendingin. Matanya sibuk mengamati setiap orang yang berlalu-lalang, mencoba mencari petunjuk, jawaban, atau bahkan sekadar kepastian bahwa dirinya tidak gila.
Sudah tiga hari sejak ia menyadari fenomena aneh itu. Setiap malam, tepat pukul 02:00, satu jam terakhir menghilang dari ingatan semua orang. Semua orang kecuali dirinya.
Selama tiga hari itu pula, ia mencoba berbagai cara untuk memastikan bahwa apa yang ia alami bukan sekadar mimpi buruk atau delusi. Ia menulis catatan, merekam suaranya sendiri, bahkan mencoba merekam video sebelum reset waktu terjadi. Tapi setiap kali waktu mundur, hanya memorinya yang tetap utuh. Semua bukti fisik menghilang, seolah-olah tidak pernah ada.
Namun, ada satu hal lain yang menarik perhatiannya. Setiap kali waktu direset, ada seseorang yang selalu berada di tempat yang sama.
Seorang pria yang duduk di sudut kafe, menatap jam tangannya setiap pukul 02:00.
Sienna mengamatinya lagi hari ini. Pria itu mengenakan jaket kulit hitam dan celana jeans gelap. Wajahnya serius, ekspresinya seperti seseorang yang tahu sesuatu yang orang lain tidak tahu. Setiap kali waktu direset, pria itu masih berada di posisi yang sama.
Kebetulan? Tidak mungkin.
Sienna menarik napas dalam. Jika ada orang lain yang juga sadar akan fenomena ini, mungkin pria itu bisa memberinya jawaban.
Ia berdiri, mengambil cangkir kopinya, lalu berjalan mendekat.
“Maaf, boleh aku duduk?” tanyanya dengan suara yang ia usahakan tetap tenang.
Pria itu menatapnya sekilas, lalu kembali menyesap kopinya. “Aku tidak butuh teman mengobrol,” jawabnya datar.
“Tapi aku butuh,” balas Sienna cepat. “Aku tahu kau sadar akan reset waktu itu.”
Mata pria itu menegang seketika. Ia mendongak, menatap Sienna dengan sorot penuh waspada. “Apa maksudmu?”
Sienna mencondongkan tubuhnya, berbicara pelan agar tidak terdengar oleh orang lain. “Aku tahu satu jam terakhir selalu hilang setiap malam pukul 02:00. Dan aku tahu kau juga sadar akan itu.”
Pria itu terdiam beberapa detik, lalu menghela napas. “Siapa namamu?”
“Sienna.”
Pria itu menatapnya lekat-lekat, seolah menilai apakah ia bisa dipercaya. Kemudian, dengan ragu, ia berkata, “Adrian.”
“Apa yang terjadi sebenarnya, Adrian?” Sienna bertanya dengan suara pelan. “Kenapa hanya kita yang bisa mengingatnya?”
Adrian menatap jam tangannya sebelum menjawab. “Kau tidak seharusnya tahu tentang ini.”
“Tapi aku tahu. Dan aku ingin tahu lebih banyak,” desak Sienna. “Jika kita sama-sama bisa mengingat reset waktu itu, pasti ada alasan di baliknya.”
Adrian menghela napas panjang, lalu menatap sekeliling untuk memastikan tidak ada yang memperhatikan mereka. “Ini bukan tempat yang aman untuk bicara. Jika kau benar-benar ingin tahu, temui aku di taman kota pukul 10 malam ini. Tapi datang sendiri.”
Sienna menatapnya ragu, tapi ia tahu ini adalah satu-satunya kesempatan untuk mendapatkan jawaban.
“Baik,” katanya akhirnya. “Aku akan datang.”
Adrian meneguk kopinya untuk terakhir kali sebelum berdiri. “Jangan bilang siapa pun. Dan Sienna…”
Sienna menatapnya, menunggu kata-kata berikutnya.
“Begitu kau mulai menggali lebih dalam, tidak ada jalan untuk kembali.”
Sienna menelan ludah, hatinya berdegup kencang.
Apa yang sebenarnya sedang ia hadapi?
Bab 4: Konspirasi yang Terungkap
Angin malam berembus pelan saat Sienna tiba di taman kota. Lampu-lampu jalan berpendar redup, menciptakan bayangan panjang di trotoar yang sepi. Hanya ada beberapa orang yang masih berkeliaran—pasangan muda yang sedang berbicara pelan di bangku taman, seorang pria tua memberi makan burung, dan seorang anak kecil yang tertidur di pelukan ibunya.
Sienna merapatkan jaketnya, matanya mencari sosok yang ia tunggu.
Tidak butuh waktu lama sebelum ia melihat Adrian, berdiri di bawah pohon besar di sudut taman. Pria itu masih mengenakan jaket kulitnya, tangannya dimasukkan ke saku celana. Ia menatap lurus ke depan, tidak bergerak, seperti sedang memikirkan sesuatu yang berat.
Sienna mendekat dengan hati-hati. “Aku datang.”
Adrian menoleh sekilas, lalu memberi isyarat agar ia mengikutinya. Mereka berjalan tanpa bicara ke area taman yang lebih sepi, jauh dari telinga orang lain. Begitu sampai di sebuah bangku kosong yang tersembunyi di antara pepohonan, Adrian akhirnya bicara.
“Berapa lama kau menyadari bahwa waktu direset?”
Sienna menghela napas. “Beberapa hari yang lalu. Awalnya aku pikir aku hanya berhalusinasi. Tapi semakin aku mencoba mencari jawaban, semakin aku yakin bahwa ini nyata.”
Adrian menatapnya lekat-lekat, seperti menilai apakah ia bisa dipercaya. “Dan kau tidak memberi tahu siapa pun?”
“Tidak. Hanya kau.”
Pria itu mengangguk pelan. “Bagus. Itu menyelamatkanmu—setidaknya untuk sekarang.”
Sienna mengernyit. “Maksudmu?”
Adrian bersandar ke bangku dan menatap langit malam. “Reset waktu ini bukan sesuatu yang terjadi secara alami. Ini bukan fenomena aneh atau kesalahan di alam semesta. Ini adalah proyek rahasia yang diciptakan oleh sekelompok orang yang sangat berkuasa.”
Sienna menahan napas. “Siapa mereka?”
Adrian terdiam sesaat sebelum menjawab. “Organisasi yang disebut Chrono Core. Mereka memiliki teknologi yang memungkinkan mereka menghapus satu jam terakhir dari waktu, memastikan bahwa hanya mereka yang memiliki kendali penuh atas perubahan yang terjadi di dunia.”
Sienna membeku di tempatnya. Ia telah membayangkan banyak teori tentang apa yang terjadi, tetapi tidak pernah terpikir bahwa ada manusia yang bertanggung jawab atas semua ini.
“Mengapa mereka melakukan ini?” tanyanya, suaranya nyaris berbisik.
Adrian menatapnya dengan ekspresi yang sulit ditebak. “Karena dalam satu jam itu, mereka bisa melakukan apa saja tanpa konsekuensi. Mereka bisa mengubah hasil pemilu, membunuh seseorang tanpa meninggalkan jejak, menghapus keputusan penting yang merugikan mereka, atau bahkan menciptakan realitas yang menguntungkan bagi pihak tertentu.”
Darah Sienna berdesir. Jadi, dunia yang ia kenal sebenarnya adalah hasil manipulasi?
“Apa kau bekerja untuk mereka?” tanyanya dengan hati-hati.
Adrian terdiam sesaat sebelum menjawab. “Aku dulu. Tapi sekarang, aku mencoba menghentikan mereka.”
Sienna menelan ludah. “Bagaimana kau bisa keluar dari organisasi itu?”
Adrian menyeringai tipis, tapi matanya tidak menunjukkan kebahagiaan. “Aku tidak pernah benar-benar keluar. Aku hanya berusaha tetap hidup sambil mencari cara untuk menghancurkan mereka.”
Sienna menatap pria itu dengan perasaan campur aduk. Jika Adrian benar-benar melawan organisasi sekuat Chrono Core, maka ia pasti dalam bahaya setiap saat.
“Lalu kenapa kau memberitahuku semua ini?” tanyanya.
Adrian menghela napas, lalu menatapnya tajam. “Karena kau salah satu dari sedikit orang yang masih bisa mengingat reset waktu. Itu berarti kau istimewa, dan Chrono Core akan segera menyadari keberadaanmu.”
Jantung Sienna berdegup kencang. “Apa maksudmu?”
Adrian mencondongkan tubuhnya, berbicara dengan nada serius. “Mereka akan mencarimu, Sienna. Dan jika mereka menemukanku lebih dulu, mereka akan menggunakan aku untuk mencapaimu.”
Darah Sienna berdesir dingin.
Ia pikir dirinya hanya menemukan keanehan yang tidak bisa dijelaskan, tapi ternyata ia telah masuk ke dalam pusaran konspirasi yang jauh lebih besar.
Dan sekarang, hidupnya mungkin tidak akan pernah sama lagi.
Bab 5: Target Buruan
Sienna berjalan cepat di trotoar dengan napas memburu, matanya terus mengawasi sekeliling. Perasaannya tidak enak sejak ia meninggalkan taman tempat Adrian menceritakan segalanya.
Chrono Core.
Sebuah organisasi yang mampu menghapus waktu dan memanipulasi dunia sesuai keinginan mereka. Seberapa kuat mereka? Seberapa banyak yang telah mereka ubah tanpa disadari orang lain?
Pikiran Sienna terus dipenuhi pertanyaan, tapi satu hal yang jelas—ia telah menarik perhatian yang salah.
Saat ia hampir mencapai apartemennya, sebuah SUV hitam berhenti di tepi jalan. Jendelanya sedikit terbuka, dan Sienna bisa merasakan tatapan seseorang dari dalam mobil.
Mereka sudah menemukanku.
Tanpa berpikir panjang, ia berbalik arah, berpura-pura tidak menyadari keberadaan mobil itu. Langkahnya semakin cepat, dan saat ia melihat gang sempit di antara dua gedung, ia langsung masuk tanpa ragu.
Namun, baru beberapa langkah, suara langkah kaki terdengar dari belakangnya.
“Sienna.”
Suaranya dalam dan tegas.
Jantungnya berdegup lebih cepat. Ia menoleh sekilas dan melihat seorang pria mengenakan jas hitam, berdiri di mulut gang.
Ia tidak mengenali pria itu, tapi dari cara ia berdiri—tenang, percaya diri—Sienna tahu bahwa pria itu bukan orang biasa.
“Jangan lari,” katanya lagi, suaranya terdengar datar, nyaris tanpa emosi.
Tapi Sienna tidak bodoh.
Ia berlari.
Tangannya menepis tempat sampah yang ada di sepanjang gang, berharap bisa memperlambat pria itu. Napasnya semakin berat, tapi ia tidak berhenti. Ia harus keluar dari gang ini dan mencari tempat ramai.
Saat hampir mencapai ujung gang, sebuah mobil lain muncul dari sisi lain, memblokir jalan.
Sienna berhenti seketika.
Di depan dan belakangnya, dua pria berbadan besar turun dari mobil, mengenakan pakaian serba hitam seperti pria pertama.
Mereka menjebakku.
Ia mundur perlahan, mencoba berpikir. Apa mereka akan membunuhku? Atau hanya menangkapku?
“Sienna,” pria pertama kembali berbicara, kali ini lebih lembut. “Kami tidak ingin menyakitimu. Kami hanya ingin bicara.”
Sienna mendengus. “Kalau begitu, kenapa kalian mengepungku seperti ini?”
Pria itu tidak langsung menjawab. Ia melangkah maju, matanya tajam menatap Sienna. “Kami tahu kau sadar tentang reset waktu. Itu bukan hal yang biasa terjadi.”
“Jadi kalian memang yang melakukannya,” Sienna menyelidik.
Pria itu tersenyum tipis. “Kami hanya mengontrol apa yang seharusnya dikendalikan. Kau tidak perlu mengkhawatirkan hal ini.”
Sienna mengepalkan tangannya. “Jadi kalian menghapus satu jam terakhir setiap malam, dan orang-orang tidak pernah tahu apa yang telah berubah? Berapa banyak nyawa yang sudah kalian korbankan?”
Pria itu tetap tersenyum, seolah pertanyaannya adalah sesuatu yang tidak perlu dibahas. “Kami menjaga keseimbangan, Sienna. Tanpa kami, dunia akan kacau.”
Sienna hampir tertawa mendengar jawaban itu. Menjaga keseimbangan? Dengan menghapus kenyataan yang tidak menguntungkan mereka?
“Tapi kau berbeda,” pria itu melanjutkan. “Kau tetap mengingatnya. Itu berarti kau adalah anomali.”
Anomali. Kata itu membuat bulu kuduk Sienna meremang.
“Jadi, apa yang akan kalian lakukan padaku?” tanyanya, mencoba tetap tenang.
Pria itu menghela napas. “Kami bisa membuatmu lupa, seperti yang kami lakukan pada yang lain. Atau…” Ia tersenyum samar. “Kau bisa ikut dengan kami. Bekerja bersama kami.”
Sienna menahan napas. “Bekerja? Untuk organisasi yang memanipulasi dunia?”
“Kau akan mendapatkan pemahaman yang lebih luas. Kau akan melihat alasan di balik semua ini. Tidak ada yang dilakukan tanpa sebab.”
Sienna terdiam. Ia tahu ia tidak bisa mempercayai mereka, tapi jika ia menolak mentah-mentah, mungkin ia tidak akan mendapatkan kesempatan kedua.
Sebelum ia sempat menjawab, sesuatu terjadi.
Sebuah suara mendesis, lalu sesuatu melesat cepat di udara.
DOR!
Salah satu pria berbaju hitam di belakangnya tersungkur, darah mengalir dari bahunya.
Sienna tersentak.
Dari kejauhan, suara langkah kaki mendekat.
“Lari, Sienna!”
Adrian.
Ia muncul di ujung gang dengan pistol di tangannya. Matanya penuh dengan kemarahan.
Sienna tidak berpikir dua kali. Ia langsung berlari ke arahnya.
Tembakan lain meledak, mengenai mobil yang diparkir di dekatnya. Orang-orang dari Chrono Core membalas dengan cepat, tapi Adrian sudah menarik Sienna ke jalan lain.
Mereka terus berlari, menghindari kejaran, hingga akhirnya berhasil masuk ke sebuah gedung tua yang terbengkalai.
Adrian menutup pintu dengan cepat dan mengunci dari dalam. Ia menatap Sienna dengan napas terengah.
“Kita dalam masalah besar,” katanya.
Sienna menatapnya, masih terkejut dengan apa yang baru saja terjadi. “Kau pikir?”
Adrian mengusap wajahnya dengan frustasi. “Mereka tidak akan berhenti. Sekarang kau adalah target mereka.”
Sienna menelan ludah.
Ini bukan lagi tentang mencari jawaban.
Sekarang, ini adalah tentang bertahan hidup.
Bab 6: Rahasia di Balik Reset Waktu
Sienna duduk di lantai gedung tua yang terbengkalai, mencoba mengatur napasnya. Tangannya masih gemetar akibat kejadian barusan. Chrono Core nyaris menangkapnya, dan jika bukan karena Adrian, ia mungkin sudah menjadi tahanan mereka—atau lebih buruk lagi.
Adrian bersandar di dinding, memeriksa peluru yang tersisa di pistolnya. “Kita harus bergerak cepat. Mereka tidak akan berhenti sampai mereka mendapatkanmu.”
Sienna menelan ludah. “Tapi kenapa aku? Kenapa aku bisa mengingat semua yang terjadi saat reset waktu? Apa yang membuatku berbeda?”
Adrian menutup magazin pistolnya dan menatapnya dengan ekspresi serius. “Aku punya teori… Tapi sebelum aku menjelaskannya, aku butuh kau percaya padaku.”
Sienna menatapnya lekat-lekat. “Aku tidak punya banyak pilihan lain, kan?”
Adrian tersenyum miring. “Tidak juga.”
Ia menghela napas sebelum mulai menjelaskan. “Chrono Core bukan sekadar organisasi biasa. Mereka memiliki teknologi yang disebut Chrono Pulse, sebuah mesin canggih yang mampu menghapus satu jam terakhir dari ingatan semua orang. Setiap pukul 02:00, mesin ini mengaktifkan gelombang elektromagnetik yang mempengaruhi otak manusia, menghapus semua kejadian yang terjadi dalam satu jam sebelumnya. Hasilnya? Dunia mengalami ‘reset’ tanpa ada yang menyadari.”
Sienna merasakan bulu kuduknya meremang. “Jadi, setiap keputusan yang dibuat sebelum pukul 02:00… bisa dihapus begitu saja?”
Adrian mengangguk. “Benar. Itu yang membuat mereka berbahaya. Mereka bisa menghapus kesalahan, menghindari bencana, atau bahkan memanipulasi realitas demi keuntungan mereka. Tidak ada yang bisa melawan mereka, karena tidak ada yang mengingat apa pun setelah reset terjadi.”
Sienna mencoba mencerna informasi itu. “Tapi aku mengingatnya.”
Adrian mengangguk lagi. “Dan itu masalah besar bagi mereka.”
Sienna menggigit bibirnya. “Kenapa aku? Kenapa aku tidak terpengaruh oleh Chrono Pulse?”
Adrian menatapnya dalam-dalam sebelum akhirnya menjawab. “Kau ingat pernah mengalami kecelakaan lima tahun lalu?”
Sienna terkejut. “Bagaimana kau tahu itu?”
“Aku sudah menyelidikimu sejak kau mulai sadar akan reset waktu,” kata Adrian. “Lima tahun lalu, kau mengalami kecelakaan yang membuatmu koma selama beberapa minggu. Saat itu, kau menjalani operasi otak akibat pendarahan yang cukup parah.”
Sienna mulai mengingatnya. Ya, ia memang pernah mengalami kecelakaan mobil yang cukup serius. Ia kehilangan sebagian ingatannya selama beberapa waktu, tapi akhirnya pulih seperti sedia kala… atau setidaknya, begitulah yang ia pikirkan.
Adrian melanjutkan. “Setelah operasi itu, ada perubahan dalam struktur otakmu. Aku menduga bahwa otakmu tidak merespon gelombang Chrono Pulse dengan cara yang sama seperti orang lain. Itu sebabnya kau tetap bisa mengingat semuanya.”
Sienna merasakan perutnya bergejolak. Jadi, kecelakaan yang hampir merenggut nyawanya ternyata membuatnya kebal terhadap teknologi Chrono Core?
“Tapi kenapa hanya aku?” tanyanya.
“Bukan hanya kau,” jawab Adrian. “Ada beberapa orang lain yang juga mengalami kondisi yang sama, tapi mereka semua sudah menghilang.”
Sienna menegang. “Menghilang? Maksudmu…?”
Adrian menghela napas berat. “Chrono Core tidak bisa membiarkan ada orang yang kebal terhadap reset waktu. Mereka akan memburu siapa pun yang memiliki kemampuan ini dan ‘menyingkirkan’ mereka. Itulah kenapa aku tahu mereka tidak akan berhenti sampai mendapatkanmu.”
Sienna merasa mual. Jadi, semua ini bukan kebetulan. Mereka memburu orang-orang seperti dirinya.
Adrian menatapnya tajam. “Kita tidak bisa hanya bersembunyi. Kita harus menghancurkan Chrono Pulse.”
Sienna menelan ludah. “Kau serius?”
Adrian mengangguk. “Kalau kita bisa menghancurkan mesin itu, reset waktu akan berhenti. Mereka tidak akan bisa lagi mengendalikan dunia sesuai keinginan mereka.”
“Tapi itu mustahil, kan?” Sienna berkata dengan suara bergetar. “Organisasi ini jelas punya kekuatan besar. Mereka pasti memiliki sistem keamanan yang sangat ketat.”
Adrian tersenyum kecil. “Tentu saja. Tapi aku punya seseorang di dalam.”
Sienna membelalakkan mata. “Kau punya mata-mata di Chrono Core?”
Adrian mengangguk. “Orang ini bekerja sebagai teknisi di fasilitas utama mereka. Dia tahu cara masuk ke sistem Chrono Pulse dan menghancurkannya dari dalam.”
Sienna merasa kepalanya semakin berat. Ini semua terasa seperti sesuatu yang di luar kemampuannya. Namun, ia tahu satu hal—selama Chrono Core masih ada, hidupnya tidak akan pernah kembali normal.
Ia menarik napas dalam, mencoba menenangkan dirinya. “Jadi… apa rencana kita?”
Adrian tersenyum tipis. “Kita menemui orang dalamku. Dan setelah itu… kita merusak mesin yang bisa mengendalikan dunia.”
Sienna tahu, ini adalah awal dari sesuatu yang jauh lebih besar dari yang pernah ia bayangkan. Dan ia tidak bisa kembali lagi.
Sekarang, pertarungan sudah dimulai.
Bab 7: Pilihan yang Sulit
Sienna duduk di dalam mobil yang dikendarai Adrian, menatap jalanan malam yang sepi. Lampu-lampu kota berpendar di kejauhan, tetapi pikirannya jauh dari keindahan itu.
Menghancurkan Chrono Pulse.
Sebuah misi yang terdengar mustahil. Namun, jika mereka tidak melakukan sesuatu, maka dunia akan terus berada di bawah kendali Chrono Core.
“Apa kau yakin orang dalammu bisa dipercaya?” tanya Sienna, memecah keheningan.
Adrian mengangguk, tetap fokus mengemudi. “Aku sudah mengenalnya selama bertahun-tahun. Dia tidak setuju dengan apa yang dilakukan Chrono Core, tapi dia tidak bisa keluar. Ini satu-satunya cara baginya untuk melawan dari dalam.”
Sienna menarik napas dalam. Bagaimana jika ini jebakan?
“Aku mengerti jika kau ragu,” kata Adrian seolah bisa membaca pikirannya. “Tapi kita tidak punya pilihan lain.”
Sienna tidak menjawab. Ia menatap jendela, melihat pantulan dirinya yang tampak lelah dan penuh kecemasan.
Mobil akhirnya berhenti di sebuah gudang tua di pinggiran kota. Adrian mematikan mesin dan berbalik menatapnya. “Kita harus cepat. Dia tidak bisa lama-lama di sini.”
Mereka turun dan berjalan ke arah pintu besi besar. Adrian mengetuknya tiga kali, lalu berhenti sejenak, lalu mengetuk dua kali lagi.
Setelah beberapa detik, pintu terbuka sedikit, memperlihatkan seorang pria berkacamata dengan ekspresi tegang.
“Kalian diikuti?” tanyanya cepat.
Adrian menggeleng. “Tidak. Aman.”
Pria itu mengangguk dan membuka pintu lebih lebar. “Masuklah.”
Sienna melangkah masuk, mengikuti Adrian. Di dalam, gudang itu tampak seperti tempat persembunyian. Ada beberapa layar komputer, peta, dan dokumen berserakan di meja.
“Aku Liam,” kata pria itu, menatap Sienna dengan penuh rasa ingin tahu. “Jadi, ini gadis yang kebal terhadap reset waktu?”
Sienna mengangguk pelan. “Aku kira hanya aku yang seperti ini.”
Liam menggeleng. “Sebenarnya, ada beberapa orang lain sepertimu. Tapi…” Ia ragu sejenak. “Mereka sudah menghilang.”
Sienna menelan ludah. “Apa maksudmu?”
“Mereka diburu oleh Chrono Core. Begitu mereka menemukan seseorang yang kebal terhadap reset waktu, mereka memastikan orang itu tidak bisa mengungkap rahasia ini kepada dunia.”
Sienna merasa perutnya bergejolak. Jadi, jika mereka tertangkap, itu akhir dari segalanya.
“Kita tidak punya banyak waktu,” kata Adrian, duduk di kursi kayu usang. “Bagaimana caranya kita menghancurkan Chrono Pulse?”
Liam menghela napas dan menyalakan salah satu komputer. “Aku sudah mencari celah dalam sistem mereka. Chrono Pulse berada di markas pusat mereka, di gedung bawah tanah yang dijaga ketat. Tidak ada cara untuk masuk tanpa izin.”
“Lalu?” Sienna menyela. “Kau bilang kau bekerja di sana. Tidak bisakah kita menyusup dengan bantuanmu?”
Liam tersenyum tipis. “Tentu saja. Tapi ada masalah lain. Untuk menghancurkan mesin itu, kita butuh kode penghentian yang hanya bisa diakses oleh seseorang di level atas.”
Adrian menyandarkan tubuhnya ke kursi, berpikir. “Siapa yang memilikinya?”
Liam menatap mereka dengan serius. “Salah satu petinggi Chrono Core. Dan… dia adalah ayahmu, Adrian.”
Sienna terkejut, menatap Adrian yang tampak membeku di tempatnya.
“Kau bercanda?” gumam Sienna.
Liam menggeleng. “Aku tidak bercanda. Ayah Adrian, Marcus Sinclair, adalah salah satu pencipta Chrono Pulse. Dialah yang memegang kode penghentian itu.”
Sienna menatap Adrian yang masih diam. “Kenapa kau tidak memberitahuku ini?”
Adrian menatapnya, matanya penuh luka yang tersembunyi. “Karena aku berharap aku tidak perlu berurusan dengannya lagi.”
Liam menatap mereka berdua. “Kita tidak punya pilihan. Jika kita ingin menghancurkan Chrono Pulse, kita harus mendapatkan kode itu dari ayahmu.”
Adrian mengusap wajahnya dengan frustasi. “Dan kau pikir dia akan memberikannya begitu saja?”
“Tentu tidak,” jawab Liam. “Tapi jika kau bisa mendekatinya, mencari tahu di mana kode itu disimpan, kita punya kesempatan.”
Sienna melihat ekspresi Adrian yang penuh konflik. Ini bukan hanya tentang menghancurkan Chrono Core bagi Adrian—ini juga tentang menghadapi masa lalunya.
“Apa yang akan kau lakukan?” tanya Sienna pelan.
Adrian terdiam cukup lama sebelum akhirnya menghela napas. “Aku akan menemuinya.”
Sienna merasakan kegelisahan menjalar di tubuhnya. Ini adalah keputusan berbahaya. Tapi ini satu-satunya cara.
Kini, mereka bukan hanya melawan organisasi besar.
Mereka juga harus berhadapan dengan seseorang yang sangat berkuasa—dan sangat berbahaya.
Bab 8: Pengkhianatan
Adrian berdiri di depan sebuah gedung pencakar langit yang menjulang tinggi di pusat kota. Matanya menatap logo besar di atas pintu masuk: Chrono Core. Tempat yang dulu ia sebut sebagai rumah, kini menjadi markas musuh yang harus ia hancurkan.
Sienna duduk di dalam mobil beberapa blok dari sana, memegang ponselnya erat. “Kau yakin ini ide bagus?” tanyanya melalui sambungan telepon.
“Tidak,” jawab Adrian jujur. “Tapi ini satu-satunya cara.”
Sienna menggigit bibirnya, merasa tidak nyaman dengan rencana ini. “Kalau ini jebakan, kau tidak akan bisa keluar dari sana.”
“Aku tahu,” kata Adrian pelan. “Tapi kalau aku tidak melakukannya, kita tidak akan pernah bisa menghancurkan Chrono Pulse.”
Hening sejenak.
“Berhati-hatilah,” kata Sienna akhirnya.
Adrian tidak menjawab, hanya mengakhiri panggilan dan melangkah masuk ke gedung.
Di Dalam Markas Chrono Core
Pintu kaca otomatis terbuka saat Adrian melangkah masuk. Lobi luas dengan desain futuristik menyambutnya. Sejumlah pegawai berpakaian formal berlalu-lalang, tak menyadari bahwa ada seorang penghianat di antara mereka.
Ia berjalan dengan percaya diri menuju resepsionis. “Aku ingin bertemu Marcus Sinclair,” katanya tegas.
Resepsionis itu, seorang wanita muda dengan rambut pendek, mengangkat alis. “Anda memiliki janji?”
Adrian menatapnya tajam. “Katakan padanya Adrian Sinclair ingin berbicara.”
Mata wanita itu sedikit membesar mendengar nama itu. “Tunggu sebentar.” Ia segera menghubungi seseorang melalui interkom.
Beberapa menit kemudian, seorang pria berpakaian jas hitam muncul. “Ikut denganku,” katanya tanpa basa-basi.
Adrian mengikuti pria itu menaiki lift ke lantai tertinggi gedung. Saat pintu terbuka, ia disambut oleh ruangan luas dengan jendela kaca besar yang memperlihatkan pemandangan kota.
Di sana, berdiri seorang pria paruh baya dengan rambut abu-abu yang tertata rapi, mengenakan jas mahal. Matanya tajam, penuh wibawa.
Marcus Sinclair.
Ayahnya.
Adrian menelan ludah, menahan gelombang emosi yang menghantam dirinya.
“Akhirnya kau kembali,” kata Marcus tanpa menoleh. “Kau datang untuk meminta maaf?”
Adrian mengepalkan tangannya. “Aku datang untuk mendapatkan kode penghentian Chrono Pulse.”
Marcus akhirnya menoleh, tersenyum kecil. “Jadi, kau benar-benar berkhianat pada keluargamu.”
“Bukan keluarga,” Adrian membalas cepat. “Kau bukan keluargaku, Marcus. Aku bukan boneka yang bisa kau kendalikan.”
Marcus tertawa pelan. “Kau selalu keras kepala, seperti ibumu.”
Adrian merasakan amarahnya semakin memuncak. “Jangan bawa-bawa Ibu dalam hal ini.”
Marcus mengangkat bahu santai. “Kau tidak mengerti, Adrian. Chrono Core bukan organisasi jahat. Kami menjaga keseimbangan dunia.”
Adrian mendengus. “Menjaga keseimbangan dengan menghapus kenyataan yang tidak menguntungkan kalian?”
Marcus menatapnya dalam-dalam. “Bayangkan jika kita bisa mencegah perang, menghindari bencana besar, atau membatalkan keputusan yang bisa menghancurkan peradaban. Apa itu terdengar seperti kejahatan bagimu?”
Adrian terdiam sesaat.
Marcus melangkah mendekat. “Aku menawarkanmu satu kesempatan, Adrian. Bergabunglah kembali. Lupakan semua ini. Kau tahu seberapa besar kekuatan yang bisa kita miliki.”
Adrian mengepalkan tangannya. “Aku tidak tertarik menjadi bagian dari permainan kotormu.”
Marcus menghela napas panjang, lalu menatapnya dingin. “Kau tahu, aku berharap kau memilih jalur yang berbeda.”
Sebelum Adrian bisa bereaksi, pintu ruangan terbuka, dan beberapa pria berbadan besar masuk dengan senjata terhunus.
Jebakan.
Adrian mengumpat dalam hati.
Marcus tersenyum tipis. “Aku tahu kau akan datang. Dan aku tahu kau tidak akan berubah pikiran.”
Adrian melirik sekelilingnya. Tidak ada jalan keluar yang mudah.
“Tangkap dia,” perintah Marcus.
Dua pria langsung maju. Adrian menghindar dengan cepat, menendang salah satu dari mereka sebelum melumpuhkan yang lainnya dengan pukulan ke tenggorokan. Namun, lebih banyak penjaga masuk, membuatnya kewalahan.
Sebuah pukulan keras menghantam perutnya, membuatnya terhuyung. Sebelum ia bisa bangkit, salah satu pria menarik tangannya ke belakang dan memborgolnya.
Marcus mendekat, menatapnya dengan ekspresi puas. “Aku kecewa padamu, Adrian. Tapi jangan khawatir. Setelah reset berikutnya, kau tidak akan mengingat apa pun.”
Adrian mencoba melawan, tetapi seseorang menyuntikkan sesuatu ke lehernya.
Matanya mulai kabur.
Pikirannya semakin berat.
Sebelum semuanya gelap, satu pikiran terakhir terlintas di benaknya:
Sienna dalam bahaya.
Bab 9: Menghentikan Reset Waktu
Sienna duduk gelisah di dalam mobil, menggigit bibirnya sambil menatap layar ponselnya yang masih sunyi. Sudah lebih dari satu jam sejak Adrian masuk ke gedung Chrono Core, tapi belum ada kabar.
Liam, yang duduk di kursi penumpang, mengetik sesuatu di laptopnya. “Aku tidak suka ini,” katanya tanpa mengalihkan pandangan dari layar. “Dia seharusnya sudah menghubungi kita.”
Sienna mencoba tetap tenang, tapi firasat buruk semakin menyesakkan dadanya. “Kalau ini jebakan, kita tidak bisa hanya duduk di sini.”
Liam mengetuk tombol enter dengan cepat, lalu menggeleng. “Aku mencoba mengakses jaringan internal mereka, tapi pertahanan mereka sangat ketat. Mereka pasti sudah menangkap Adrian.”
Jantung Sienna berdegup cepat. Tidak, ini tidak boleh terjadi.
“Lalu apa rencananya?” tanyanya. “Kita tidak bisa meninggalkannya.”
Liam menatapnya, ekspresi wajahnya tegang. “Aku bisa meretas sistem keamanan untuk membuka akses ke dalam gedung. Tapi setelah itu, kita harus bergerak cepat.”
Sienna menarik napas dalam, mencoba mengendalikan ketakutannya. Mereka harus menyelamatkan Adrian.
“Lakukan,” katanya mantap.
Liam mulai mengetik cepat, dan beberapa detik kemudian, sebuah peta digital gedung Chrono Core muncul di layar laptopnya. “Aku bisa membuka akses ke lorong bawah tanah. Ada jalur servis yang bisa kita gunakan.”
Sienna mengangguk. “Kalau begitu, ayo kita mulai.”
Di Dalam Gedung Chrono Core
Sienna dan Liam bergerak cepat melalui lorong gelap di bawah gedung. Udara di dalam terasa dingin, dan setiap langkah kaki mereka bergema di sepanjang dinding logam.
“Kita harus mencapai ruang pusat kendali,” bisik Liam. “Dari sana, aku bisa menonaktifkan sistem keamanan dan mencari lokasi Adrian.”
Sienna mengangguk, menggenggam pisau lipat kecil di saku jaketnya—satu-satunya senjata yang ia punya.
Mereka akhirnya tiba di sebuah ruangan dengan panel komputer besar yang menyala redup. Liam segera duduk di kursi dan mulai mengetik, sementara Sienna berjaga di pintu.
“Aku menemukannya,” kata Liam setelah beberapa detik. “Adrian ada di ruang interogasi di lantai 30.”
Sienna mengepalkan tangannya. Mereka tidak punya banyak waktu.
Liam menekan beberapa tombol lagi. “Aku menonaktifkan kamera keamanan di jalur menuju sana. Tapi kita harus bergerak sekarang sebelum mereka menyadarinya.”
Tanpa ragu, Sienna berlari menuju tangga darurat, dengan Liam mengekor di belakangnya.
Di lantai 30, Adrian terikat di kursi dengan borgol di tangannya. Tubuhnya lemas akibat suntikan yang diberikan padanya, tetapi pikirannya masih cukup sadar untuk memahami satu hal: ia harus keluar dari sini.
Marcus berdiri di depan meja, menatapnya dengan ekspresi penuh kemenangan. “Seharusnya kau menerima tawaranku, Adrian.”
Adrian mendengus. “Dan menjadi boneka sepertimu?”
Marcus menghela napas. “Aku ingin memberikanmu kesempatan. Tapi sayangnya, kau terlalu keras kepala.”
Sebelum ia bisa menjawab, terdengar suara dentuman keras dari luar. Alarm berbunyi.
Marcus menyipitkan mata. “Sepertinya temanmu datang menyelamatkanmu.”
Adrian tersenyum tipis meski tubuhnya masih lemah. “Kau pikir aku datang sendirian?”
Tepat saat itu, pintu ruangan terbuka dengan keras.
Sienna masuk dengan napas terengah-engah, pisau kecil di tangannya. “Lepaskan dia,” katanya tajam.
Marcus menatapnya sebentar, lalu tersenyum. “Kau benar-benar nekat, nona.”
Beberapa penjaga yang berada di dalam ruangan segera bergerak untuk menyerangnya. Sienna menghindar dengan lincah, menebaskan pisaunya ke salah satu pria yang mencoba menangkapnya.
Liam muncul dari belakang, menembakkan taser ke salah satu penjaga, membuatnya tersungkur.
Adrian mengambil kesempatan ini untuk menjatuhkan kursinya ke samping, lalu meraih pistol yang diselipkan salah satu penjaga di sabuknya. Dengan cepat, ia menembakkan peluru ke borgol yang mengikat tangannya, membebaskan dirinya.
Marcus terbelalak. “Berani sekali kau—”
Adrian mengarahkan pistol ke arah ayahnya. “Jangan coba-coba.”
Marcus mengangkat tangan, ekspresinya tetap tenang. “Kau tidak akan menembakku, Adrian. Aku tahu kau lebih baik dari itu.”
Adrian menggeram, lalu menurunkan senjatanya. “Aku tidak perlu menembakmu. Aku hanya perlu menghancurkan Chrono Pulse.”
Marcus tersenyum tipis. “Itulah kesalahan terbesarmu.”
Tiba-tiba, suara pengumuman terdengar melalui interkom.
“Proses reset waktu akan dimulai dalam 60 detik.”
Sienna merasakan jantungnya mencelos. “Tidak… Mereka akan menghapus satu jam terakhir.”
Liam menatap Adrian. “Kita harus segera ke ruang kontrol Chrono Pulse!”
Adrian menatap Marcus tajam. “Aku akan mengakhiri ini.”
Mereka bertiga berlari keluar dari ruangan, meninggalkan Marcus yang masih tersenyum di belakang mereka.
Waktu terus berjalan.
Mereka hanya punya 60 detik untuk menghentikan reset waktu.
Bab 10: Waktu yang Tak Bisa Dihapus
59 detik…
Sienna, Adrian, dan Liam berlari secepat mungkin melewati lorong-lorong steril Chrono Core. Alarm berbunyi di seluruh gedung, menandakan bahwa reset waktu akan segera dimulai.
50 detik…
“Dimana ruang kontrol Chrono Pulse?” tanya Sienna, napasnya memburu.
Liam mengetik sesuatu di perangkat kecilnya sambil tetap berlari. “Di lantai bawah, tepat di pusat gedung ini. Tapi kita harus menonaktifkan sistem pengamanan terlebih dahulu, atau kita tidak akan bisa masuk!”
42 detik…
Adrian mengeluarkan pistolnya dan menembak sensor keamanan di pintu lift. “Tidak ada waktu untuk bypass. Kita harus paksa masuk!”
Mereka bertiga masuk ke dalam lift, dan Liam segera menekan tombol ke lantai bawah. “Semoga mereka belum mengunci akses ini…”
Lift bergerak turun.
30 detik…
Saat pintu terbuka, mereka langsung disambut oleh beberapa penjaga bersenjata.
“Tembak mereka!” teriak Adrian.
Sienna menunduk saat Adrian menembakkan pistolnya, mengenai salah satu penjaga. Liam dengan cepat menembakkan taser ke yang lain, membuatnya jatuh tersungkur.
25 detik…
“RUANG KONTROL ADA DI SANA!” Liam menunjuk pintu baja besar di ujung koridor.
Mereka berlari menuju pintu tersebut, tetapi saat Adrian mencoba membuka, layar di samping pintu menampilkan pesan “ACCESS DENIED”.
“Brengsek!” Adrian mengumpat. “Kita butuh kode dari Marcus!”
20 detik…
Sienna menatap panel digital itu, otaknya bekerja cepat. Jika mereka tidak bisa mendapatkan kode…
Mata Sienna menangkap sesuatu di dinding—sebuah jalur ventilasi kecil.
Tanpa berpikir panjang, ia berlari dan meraih obeng yang terjatuh dari salah satu penjaga. Dengan cepat, ia membuka sekrup ventilasi.
“Apa yang kau lakukan?” tanya Liam panik.
“Kalau kita tidak bisa masuk lewat pintu, kita masuk lewat cara lain!” Sienna berkata cepat sambil merangkak masuk.
15 detik…
Di dalam ventilasi, Sienna merayap secepat mungkin. Udara di dalam terasa panas, tetapi ia terus maju. Setelah beberapa meter, ia menemukan celah kecil yang mengarah ke dalam ruang kontrol.
Di dalam ruangan itu, layar besar menampilkan hitungan mundur. 10 detik tersisa.
Sienna mendorong jeruji ventilasi dan melompat ke dalam ruangan.
8 detik…
Ia berlari menuju panel kontrol. Jari-jarinya gemetar saat melihat banyaknya tombol dan layar digital.
7 detik…
“Aku butuh cara untuk menghentikan reset!” gumamnya panik.
6 detik…
Di layar utama, ada dua opsi: “Reset Waktu: Aktif” dan “Matikan Sistem”.
Sienna menggerakkan kursi ke depan layar dan dengan cepat mengetik. Tapi butuh akses administrator.
5 detik…
Tiba-tiba, suara interkom berbunyi.
“Sienna.”
Sienna membeku. Itu suara Marcus.
“Jika kau menonaktifkan Chrono Pulse, kau tidak akan bisa mengembalikan dunia yang telah kami atur dengan sempurna.”
4 detik…
“Berhentilah berpikir bahwa kau bisa menyelamatkan semua orang. Dunia akan lebih kacau tanpa kami.”
3 detik…
Sienna menggigit bibirnya. Ini bukan tentang menyelamatkan semua orang. Ini tentang memberi mereka kebebasan untuk membuat pilihan mereka sendiri.
2 detik…
Ia menekan tombol “Matikan Sistem.”
1 detik…
Seluruh layar berkedip. Lalu…
RESET WAKTU: GAGAL.
Alarm mendadak berhenti. Semua sistem dalam gedung tiba-tiba padam.
Pintu ruangan terbuka, dan Adrian serta Liam berlari masuk.
“Kau berhasil?” tanya Adrian, matanya penuh harapan.
Sienna mengangguk, napasnya masih terengah. “Tidak ada lagi reset waktu.”
Liam memeriksa layar yang kini menunjukkan pesan “Chrono Pulse: Sistem Tidak Dapat Dipulihkan.”
“Ini sudah berakhir,” katanya sambil tersenyum.
Namun, sebelum mereka bisa merayakan kemenangan, terdengar suara langkah kaki di lorong.
Marcus berdiri di ambang pintu, ekspresinya tetap tenang. “Kalian pikir ini akan menghentikan kami?”
Adrian mengangkat pistolnya, tetapi Marcus hanya tersenyum. “Aku sudah mengantisipasi ini. Dan percayalah, ini bukan akhir.”
Sienna menatapnya tajam. “Tidak ada lagi waktu yang bisa kalian hapus, Marcus. Dunia akhirnya akan melihat kenyataan.”
Marcus menghela napas, lalu berbalik meninggalkan ruangan. Tidak ada amarah, tidak ada ancaman lebih lanjut.
Hanya satu hal yang tersisa.
Kebebasan.
Beberapa minggu setelah kehancuran Chrono Pulse, berita tentang Chrono Core mulai menyebar. Banyak yang awalnya tidak percaya bahwa selama ini mereka telah hidup dalam realitas yang dimanipulasi.
Adrian menghilang, mungkin untuk memastikan tidak ada lagi organisasi yang bisa melakukan hal yang sama.
Sienna, di sisi lain, memilih untuk tetap berada di dunia yang akhirnya bisa ia percayai.
Untuk pertama kalinya dalam hidupnya, ia tahu bahwa waktu akhirnya berjalan seperti seharusnya.
Tidak ada lagi reset.
Tidak ada lagi manipulasi.
Hanya ada masa depan yang bisa mereka tentukan sendiri.
TAMAT.
Novel ini ditulis oleh Evi Fauzi, Penulis dari Novel Singkat. Baca juga novel romantis dan fiksi ilmiah lainnya.