Novel Singkat Infinity Loop Mencintai dalam Dimensi Waktu
Novel Singkat Infinity Loop Mencintai dalam Dimensi Waktu

Novel Singkat: Infinity Loop, Mencintai dalam Dimensi Waktu

Ariana, seorang ilmuwan jenius, menciptakan mesin waktu setelah kehilangan Adrian, dalam kecelakaan tragis. Bertekad untuk menyelamatkannya, ia melompati berbagai titik waktu. Namun, setiap perjalanan hanya mempertemukannya dengan versi Adrian yang berbeda, masing-masing menyimpan rahasia gelap.

Mampukah Ariana menemukan Adrian yang sebenarnya? Atau, apakah dia terjebak dalam labirin waktu yang tidak memiliki jalan keluar?

Bab 1: Permulaan yang Berulang

Malam itu, Ariana duduk di depan meja kerja di laboratoriumnya, tatapan kosong menatap layar monitor yang penuh dengan perhitungan rumit. Tangannya gemetar saat ia menggenggam sebuah liontin kecil berbentuk jam saku satu-satunya peninggalan dari Adrian, tunangannya yang telah meninggal dalam kecelakaan tragis satu tahun lalu.

Setiap malam sejak kepergiannya, Ariana dihantui oleh pikiran yang sama: Bagaimana jika aku bisa menyelamatkannya? Bagaimana jika ada cara untuk mengubah takdir?

Di hadapannya berdiri sebuah kapsul logam berukuran besar dengan panel kontrol yang dipenuhi tombol dan layar berkedip-kedip. Mesin waktu pertamanya. Butuh waktu bertahun-tahun bagi Ariana untuk menyempurnakan teori yang dulu hanya menjadi fantasi ilmiah. Kini, dia berada di ambang pencapaian terbesar dalam hidupnya—dan sekaligus langkah paling berbahaya yang pernah dia ambil.

Ariana menarik napas dalam. Dia tahu konsekuensi dari perjalanan waktu tidak bisa dianggap remeh. Sejarah sudah terlalu sering mengajarkan bahwa mengubah masa lalu bukanlah hal yang bijak. Tapi ini bukan sekadar eksperimen. Ini tentang Adrian.

Dia melirik layar hologram di sampingnya, menampilkan rekaman kecelakaan yang sudah ditontonnya ratusan kali. Adrian berada di dalam mobilnya di sebuah persimpangan, detik-detik sebelum sebuah truk melaju kencang dan menabraknya tanpa ampun. Tidak ada yang selamat. Tidak ada kemungkinan keajaiban.

Tapi bagaimana jika… hanya bagaimana jika… dia bisa kembali beberapa menit sebelum kejadian itu? Jika dia bisa memperingatkan Adrian? Jika dia bisa mengubah jalannya sejarah?

Ariana memasukkan koordinat waktu ke dalam mesin. 8 Januari 2043, pukul 22:45 sepuluh menit sebelum kecelakaan. Jantungnya berdetak lebih cepat saat dia menekan tombol aktivasi. Suara dengungan rendah memenuhi ruangan, diikuti oleh kilatan cahaya biru yang membungkus tubuhnya.

Dan dalam sekejap, dunia di sekelilingnya lenyap.

Ariana membuka matanya dan menyadari dia kini berdiri di trotoar di dekat jalan tempat kecelakaan itu terjadi. Udara dingin menusuk kulitnya, dan suara deru kendaraan terdengar samar di kejauhan. Lampu jalan berpendar redup, memberi suasana yang begitu nyata—ini bukan simulasi, bukan eksperimen di laboratorium. Dia benar-benar ada di sini.

Dia melihat ke arah jam tangannya. 22:45. Masih ada waktu.

Dengan langkah cepat, Ariana berlari menuju tempat yang dia tahu Adrian akan berada. Napasnya memburu, jantungnya seakan ingin melompat keluar dari dadanya. Dia menyeberangi jalan, melewati deretan toko yang sudah tutup, dan akhirnya melihat sosok yang begitu ia rindukan Adrian, sedang berdiri di samping mobilnya, tampak sibuk dengan ponselnya.

Ariana hampir saja berteriak memanggilnya, tetapi sesuatu menghentikannya.

Adrian tampak berbeda.

Bukan dari segi fisik itu masih wajah yang sama yang ia kenal dan cintai. Tetapi ekspresi Adrian… dingin, penuh kehati-hatian, seolah dia menyadari sesuatu yang tidak Ariana ketahui.

Dan saat Adrian menoleh ke arahnya, tatapan matanya bukanlah tatapan seorang tunangan yang terkejut melihat wanita yang seharusnya tidak ada di sana. Tidak ada kebingungan, tidak ada rasa kaget.

Sebaliknya, ada kesadaran dalam sorot matanya. Seolah dia sudah menunggu Ariana sejak awal.

“Ariana…” suara Adrian terdengar pelan, hampir tidak percaya. “Kau akhirnya datang.”

Dunia Ariana seakan berhenti berputar.

“Apa maksudmu?” tanyanya, suaranya nyaris bergetar.

Adrian tersenyum samar, tetapi bukan senyum yang ia kenal. Itu bukan senyum hangat tunangannya yang lembut dan penuh kasih. Itu senyum seseorang yang menyimpan rahasia besar.

“Aku sudah menunggumu sejak lama,” ujar Adrian. “Tapi bukan di masa ini.”

Sebelum Ariana sempat bereaksi, suara klakson keras menggema di udara. Dia menoleh dan melihat truk besar melaju dengan kecepatan tinggi, menuju ke arah Adrian—persis seperti yang terjadi dalam rekaman kecelakaan.

Ariana bergerak secepat yang dia bisa. Dia berlari ke arahnya, tangannya terulur untuk menarik Adrian menjauh dari bahaya. Tapi sesuatu yang aneh terjadi.

Saat tangannya hampir menyentuh lengan Adrian, tubuhnya seakan melewati udara kosong. Seperti dia menyentuh bayangan.

Mata Ariana melebar. Adrian menatapnya dengan tatapan penuh penyesalan, lalu berbisik, “Aku minta maaf.”

Detik berikutnya, truk melintas… dan Adrian menghilang begitu saja.

Tidak ada benturan. Tidak ada tubuh yang terhempas.

Adrian benar-benar lenyap dari keberadaan, seolah dia tidak pernah ada di sana.

Ariana terdiam di tengah jalan, napasnya terengah-engah. Dunianya berputar. Ini bukan hanya tentang menyelamatkan Adrian.

Ini tentang mencari tahu siapa Adrian sebenarnya.

Dan mungkin, tentang memahami bahwa takdirnya jauh lebih rumit daripada yang ia bayangkan.

Bab 2: Adrian yang Berbeda

Ariana terduduk di trotoar, napasnya masih tersengal setelah kejadian tadi. Jalanan di sekitarnya terasa hening, seolah waktu sendiri sedang menahan napas bersamanya. Truk yang seharusnya menabrak Adrian kini hanya melaju seperti biasa, tanpa tanda-tanda kecelakaan. Tidak ada darah. Tidak ada tubuh. Tidak ada jejak Adrian.

Dia mencoba mengatur pikirannya, tapi kepanikannya terlalu besar.

“Adrian menghilang… seperti bayangan.”

Bagaimana itu mungkin? Seharusnya dia bisa menyelamatkannya, seharusnya ini berhasil! Tapi yang terjadi justru lebih membingungkan daripada yang ia bayangkan.

Sebuah suara elektronik terdengar dari arlojinya—indikator bahwa dia kehabisan waktu di masa lalu. Tubuhnya mulai terasa berat, gravitasi seolah menariknya kembali. Ariana menatap ke arah kosong tempat Adrian tadi berdiri, sebelum dunia di sekelilingnya berubah kembali menjadi kilatan cahaya biru.

Laboratorium, Waktu Sekarang

Ariana terjatuh ke lantai saat mesin waktu selesai beroperasi. Napasnya masih tersengal, tubuhnya lemas akibat perjalanan itu.

Dia tidak tahu berapa lama dia hanya duduk diam di lantai, mencoba memahami apa yang baru saja terjadi. Mesin waktu ini tidak boleh gagal. Tidak setelah semua yang dia lalui untuk menciptakannya.

Tangannya meraih laptop di meja, dengan cepat ia membuka rekaman perjalanan waktunya. Namun, sesuatu membuatnya merinding.

File rekaman kosong.

Seharusnya semua data mengenai perjalanannya tersimpan secara otomatis. Tapi kali ini, tidak ada jejak bahwa dia pernah pergi ke masa lalu.

Dengan panik, Ariana mencoba mencari log sistem. Namun, alih-alih menemukan rekaman perjalanannya, dia justru menemukan sesuatu yang lebih aneh:

“Pengguna tidak memiliki izin untuk mengakses data ini.”

Jantungnya berdegup lebih cepat.

“Tidak mungkin… siapa yang bisa menghapus data ini? Aku satu-satunya yang memiliki akses ke sistem ini!”

Tapi sebelum dia sempat berpikir lebih jauh, sebuah suara mengejutkannya.

“Sepertinya kau telah menemukan sesuatu yang seharusnya tidak kau ketahui, Ariana.”

Ariana menoleh dengan cepat. Di sana, berdiri seorang pria yang sangat dikenalnya—Adrian.

Namun, bukan Adrian yang dia kenal.

Adrian yang Berbeda

Ariana menahan napas, jari-jarinya mencengkeram meja seolah itu satu-satunya yang membuatnya tetap berdiri tegak.

Pria di hadapannya memang mirip Adrian, tetapi ada sesuatu yang berbeda. Tatapannya tajam, dingin, dan penuh perhitungan. Dia mengenakan setelan serba hitam, bukan pakaian santai seperti yang biasa Adrian kenakan.

Dan yang paling mengerikan—dia masih hidup.

“Adrian… kau…” suara Ariana hampir tak keluar. “Kau seharusnya sudah mati. Aku melihatmu—”

“Aku tahu apa yang kau coba lakukan,” potong pria itu. “Dan aku harus memperingatkanmu. Berhentilah bermain dengan waktu sebelum kau menghancurkan sesuatu yang lebih besar dari yang bisa kau bayangkan.”

Ariana mundur selangkah. “Apa yang kau bicarakan? Aku hanya ingin menyelamatkanmu!”

Adrian menghela napas panjang. “Aku bukan pria yang kau kenal, Ariana. Aku bukan Adrian yang mati dalam kecelakaan itu.”

Dunia Ariana seakan runtuh saat mendengar kata-kata itu. “Apa… maksudmu?”

Pria itu menatapnya dalam-dalam sebelum menjawab.

“Aku Adrian dari masa lain. Dan aku datang untuk memperingatkanmu—jangan pernah mencoba mengubah apa yang sudah ditetapkan waktu.”

Ariana merasa kepalanya berdenyut hebat. Ini tidak masuk akal, dari masa lain? Apakah ini efek dari perjalanannya?

“Aku tidak mengerti,” gumam Ariana. “Jika kau benar-benar Adrian, lalu siapa pria yang meninggal di kecelakaan itu? Dan kenapa setiap kali aku mencoba menyelamatkanmu, aku malah bertemu dengan versi lain dirimu?”

Adrian menatapnya dengan ekspresi yang sulit dibaca. “Karena waktu tidak sesederhana yang kau pikirkan. Ada lebih dari satu masa lalu. Lebih dari satu kemungkinan. Dan lebih dari satu… diriku.”

Ariana merasakan bulu kuduknya berdiri.

Jika yang dikatakan Adrian benar, maka apa yang telah ia lakukan lebih berbahaya dari yang ia kira.

Dan mungkin, kematian Adrian di masa lalu bukanlah kebetulan.

Bab 3: Petunjuk di Antara Waktu

Ariana menatap pria di hadapannya—Adrian yang berbeda. Pikirannya berputar, mencoba memahami segala sesuatu yang baru saja ia dengar.

“Lebih dari satu masa lalu. Lebih dari satu kemungkinan. Lebih dari satu Adrian.”

Jika itu benar, maka siapa yang sebenarnya meninggal dalam kecelakaan itu? Apakah dia benar-benar mencoba menyelamatkan Adrian, atau justru terjebak dalam sesuatu yang jauh lebih besar dari dirinya sendiri?

“Aku tidak mengerti,” suara Ariana terdengar gemetar. “Bagaimana mungkin ada lebih dari satu dirimu?”

Adrian—versi Adrian ini—menghela napas, seolah sudah mengira pertanyaan itu akan muncul.

“Aku tidak bisa memberitahumu semuanya,” katanya. “Setidaknya belum.”

Ariana mengerutkan kening. “Kenapa?”

“Karena semakin banyak yang kau ketahui, semakin besar risiko yang kau ambil. Percaya padaku, Ariana. Kau tidak ingin mengetahui apa yang sebenarnya terjadi.”

Ariana mengepalkan tangannya. Ini bukan jawaban yang ia butuhkan. Ia sudah melewati batas di mana dia bisa mundur begitu saja.

“Aku sudah kehilanganmu sekali,” katanya, suaranya penuh emosi. “Aku tidak akan membiarkan itu terjadi lagi. Jika kau tahu sesuatu, katakan padaku.”

Adrian menatapnya lama, lalu akhirnya menghela napas panjang.

“Baiklah,” katanya pelan. “Tapi hanya satu petunjuk.”

Ariana menahan napas. “Cari catatan lamaku.”

Dia menatap Adrian dengan bingung. “Catatanmu?”

Adrian mengangguk. “Ada sebuah jurnal yang aku tinggalkan sebelum… semuanya terjadi. Temukan itu, dan kau akan mulai memahami apa yang sebenarnya sedang kau hadapi.”

Ariana mencoba mengingat. Seingatnya, Adrian tidak pernah memiliki jurnal atau catatan pribadi. Tapi jika yang dikatakan Adrian ini benar, maka ada kemungkinan ia telah melewatkan sesuatu yang penting.

“Sekarang aku harus pergi,” kata Adrian.

Ariana menatapnya tajam. “Kau akan pergi begitu saja? Kau baru saja mengatakan padaku kalau aku menghadapi sesuatu yang lebih besar dari yang aku kira, lalu kau akan meninggalkanku tanpa jawaban?”

Adrian menatapnya dengan ekspresi yang sulit dijelaskan—seperti campuran antara kesedihan dan sesuatu yang lebih dalam.

“Aku tidak punya pilihan,” katanya. “Aku tidak bisa berada di sini terlalu lama. Percayalah padaku, Ariana. Jika kau terus menggali, kau akan menemukan jawabannya sendiri.”

Sebelum Ariana bisa mengatakan apa-apa lagi, Adrian melangkah mundur. Dalam hitungan detik, tubuhnya mulai membaur dengan udara, seperti bayangan yang perlahan-lahan memudar.

“A-Adrian?!”

Tapi dia sudah menghilang.

Ariana berdiri terpaku. Itu bukan perjalanan waktu biasa. Adrian benar-benar menghilang dari realitas. Seakan keberadaannya sendiri tidak seharusnya ada di tempat ini.

Rahasia di Dalam Apartemen Adrian

Ariana tidak tidur semalaman. Kata-kata Adrian terus berputar di pikirannya. Cari catatan lamaku.

Jika Adrian meninggalkan sesuatu, maka satu-satunya tempat yang masuk akal adalah apartemennya. Masalahnya, apartemen itu sudah lama ditinggalkan sejak kecelakaan. Keluarga Adrian sudah mengambil semua barang-barangnya. Tapi… apakah mereka benar-benar mengambil semuanya?

Saat fajar menyingsing, Ariana memutuskan untuk pergi ke sana.

Apartemen Adrian berada di lantai lima sebuah gedung tua di pusat kota. Setelah beberapa kali membujuk petugas keamanan dengan alasan sentimental, akhirnya ia diizinkan masuk.

Begitu dia membuka pintu apartemen, perasaan nostalgia langsung menghantamnya.

Tempat ini masih terasa seperti Adrian. Aroma buku lama, peralatan ilmiah yang berantakan, dan secangkir kopi yang dulu selalu ada di meja.

Ariana mulai mencari. Dia memeriksa rak buku, laci meja, bahkan membongkar sofa tempat mereka biasa menghabiskan waktu bersama. Tapi tidak ada yang terlihat seperti jurnal atau catatan rahasia.

Hingga akhirnya…

Saat dia hampir menyerah, matanya tertuju pada jam dinding tua yang tergantung di atas meja kerja Adrian. Itu adalah jam yang sama yang pernah diberikan Adrian padanya saat ulang tahun mereka yang pertama. Tapi ada sesuatu yang aneh.

Jarum jamnya tidak bergerak.

Ariana mendekat dan melepas jam itu dari dinding. Saat ia memeriksa bagian belakangnya, matanya membelalak.

Ada sesuatu yang disembunyikan di dalamnya.

Dengan hati-hati, dia membuka bagian belakang jam dan menemukan sebuah buku kecil bersampul hitam—jurnal yang disebut Adrian.

Tangan Ariana gemetar saat membuka halaman pertama.n Di dalamnya, ada tulisan tangan Adrian, namun bukan catatan biasa.

Rahasia di Balik Jurnal Adrian

“Jika kau membaca ini, berarti kau sudah melampaui batas yang tidak seharusnya kau lewati.”

“Waktu tidak seperti yang kita pikirkan. Itu bukan garis lurus, bukan sesuatu yang bisa diatur sesuka hati. Dan yang lebih berbahaya dari mengubah masa lalu… adalah kenyataan bahwa waktu juga bisa mengubah kita.”

“Aku tidak bisa menjelaskan semuanya, tapi ada sesuatu yang harus kau tahu—AKU BUKANLAH SATU-SATUNYA ADRIAN.”

Ariana merasa dadanya sesak.

Tangannya bergetar saat dia membuka halaman berikutnya, berharap menemukan lebih banyak jawaban. Namun, tepat saat dia akan membaca lebih jauh—

Sebuah suara keras terdengar dari pintu apartemen, seseorang mencoba masuk.

Ariana dengan cepat menutup jurnal itu dan menoleh ke arah pintu. Langkah kaki terdengar semakin dekat.

Siapa pun itu… mereka tahu dia ada di sini, dan Bu mereka tidak ingin dia menemukan apa yang ada di dalam jurnal ini.

Bab 4: Cinta yang Tak Bisa Diselamatkan

Ariana menahan napas. Suara langkah kaki di luar apartemen semakin dekat. Jantungnya berdebar kencang saat pegangan pintu mulai berputar.

Tanpa berpikir panjang, dia meraih jurnal Adrian dan menyelipkannya ke dalam jaketnya. Kemudian, dia bergegas menuju jendela yang terbuka sedikit—satu-satunya jalan keluar selain pintu depan.

Pintu apartemen terbuka perlahan.

Ariana melirik ke belakang. Seorang pria bertubuh tegap dengan setelan gelap melangkah masuk. Matanya tajam, penuh kewaspadaan. Dia tidak mengenalnya, tapi insting Ariana mengatakan bahwa pria ini bukan orang biasa.

Ariana tidak punya waktu lagi. Dengan cepat, dia membuka jendela lebih lebar dan melompat ke balkon apartemen sebelah. Dia hampir kehilangan keseimbangan, tapi berhasil mencengkeram pagar balkon sebelum tubuhnya jatuh lebih jauh.

Dari dalam apartemen, pria itu menyadari keberadaannya.

“Berhenti!” suara pria itu terdengar tegas.

Tapi Ariana tidak menunggu. Dia memanjat pagar dan melompat ke gang sempit di bawah. Lututnya terasa sakit saat mendarat, tapi dia tidak bisa berhenti sekarang. Dengan napas terengah-engah, dia berlari secepat yang dia bisa, menjauh dari apartemen Adrian.

Di belakangnya, dia bisa mendengar pria itu mengejar.

Siapa dia? Apa dia bagian dari Kronos, organisasi yang disebut Adrian di jurnalnya?

Yang jelas, seseorang tidak ingin dia mengetahui kebenaran.

Ariana akhirnya tiba di laboratoriumnya, pintu otomatis menutup di belakangnya dengan bunyi klik yang menenangkan. Dia mengunci sistem keamanan dan segera duduk di meja kerjanya, mengeluarkan jurnal Adrian.

Tangannya masih gemetar saat dia membuka halaman berikutnya.

“Waktu tidak sekadar berjalan maju atau mundur. Ada celah, percabangan, dan… loop yang tak berujung.”

“Aku telah melihatnya sendiri, Ariana. Aku telah mencoba memperbaiki kesalahan, mencoba mengubah masa lalu. Tapi setiap kali aku melakukannya, aku bertemu dengan diriku yang berbeda. Mereka memiliki kehidupannya sendiri, rahasianya sendiri.”

Ariana menggigit bibirnya. Ini menjelaskan kenapa dia selalu bertemu versi Adrian yang berbeda setiap kali dia kembali ke masa lalu.

Mereka bukan Adrian yang sama yah mereka aemua adalah Adrian tetapi dari garis waktu yang berbeda.

Dia membalik halaman lagi, matanya menelusuri tulisan Adrian dengan cepat.

“Aku menyadari satu hal yang mengerikan. Bukan hanya aku yang terus berubah dalam setiap realitas, tapi juga kau, Ariana. Aku telah melihatmu di dunia lain—di satu realitas, kau adalah seorang ilmuwan seperti sekarang. Di realitas lain, kau… mati sebelum kita sempat bertemu.”

Ariana merasa tubuhnya kaku.

“Dan ada satu realitas di mana aku yang mati… tetapi kau menikah dengan seseorang yang bukan aku.”

Jari Ariana berhenti di atas kertas. Nafasnya tercekat. Adrian telah melihat versi lain dari dirinya sendiri dan dirinya sendiri di dunia yang berbeda.

Ini lebih dari sekadar permainan waktu. Ini adalah perjalanan di antara kemungkinan realitas yang berbeda.

Tapi pertanyaannya… siapa Adrian yang asli?

Siapa Adrian yang benar-benar tunangannya?

Dan yang lebih penting… apakah Adrian yang ia cintai masih bisa diselamatkan?

Ariana menutup jurnal dengan gemetar. Dia harus mencoba sekali lagi.

Kali ini, dia tidak akan kembali hanya beberapa menit sebelum kecelakaan. Dia akan kembali lebih jauh, ke hari di mana Adrian pertama kali mengerjakan proyek ini.

Jika Adrian sudah tahu tentang perjalanan waktu, maka dia pasti memiliki petunjuk tentang apa yang sebenarnya terjadi.

Dia memasukkan koordinat baru ke dalam mesin waktu.

Tanggal: 6 Januari 2043.
Waktu: 14:00.

Dia menekan tombol aktivasi.

Kilatan cahaya biru memenuhi ruangan, dan dalam sekejap, dunia di sekelilingnya berubah.

6 Januari 2043

Ariana membuka matanya.

Dia berada di laboratorium yang sama, tetapi dalam kondisi berbeda. Ruangan itu lebih rapi, komputer-komputer masih menyala, dan ada seseorang di dalamnya.

Adrian.

Tapi kali ini, dia tampak berbeda dari semua Adrian yang pernah ia temui. Wajahnya penuh dengan kelelahan, seperti seseorang yang telah berusaha keras menyelesaikan sesuatu yang berbahaya.

Ariana melangkah mendekat, suaranya nyaris bergetar.

“Adrian…”

Pria itu menoleh.

Saat melihatnya, mata Adrian melebar.

Namun, alih-alih terkejut, ekspresinya lebih seperti kesedihan yang mendalam.

“Aku sudah menunggumu, Ariana.”

Ariana terhenti. “Menungguku?”

Adrian tersenyum kecil, tapi ada rasa sakit dalam ekspresi itu.

“Aku tahu kau akan datang. Karena ini bukan pertama kalinya kau mencoba menyelamatkanku.”

Jantung Ariana hampir berhenti.

“Apa… maksudmu?”

Adrian berjalan ke meja kerjanya dan mengambil sesuatu—sebuah foto lama. Dia menyerahkannya pada Ariana.

Dengan tangan gemetar, Ariana mengambil foto itu. Matanya membelalak di dalam foto itu, ada dirinya dan Adrian, tetapi dalam suasana yang berbeda. Mereka tampak lebih tua, lebih matang.

Dan di belakang mereka… ada mesin waktu yang sama seperti yang ia ciptakan sekarang.

Ariana menatap Adrian, merasa dunia seakan runtuh di sekelilingnya.

“Apa yang sebenarnya terjadi…?”

Adrian menatapnya dalam-dalam.b”Ini bukan pertama kalinya kita bertemu di titik ini, Ariana. Aku sudah mencoba menghentikanmu berkali-kali, tapi kau selalu kembali. Kau selalu berusaha menyelamatkanku, tapi—”

Dia berhenti, menelan ludah sebelum melanjutkan.

“Kau tidak pernah bisa. Karena aku selalu mati pada akhirnya.”

Dunia Ariana bergetar.

“Jadi… tidak ada cara untuk menyelamatkanmu?” bisiknya.

Adrian menggeleng. “Tidak dalam realitas ini.” Tapi sebelum Ariana sempat bertanya lebih jauh, alarm berbunyi keras.

Seseorang baru saja mendobrak masuk ke dalam laboratorium.

Ariana hanya sempat melihat sekilas—orang-orang bersenjata dengan seragam hitam—sebelum Adrian menariknya ke dalam mesin waktu dan menekan tombol acak.

Kilatan cahaya menyelimuti mereka, dan dunia kembali berubah.

Bab 5: Labirin Tanpa Ujung

Kilatan cahaya biru menyelimuti tubuh Ariana. Udara seakan tersedot keluar dari paru-parunya, dan dunia di sekelilingnya berputar dalam pusaran cahaya. Dia berusaha menggenggam sesuatu—apa pun—tetapi ruang dan waktu terasa seperti pasir yang mengalir di antara jemarinya.

Lalu, tiba-tiba, semuanya berhenti.

Ariana terjatuh ke tanah dengan keras. Napasnya terengah-engah, kepalanya pusing luar biasa. Dia berusaha fokus, menyesuaikan diri dengan realitas baru yang kini mengelilinginya.

Saat dia membuka mata, dunia di sekelilingnya terasa salah.

Langit tampak lebih gelap dari biasanya, dengan rona merah keunguan yang tidak alami. Bangunan di sekitarnya terlihat mirip dengan kotanya—tetapi tidak sepenuhnya sama. Lampu-lampu jalan menyala redup, dan udara dipenuhi dengan suara dengungan listrik yang tidak biasa.

Ariana merasakan dingin di kulitnya. Ini bukan waktunya.

Dia telah tersesat di realitas lain.

Ariana menoleh ke samping dan melihat Adrian terduduk di tanah, mengerang kesakitan.

“Adrian!” Dia segera menghampirinya, membantu pria itu duduk tegak.

Adrian menatapnya, tetapi ada sesuatu yang membuat jantung Ariana berhenti berdetak.

Tatapannya kosong.

Matanya tidak lagi dipenuhi kehangatan atau kesedihan seperti sebelumnya. Sebaliknya, ada kebingungan di sana—seolah dia tidak mengenali Ariana.

“Aku… siapa kau?” suara Adrian terdengar serak.

Ariana terdiam. “Apa?”

Adrian mengerutkan kening. “Siapa kau?” ulangnya, kali ini dengan suara yang lebih tegas.

Ariana merasakan dingin menjalar di tubuhnya.

Adrian tidak mengenalnya.

Bukan hanya itu—dia menatapnya dengan cara yang berbeda, seperti melihat seorang asing yang tiba-tiba muncul di hadapannya.

“Tunggu, ini tidak mungkin…” gumam Ariana, mencoba mengendalikan kepanikannya. “Adrian, ini aku! Ariana!”

Adrian mundur sedikit, ekspresinya berubah menjadi curiga. “Aku tidak kenal siapa pun bernama Ariana.”

Ariana merasakan tenggorokannya mengering.

“Ini tidak mungkin… ini bukan Adrian yang sama.”

Dia melihat sekeliling lagi, mencoba memahami di mana dia berada. Semua bangunan masih tampak familiar, tetapi ada perbedaan kecil—toko-toko dengan nama asing, papan reklame dengan bahasa yang tidak sepenuhnya sesuai dengan bahasa yang ia kenal.

Ini bukan hanya waktu yang berbeda.

Ini bukan dunia yang sama.

Dia telah terlempar ke dimensi lain.

Ariana mengusap wajahnya, mencoba mengendalikan pikirannya. “Adrian… bagaimana kau bisa ada di sini?”

Pria itu menatapnya dengan mata tajam. “Aku seharusnya yang bertanya begitu. Siapa kau? Bagaimana kau bisa mengenalku?”

Ariana menggigit bibirnya. Dia tidak bisa mengatakan yang sebenarnya begitu saja. Adrian—versi Adrian ini—tidak mengenalnya. Itu berarti apa pun yang dia katakan mungkin tidak akan dipercaya.

Dia mengambil napas dalam, memilih kata-katanya dengan hati-hati.

“Aku… aku hanya seseorang yang mencari jawaban. Aku tidak bermaksud menakutimu.”

Adrian masih menatapnya dengan curiga, tetapi kemudian dia mengusap kepalanya yang tampak sedikit pusing. “Aku… tidak tahu kenapa, tapi aku merasa seperti baru saja mengalami sesuatu yang aneh. Seperti ada sesuatu yang hilang dari ingatanku.”

Ariana menahan napas.

Itu berarti ada kemungkinan Adrian ini masih memiliki jejak ingatan dari dirinya di realitas lain.

Dia harus hati-hati.

“Apa hal terakhir yang kau ingat?” tanya Ariana, mencoba menggali lebih dalam.

Adrian mengerutkan kening. “Aku ingat sedang mengerjakan sesuatu… proyek besar… sesuatu yang berhubungan dengan waktu…”

Ariana langsung merasa tegang. “Dan setelah itu?”

Adrian terdiam sejenak. “Aku tidak ingat. Rasanya… seperti ada sesuatu yang hilang dari kepalaku.”

Ariana menatapnya dengan cermat. Jika Adrian ini memiliki kenangan samar tentang eksperimen waktu, maka kemungkinan dia memang versi lain dari Adrian yang ia kenal.

Tetapi ada satu pertanyaan yang lebih besar…

“Jika aku ada di sini… apakah ada versi lain dari diriku di dunia ini juga?”

Ariana mencoba mencari petunjuk lebih lanjut.

“Adrian, apa kau mengenal seseorang yang mirip denganku di dunia ini?”

Adrian mengernyit, berpikir sejenak. “Aku… mungkin?”

Napas Ariana tercekat.

“Ada seorang wanita yang mirip denganmu, tapi dia…” Adrian menghela napas, ekspresinya berubah menjadi sesuatu yang lebih gelap.

“Dia meninggal dua tahun lalu.”

Dunia Ariana terasa berputar.

Di realitas ini… dia sudah mati?

“Bagaimana dia meninggal?” suara Ariana nyaris berbisik.

Adrian menggeleng pelan. “Tidak ada yang tahu pasti. Dia bekerja dalam proyek yang sama denganku. Suatu hari, dia menghilang begitu saja. Semua catatan tentangnya dihapus, seolah dia tidak pernah ada.”

Ariana merinding.

Seseorang di dunia ini telah menghapus eksistensinya.

Apakah itu berarti Kronos juga ada di realitas ini?

Jika mereka cukup kuat untuk menghapusnya di dunia ini, berarti mereka memiliki pengaruh yang jauh lebih besar dari yang ia bayangkan.

Ariana mengepalkan tangannya. Dia sudah terlalu jauh untuk mundur sekarang.

Dia harus menemukan kebenaran di balik semua ini.

Dia harus mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi pada dirinya di realitas ini.

Dan yang paling penting…

Dia harus menemukan cara untuk kembali ke realitasnya sebelum semuanya terlambat.

Namun, sebelum dia bisa mengatakan apa-apa lagi, suara langkah kaki terdengar mendekat.

Adrian menoleh dengan cepat. “Kita harus pergi. Kalau benar kau bagian dari proyek itu, maka mereka akan datang mencarimu juga.”

“Mereka?” Ariana mengulang kata itu, bulu kuduknya berdiri.

Adrian menatapnya dengan mata tajam. “Kronos. Mereka tidak akan membiarkan seseorang seperti kita tetap hidup.”

Ariana mengangguk cepat, tubuhnya menegang.

Mereka harus bergerak—sebelum Kronos menemukan mereka terlebih dahulu.

Dan sebelum labirin waktu ini menelannya selamanya.

Bab 6: Rahasia Organisasi Kronos

Ariana berlari di samping Adrian, langkahnya nyaris terseret saat mereka menyusuri gang sempit yang gelap. Nafasnya memburu, jantungnya berdetak liar. Di belakang mereka, suara langkah kaki semakin mendekat—mereka sedang diburu.

“Kita harus keluar dari sini!” bisik Adrian, matanya mencari jalan keluar.

Ariana tidak menjawab. Pikirannya masih dipenuhi dengan kenyataan mengejutkan yang baru saja ia ketahui—di realitas ini, dirinya telah dihapus dari sejarah.

Siapa yang bisa melakukan sesuatu seperti itu?

Jawabannya sudah jelas: Kronos.

Organisasi itu telah berulang kali muncul dalam jurnal Adrian di realitas sebelumnya. Kini, di dunia ini, mereka masih ada—dan mereka mengincarnya.

Sebuah suara terdengar di belakang mereka. “Mereka lari ke arah sana!”

Ariana tidak punya waktu lagi untuk berpikir.

Adrian menarik tangannya dan membawanya berbelok ke lorong lain. Mereka terus berlari hingga akhirnya tiba di sebuah pintu baja berkarat di ujung gang. Adrian menariknya dengan paksa, dan pintu itu terbuka sedikit. Tanpa berpikir panjang, mereka masuk dan menutupnya kembali.

Ariana berusaha mengatur napasnya, punggungnya menempel pada dinding dingin ruangan yang gelap itu.

“Apa ini?” bisiknya.

“Tempat persembunyian,” jawab Adrian pelan, meraba-raba di kegelapan. Tak lama kemudian, ruangan itu dipenuhi cahaya redup dari sebuah lampu tua.

Ariana menatap sekeliling. Ruangan itu tampak seperti bunker kecil, penuh dengan rak buku, peralatan elektronik, dan papan dengan berbagai diagram dan catatan yang memenuhi dinding.

Matanya terpaku pada sesuatu yang familiar.

Sebuah gambar… sketsa yang sangat ia kenali.

Ariana melangkah mendekat, tangannya menyentuh sketsa itu. Garis-garisnya serupa dengan desain yang ia buat sendiri di realitasnya, tetapi ada beberapa detail tambahan yang belum pernah ia pikirkan.

“Apa ini?” tanyanya, suaranya bergetar.

Adrian menghela napas. “Ini adalah bukti bahwa Kronos sudah lama mengetahui tentang perjalanan waktu.”

Ariana menatapnya dengan kaget.

“Kau tahu tentang mesin waktu?”

Adrian mengangguk. “Bukan hanya tahu. Aku pernah mencoba menggunakannya.”

Ariana membeku. “Apa?”

Adrian menatapnya serius. “Aku tidak ingat semuanya. Aku merasa seperti ada lubang besar dalam ingatanku, tetapi ada sesuatu yang aku tahu pasti… Aku pernah bekerja untuk Kronos. Dan aku yakin, di suatu titik, aku telah melakukan perjalanan waktu seperti yang kau lakukan.”

Ariana merasa tubuhnya menjadi dingin. Jika Adrian pernah bekerja untuk Kronos, berarti dia tahu lebih banyak tentang organisasi itu dibandingkan siapa pun.

“Apa yang Kronos inginkan?” tanyanya pelan.

Adrian menatapnya dengan mata penuh kelelahan. “Kau harus mengerti sesuatu, Ariana. Kronos bukan hanya sekumpulan ilmuwan atau agen rahasia. Mereka adalah… pengawas waktu.”

Ariana menelan ludah.

“Kronos bukan hanya ingin mengontrol waktu. Mereka ingin menjaga keseimbangan antara realitas. Itu sebabnya mereka tidak bisa membiarkan orang seperti kita—yang bisa mengubah sejarah tetap hidup.”

Ariana terdiam.

Jadi, itu sebabnya di dunia ini dia telah dihapus?

Mereka menganggapnya ancaman?

“Tapi…” Ariana mencoba merangkai pikirannya. “Kalau begitu, kenapa kau masih hidup?”

Adrian terdiam sejenak. “Aku tidak tahu. Tapi satu hal yang pasti… aku merasa seperti seseorang yang tidak seharusnya ada di dunia ini.”

Ariana menatapnya dalam. Mungkinkah Adrian ini… sama seperti dirinya? Seseorang yang tidak berasal dari dunia ini, tetapi terjebak di dalamnya?

Ariana mencoba mencerna semua informasi itu.

“Jadi… kalau Kronos menghapus diriku dari sejarah dunia ini, berarti mereka tahu aku akan kembali ke sini.”

Adrian mengangguk. “Dan itu berarti mereka mengawasi setiap langkah kita.”

Ariana mengusap wajahnya, merasa pusing. “Kita harus mencari cara untuk keluar dari realitas ini sebelum mereka menemukan kita.”

Tapi sebelum Adrian sempat menjawab, layar monitor di ruangan itu tiba-tiba berkedip dan menyala sendiri.

Ariana dan Adrian saling bertukar pandang. Di layar itu, muncul sebuah pesan singkat.

“Jangan percaya siapa pun. Bahkan aku.”

Ariana merasa darahnya membeku.

Pesan itu diikuti oleh sederet koordinat yang tampaknya mengarah ke suatu tempat di kota ini.

“Siapa yang mengirim ini?” tanya Ariana, suaranya hampir berbisik.

Adrian menggeleng. “Aku tidak tahu. Tapi jika ada seseorang yang bisa mengakses sistem ini, berarti mereka memiliki informasi yang sangat penting.”

Ariana menghela napas panjang, ini semakin gila. Mereka harus mengambil risiko.

“Kita harus pergi ke tempat itu,” katanya.

Adrian menatapnya dengan ragu, tetapi akhirnya mengangguk.

“Kita tidak punya pilihan lain.”

Mereka segera mengemasi beberapa peralatan yang bisa mereka bawa, lalu keluar dari tempat persembunyian.

Namun, saat mereka melangkah keluar, sesuatu membuat Ariana menegang.

Di ujung jalan, berdiri sekelompok pria berbaju hitam, salah satu dari mereka menatap Ariana dengan dingin. “Kami sudah menunggumu, Ariana.”

Mereka telah ditemukan.

Dan tidak ada jalan untuk mundur lagi.

Bab 7: Kebenaran yang Tersembunyi

Ariana berdiri membeku. Seolah dunia di sekelilingnya berhenti berputar.

Di depannya, sekelompok pria berbaju hitam berdiri dengan ekspresi tanpa emosi. Mata mereka dingin, tajam, penuh perhitungan. Dan di tengah mereka, seorang pria yang tampak berbeda—lebih tinggi, dengan aura yang jauh lebih menakutkan.

Ariana bisa merasakan tubuhnya tegang. Ini bukan pertama kalinya dia berhadapan dengan ancaman, tapi kali ini… rasanya berbeda.

Pria itu melangkah maju. “Kau sudah terlalu jauh, Ariana,” katanya dengan suara berat.

Ariana menelan ludah. “Siapa kalian?”

Pria itu tersenyum samar. “Kami adalah Kronos. Dan kami sudah mengawasimu sejak lama.”

Ariana merasakan bulu kuduknya berdiri.

Adrian di sampingnya mengepalkan tangan. “Jika kalian sudah tahu sejak awal, kenapa kalian tidak menghentikannya sebelumnya?”

Pria itu menatap Adrian dengan ekspresi datar. “Karena kami ingin melihat seberapa jauh dia akan melangkah.”

Ariana mengerutkan kening. “Apa maksudmu?”

Pria itu menatapnya tajam. “Apa kau benar-benar berpikir bahwa kau adalah satu-satunya Ariana yang mencoba menyelamatkan Adrian?”

Dunia Ariana terasa berhenti.

“Apa… maksudmu?”

Pria itu menghela napas. “Ini bukan pertama kalinya kau melakukan ini. Ini bukan pertama kalinya kau kembali ke masa lalu. Dan ini bukan pertama kalinya kau mencoba menyelamatkan Adrian.”

Ariana merasakan darahnya membeku.

“Setiap kali kau gagal, waktu akan mengulang kembali dirimu dalam realitas yang berbeda.”

Dia merasa lututnya hampir goyah.

“Jadi…” bisiknya, “aku telah melakukan ini berkali-kali?”

Pria itu mengangguk. “Dan setiap kali, kau selalu gagal.”

Ariana ingin menyangkalnya. Tapi sesuatu di dalam dirinya mengatakan bahwa semua ini masuk akal. Itu menjelaskan mengapa Adrian yang ia temui selalu berbeda, mengapa dia selalu merasakan déjà vu yang aneh, dan mengapa Kronos selalu tahu keberadaannya.

Dia terjebak dalam siklus yang tak berujung.

Rahasia di Balik Kronos

Ariana mengepalkan tangan, berusaha menenangkan pikirannya. “Kalau begitu, kenapa kalian tidak menghentikanku lebih awal?”

Pria itu tersenyum tipis. “Karena kau memiliki sesuatu yang bahkan kami tidak miliki kemampuan untuk melompati realitas tanpa kehilangan ingatanmu.”

Ariana membeku. “Apa maksudmu?”

“Kami telah memantau perjalanan waktu selama bertahun-tahun. Namun, setiap orang yang melompat antar realitas akan kehilangan sebagian atau seluruh ingatannya. Tapi kau…” Pria itu menatapnya dalam.

“Kau selalu mengingat semuanya.”

Ariana merasakan napasnya memburu. Itu berarti… dia berbeda. Itu berarti dia bukan sekadar seseorang yang melompati waktu.

Tapi jika itu benar, kenapa dia bisa melakukannya?

Pria itu menatapnya dengan tatapan penuh perhitungan. “Kami ingin menawarkan kesepakatan.”

Ariana mengerutkan kening. “Kesepakatan apa?”

“Kau akan bekerja untuk kami. Kami akan membiarkanmu terus menelusuri realitas ini, tetapi dengan syarat kau harus membantu kami menemukan versi asli dari Adrian.”

Dunia Ariana bergetar.

“Apa maksudmu… versi asli Adrian?”

Pria itu tersenyum tipis. “Adrian yang kau coba selamatkan bukanlah satu-satunya Adrian. Dan kau belum menemukan yang sebenarnya.”

Ariana membeku. Itu berarti… Adrian yang selama ini ia coba selamatkan bukanlah yang ia kira?

Jadi, yang mana yang asli?

Adrian di sampingnya menatap pria itu dengan tajam. “Kalau begitu, kenapa aku masih ada di sini? Apakah aku juga bukan yang asli?”

Pria itu menatap Adrian dengan tenang. “Kau mungkin salah satu Adrian yang tersisa. Tapi satu hal yang pasti…”

Dia menatap Ariana.

“Kau tidak bisa menyelamatkan seseorang yang sudah mati sejak awal.”

Ariana merasa dunia seakan runtuh.

“Adrian…” bisiknya. “Apakah kau… sudah mati di realitas asliku?”

Adrian menatapnya, ekspresinya penuh kebingungan dan kesakitan. “Aku… aku tidak tahu.”

Pria dari Kronos itu melangkah maju. “Bergabunglah dengan kami, Ariana. Bantu kami menemukan jawabannya. Jika kau melakukannya, kau mungkin bisa menemukan jalan keluar dari siklus ini.”

Ariana merasakan tangannya bergetar.

Jika dia menolak, Kronos mungkin akan menghapusnya—seperti yang mereka lakukan di dunia ini. Tapi jika dia menerima…

Apakah dia benar-benar siap mengetahui kebenaran?

Adrian menatapnya, seolah ingin berkata sesuatu, tapi tidak bisa.

Ariana menarik napas dalam.

Dia tahu ini adalah pilihan yang akan menentukan segalanya.

Dan untuk pertama kalinya dalam hidupnya, dia merasa benar-benar takut akan kebenaran yang akan dia temukan.

Bab 8: Pengkhianatan di Antara Waktu

Ariana berdiri di persimpangan yang tidak pernah ia bayangkan sebelumnya. Tawaran Kronos menggemakan ancaman sekaligus peluang—kesempatan untuk memahami kebenaran tentang Adrian dan mungkin menemukan jalan keluar dari siklus waktu yang terus mengurungnya.

Namun, di sisi lain, menerima tawaran itu berarti bekerja dengan mereka yang selama ini memburunya.

“Aku tidak bisa mempercayai kalian,” katanya akhirnya, suaranya tegas meski tubuhnya sedikit gemetar.

Pria dari Kronos itu tetap tenang. “Kau pikir kau masih punya pilihan, Ariana?”

Adrian di sampingnya mengepalkan tangan, wajahnya penuh ketegangan. “Kalau kalian benar-benar tahu segalanya, kenapa kalian tidak menemukan Adrian yang asli sendiri?”

Pria itu menatap Adrian dengan ekspresi penuh perhitungan. “Karena hanya satu orang yang bisa melompati realitas tanpa kehilangan ingatannya.”

Ariana menelan ludah. Itu berarti mereka membutuhkan dirinya untuk melacak Adrian yang asli.

“Dan jika aku menolak?” tanyanya, mencoba menantang.

Pria itu tersenyum tipis. “Kami akan menghapusmu. Seperti yang kami lakukan di dunia ini.”

Ariana merasakan ketakutan menjalar di tubuhnya. Kronos memang memiliki kekuatan untuk menghapus keberadaannya sepenuhnya. Jika dia menolak, mereka mungkin akan menghilangkannya dari setiap realitas, membuatnya seolah tidak pernah ada.

Adrian menoleh ke arahnya, ekspresinya tegang. “Ariana, kita harus pergi sekarang.”

Pria itu tampak mengantisipasi gerakan mereka. Dia mengangkat tangannya sedikit, memberi isyarat ke orang-orang di belakangnya.

“Dapatkan mereka.”

Seketika, dunia meledak dalam kekacauan.

Ariana dan Adrian berlari sekencang mungkin, menerobos jalan-jalan sempit di antara gedung-gedung. Lampu-lampu kota yang redup berkedip di sekitar mereka, menciptakan bayangan yang bergerak cepat.

Di belakang mereka, suara langkah kaki dan perintah keras terdengar. Kronos tidak akan membiarkan mereka kabur begitu saja.

Adrian menarik tangan Ariana, membimbingnya ke sebuah lorong gelap. “Aku tahu tempat persembunyian lain!”

Ariana mengikuti tanpa ragu, meski pikirannya terus berpacu.

“Apa yang sebenarnya terjadi? Jika Adrian yang asli belum ditemukan, lalu siapa Adrian yang bersamaku sekarang?”

Mereka berbelok ke gang lain dan tiba di sebuah gudang tua. Adrian menggeser sebuah panel rahasia di dinding, membuka jalan ke ruangan bawah tanah yang tersembunyi.

“Masuk!” bisik Adrian.

Ariana melangkah masuk, diikuti oleh Adrian yang segera menutup pintu dan menguncinya rapat. Nafas mereka masih terengah-engah saat mereka berdiri di dalam kegelapan.

Untuk sesaat, hanya ada keheningan. Ariana menoleh ke arah Adrian. “Kita tidak bisa terus berlari. Kita harus mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi.”

Adrian menatapnya, lalu menghela napas. “Aku tahu.”

Dia berjalan menuju sebuah rak berdebu dan menarik sebuah kotak logam. Setelah membukanya, dia mengeluarkan sebuah perangkat kecil berbentuk bulat dengan simbol aneh di tengahnya.

“Apa ini?” tanya Ariana.

Adrian menatapnya dengan serius. “Ini adalah kunci untuk menemukan Adrian yang asli.”

Ariana terdiam.

“Darimana kau mendapatkannya?”

Adrian menunduk, ekspresinya berubah muram. “Aku mencurinya dari Kronos… sebelum mereka menghapus ingatanku.”

Ariana membelalak. “Apa?”

Adrian mengangguk. “Itu sebabnya mereka mengejarku. Aku mungkin bukan Adrian yang asli, tapi aku tahu sesuatu yang tidak seharusnya aku tahu. Dan mereka ingin memastikan aku tidak mengingatnya kembali.”

Ariana merasakan sesuatu yang aneh di dalam dirinya.

Sesuatu tidak beres.

“Apa yang sebenarnya kau sembunyikan dariku, Adrian?”

Adrian terdiam. Untuk pertama kalinya sejak mereka bertemu, dia terlihat… ragu. “Aku tidak tahu apakah kau bisa mempercayaiku, Ariana,” katanya pelan. “Tapi aku butuh kau untuk percaya… setidaknya kali ini.”

Ariana menggigit bibirnya. Dia ingin percaya. Tapi bagaimana jika Adrian juga menyembunyikan sesuatu?

Tiba-tiba, suara keras terdengar dari luar gudang. Ariana menoleh panik. “Mereka menemukan kita!”

Adrian mengepalkan tangannya. “Kita harus pergi sekarang!”

Tetapi sebelum mereka sempat bergerak, Ariana merasakan sesuatu yang aneh.

Punggungnya terasa panas.

Dia melihat ke bawah—dan matanya membelalak saat melihat cahaya merah kecil menempel di jaketnya.

Sebuah alat pelacak.

Ariana menatap Adrian dengan terkejut. “Ini tidak mungkin… Adrian, kau…”

Adrian tidak berkata apa-apa. Wajahnya tegang, tetapi dia tidak menunjukkan keterkejutan.

Ariana merasa dadanya mencelos. “Kau sudah tahu tentang ini, bukan?”

Adrian menunduk, napasnya berat. “Ariana, aku…”

Pintu gudang meledak.

Ledakan besar mengguncang ruangan, melemparkan mereka berdua ke lantai. Debu beterbangan, dan ketika Ariana mencoba bangkit, dia melihat sosok pria dari Kronos melangkah masuk dengan tatapan dingin.

“Terima kasih, Adrian,” katanya. “Kerjamu bagus.”

Dunia Ariana berhenti.

“Apa…?”

Adrian berdiri perlahan, ekspresinya penuh rasa bersalah. “Ariana, aku tidak punya pilihan.”

Ariana menatapnya, matanya membakar dengan kemarahan dan kekecewaan. “Jadi, kau mengkhianatiku?”

Adrian menggeleng, wajahnya terlihat sakit. “Aku melakukan ini untuk melindungimu.”

Pria dari Kronos itu tersenyum. “Sekarang, Ariana. Ikutlah dengan kami. Kami akan memberitahumu kebenaran yang sesungguhnya.”

Ariana mengepalkan tangannya.

Dia telah berjuang sejauh ini hanya untuk dikhianati oleh orang yang ia kira bisa dipercaya.

Tapi ini belum berakhir.

Dia tidak akan menyerah begitu saja.

Dia akan menemukan kebenaran—dengan atau tanpa Adrian.

Bab 9: Keputusan Terberat

Ariana menatap Adrian dengan mata penuh kekecewaan dan amarah. Nafasnya memburu, dadanya terasa sesak.

“Apa yang sudah kau lakukan, Adrian?” suaranya bergetar, antara kemarahan dan rasa sakit yang dalam.

Adrian berdiri diam, wajahnya penuh rasa bersalah. “Aku tidak punya pilihan, Ariana…”

Tapi itu bukan jawaban yang ia butuhkan.

Di belakang Adrian, pria dari Kronos melangkah maju. “Adrian telah membantu kami membawamu ke sini. Sekarang, kau akan mendengar kebenaran yang sesungguhnya.”

Ariana mengepalkan tangannya. “Dan kalau aku menolak?”

Pria itu tersenyum tipis. “Maka kami akan menghapus keberadaanmu—sepenuhnya. Kali ini, tidak akan ada realitas lain yang bisa menyelamatkanmu.”

Ariana menelan ludah. Dia sudah cukup berlari. Sudah cukup menghadapi kebohongan.

Jika Kronos memang memiliki kebenaran yang selama ini ia cari, maka inilah saatnya untuk mengetahuinya.

“Baik,” katanya dingin. “Beri aku jawaban.”

Pria itu mengangguk. “Ikut aku.”

Ariana menatap Adrian sekilas sebelum melangkah mengikuti pria itu keluar dari gudang. Adrian tidak bergerak, hanya menundukkan kepala seolah terbebani oleh sesuatu yang tidak bisa ia ungkapkan.

Ariana tidak peduli karena menurutnya kepercayaan itu sudah hancur.

Kebenaran yang Menyakitkan

Mereka membawanya ke sebuah gedung besar yang tampak seperti fasilitas rahasia. Begitu masuk, Ariana melihat deretan layar hologram yang menampilkan peta dunia, grafik rumit, dan… wajahnya sendiri.

Jantungnya berdetak lebih cepat.b”Kalian benar-benar sudah mengawasi aku,” gumamnya.

Pria itu menatapnya dengan tenang. “Lebih dari itu, Ariana. Kami telah mengulangimu.”

Ariana mengernyit. “Apa maksudnya?”

Pria itu mengetuk layar hologram, dan sebuah gambar muncul.

Rekaman dirinya… dalam realitas lain.

Ariana menahan napas. Dalam video itu, dirinya—versi lain dari dirinya—sedang berdiri di laboratorium yang sama. Wajahnya terlihat penuh kelelahan, sama seperti dirinya sekarang.

“Kami telah mencatat semua pergerakanmu di berbagai realitas,” kata pria itu. “Dan ada satu pola yang selalu terjadi.”

Ariana menggigit bibirnya. “Apa itu?”

Pria itu menatapnya tajam. “Kau selalu mencari Adrian. Dan kau selalu gagal menyelamatkannya.”

Ariana merasa tenggorokannya mengering.

“Tidak peduli berapa kali kau mencoba. Tidak peduli berapa banyak realitas yang kau lalui. Setiap kali kau kembali, Adrian selalu mati.”

Ariana merasakan kakinya melemas.

“Kenapa…?” bisiknya.

Pria itu menatapnya, lalu mengetukkan jari ke layar, menampilkan data yang lebih mengejutkan lagi.

“Karena Adrian tidak pernah benar-benar ada dalam realitas yang kau jalani.”

Ariana terbelalak. “Itu tidak mungkin.”

“Adrian yang kau kenal—yang kau cintai—adalah anomali waktu,” pria itu melanjutkan. “Dia tidak seharusnya ada. Dia adalah efek samping dari eksperimen perjalanan waktu pertama yang pernah dilakukan oleh Kronos. Dalam setiap realitas, Adrian adalah variabel yang seharusnya tidak ada, tetapi karena kau berulang kali melompati waktu, ia tetap ada dalam ingatanmu.”

Ariana merasa dunia seakan runtuh.

“Jadi… Adrian bukan nyata?”

Pria itu menggeleng. “Dia nyata… tapi dia tidak pernah benar-benar menjadi bagian dari waktu yang sebenarnya. Dan itulah mengapa setiap kali kau mencoba menyelamatkannya, waktu selalu mengoreksi dirinya sendiri dengan menghapusnya.”

Ariana menutup mulutnya, matanya membesar. “Tidak… ini tidak benar…” bisiknya, langkahnya mundur.

Tetapi semuanya mulai masuk akal.

Itulah sebabnya Adrian selalu memiliki versi berbeda dalam setiap realitas. Itulah mengapa tidak peduli berapa kali ia mencoba, Adrian selalu menghilang pada akhirnya.

Dia bukan seseorang yang bisa diselamatkan.

Dia adalah anomali waktu yang lebih menyakitkan…

Setiap realitas memanfaatkan dirinya sendiri untuk menutup celah ini.

Ariana merasa sesak.

“Kalau begitu… kenapa aku terus mengingatnya? Kenapa aku bisa melompat tanpa kehilangan ingatan?”

Pria itu menatapnya dalam.

“Karena kau adalah satu-satunya orang yang pernah mengalami cinta yang terikat di antara dimensi waktu.”

Ariana membeku.

“Kau tidak hanya mencintai Adrian dalam satu realitas,” pria itu melanjutkan. “Kau mencintainya dalam semua realitas yang pernah ada.”

Ariana merasa air mata menggenang di sudut matanya.

“Dan itu sebabnya kau tidak bisa berhenti. Kau adalah satu-satunya variabel tetap dalam setiap dunia yang mengingatnya. Karena untukmu, Adrian adalah satu-satunya alasan kau terus melawan waktu.”

Ariana menutup matanya.

Selama ini… itulah sebabnya.

Ia tidak hanya mengejar Adrian. Ia tidak hanya mencoba menyelamatkannya juga terikat padanya dalam cara yang bahkan sains tidak bisa menjelaskan.

Dan sekarang, Kronos memberinya pilihan.

“Kami bisa memperbaiki ini,” kata pria itu. “Kami bisa menghapus semua jejak Adrian dari ingatanmu, dari realitas, dari seluruh kemungkinan dunia. Jika kau membiarkan kami melakukannya, kau akan bebas dari siklus ini.”

Ariana menatap pria itu dengan mata berkaca-kaca.

“Bebas?” bisiknya.

“Ya,” pria itu mengangguk. “Kau akan kembali ke kehidupan yang normal. Adrian tidak akan pernah lagi menjadi bagian dari realitas mana pun. Dan kau akan berhenti tersiksa oleh sesuatu yang tidak akan pernah bisa kau ubah.”

Ariana menggigit bibirnya.

Jika dia menerima tawaran itu, semuanya akan berakhir.

Tetapi itu juga berarti… Adrian akan benar-benar hilang.

Tak akan ada satu pun jejak dirinya yang tersisa. Tak akan ada kenangan. Tak akan ada realitas yang mengulangnya kembali.

Ia akan benar-benar musnah dari keberadaan. Ariana mengepalkan tangannya.

Inilah saatnya dia harus memilih.

Bab 10: Akhir yang Baru

Ariana berdiri diam di ruangan yang terasa lebih dingin dari biasanya. Waktu seakan berhenti berputar saat ia menghadapi pilihan terberat dalam hidupnya.

Di hadapannya, pria dari Kronos masih menunggu jawabannya.

“Jadi?” katanya dengan nada tenang. “Apa keputusanmu, Ariana?”

Ariana menatap hologram yang masih memutar rekaman dirinya di berbagai realitas. Setiap dirinya di dunia lain selalu mencari hal yang sama—Adrian.

Sekarang, ia bisa mengakhiri semuanya. Atau… terus hidup dengan beban kehilangan yang tak akan pernah bisa diubah.

Tangannya mengepal. “Jika aku menerima tawaran kalian,” katanya pelan, “Adrian akan benar-benar menghilang?”

Pria itu mengangguk. “Bukan hanya dari dunia ini. Tapi dari semua realitas. Tidak akan ada satu pun jejaknya yang tersisa.”

Ariana merasakan napasnya berat.

“Dan jika aku menolak?”

Pria itu menatapnya, seolah sudah tahu bahwa pertanyaan itu akan muncul.

“Maka siklus ini akan terus berulang,” katanya. “Kau akan terus melompat di antara realitas, mencari sesuatu yang tidak pernah bisa kau selamatkan.”

Ariana menggigit bibirnya. Itu berarti ia tidak akan pernah benar-benar berhenti berlari.

Dan di dalam hatinya, ia tahu… Adrian memang sudah mati sejak awal.

Ia hanya terus berusaha mengingkari kenyataan itu.

Matanya mengalihkan pandangan ke Adrian yang berdiri di sisi lain ruangan. Wajahnya penuh dengan rasa bersalah—bukan hanya karena telah mengkhianatinya, tetapi karena ia sendiri mungkin tidak tahu apakah ia nyata atau tidak.

Mungkin, Adrian yang ada di hadapannya juga hanyalah salah satu bagian dari anomali waktu.

Dan meskipun dia ingin percaya bahwa Adrian bisa diselamatkan…

Ia tahu, pada akhirnya, takdir selalu menemukan cara untuk menghapusnya.

Ariana menutup matanya.

Ia tidak ingin melupakan Adrian.

Tapi… jika ia terus mempertahankan keberadaannya, waktu tidak akan pernah membiarkannya berhenti.

Ia akan terus mengulang dan terus kehilangan.

Dan ia akan terjebak selamanya dalam labirin waktu. Saat ia membuka matanya kembali, ada keteguhan dalam sorot matanya.

“Aku terima.”

Adrian menegang. “Ariana, tidak!”

Pria dari Kronos tersenyum puas. “Pilihan yang bijak.”

Ariana menatap Adrian untuk terakhir kalinya.

“Aku lelah, Adrian,” bisiknya. “Aku tidak bisa terus melakukan ini selamanya.”

Adrian terlihat putus asa. “Tapi jika kau melupakan aku… jika aku menghilang… kau tidak akan pernah mengingat kita.”

Ariana mengangguk, air mata mengalir di pipinya. “Aku tahu.”

Adrian menggenggam tangannya erat, seolah berusaha menahan sesuatu yang tak terhindarkan.

“Aku mencintaimu, Ariana,” katanya, suaranya penuh rasa sakit.

Ariana tersenyum lembut, meski hatinya hancur. “Aku juga mencintaimu, Adrian.”

Sebuah tombol ditekan.

Dan dalam sekejap, dunia berubah.

Ariana terbangun di apartemennya.

Ia menatap langit-langit untuk beberapa saat, merasakan ada sesuatu yang aneh di dalam dirinya.

Seperti ada sesuatu yang hilang. Namun, ia tidak tahu apa itu.

Ia bangkit dari tempat tidur dan berjalan menuju dapurnya, membuat secangkir kopi seperti biasanya. Saat ia menatap ke luar jendela, melihat kota yang ramai, ada perasaan kosong di dalam dirinya yang tidak bisa ia jelaskan.

Seolah ada sesuatu yang sangat penting… tetapi telah terlupakan.

Ia mencoba mengingat.

Namun, tidak ada yang muncul.

Di dalam kepalanya, ia hanyalah seorang ilmuwan biasa yang bekerja di laboratorium. Tidak ada mesin waktu. Tidak ada realitas lain. Tidak ada… seseorang yang ia kejar selama ini.

Tidak ada Adrian.

Seolah ia tidak pernah ada sejak awal.

Tapi saat ia meletakkan cangkir kopinya di meja, matanya tertuju pada sesuatu di pojok ruangan.

Sebuah liontin kecil berbentuk jam saku. Ariana mengernyit. Ia tidak ingat pernah memilikinya.

Dengan ragu, ia mengambil liontin itu dan membukanya.

Di dalamnya, ada ukiran kecil yang membuat jantungnya berdetak lebih cepat.

“Jangan lupakan aku.”

Seketika, ada perasaan hangat yang muncul di dadanya sebuah rasa kehilangan yang tidak bisa ia jelaskan.

Ia tidak tahu apa yang telah terjadi.

Tapi jauh di dalam hatinya, ia merasa bahwa ada sesuatu yang pernah sangat berarti baginya.

Namun, waktu telah merenggutnya. Dan mungkin, ia tidak akan pernah mengingatnya lagi.

Epilog: Labirin yang Tak Berujung

Di suatu tempat, di luar batas realitas, seseorang menatap layar hologram yang menunjukkan kehidupan Ariana.

Senyuman tipis muncul di wajahnya.

“Setidaknya, kali ini… kau akhirnya bebas.”

Dan dalam sekejap, layar itu mati.

Labirin waktu akhirnya berakhir.

Tapi apakah ini benar-benar akhir dari segalanya?

Atau waktu akan menemukan caranya sendiri untuk membawa mereka kembali bersama?

Hanya waktu yang bisa menjawabnya.

TAMAT.

Novel ini ditulis oleh Evi Fauzi, Penulis dari  Novel Singkat . Baca juga novel romantis dan fiksi ilmiah lainnya.

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

    Leave a Reply

    Your email address will not be published. Required fields are marked *