Tahun 2125, dunia telah runtuh. Satu-satunya kota yang masih bertahan, New Eden , dikelilingi oleh perisai energi yang melindunginya dari atmosfer beracun. Untuk memastikan keberlangsungan spesies manusia, pemerintah menciptakan Program Genesis , sebuah sistem perjodohan berbasis persahabatan genetik yang wajib diikuti semua warga.
Aurora Vale , seorang insinyur di Pusat Energi Genesis , hidup mengikuti aturan hingga namanya muncul dalam daftar pasangan Genesis. Namun, calon suaminya, Orion Kael , bukan pria biasa. Dia adalah hasil eksperimen genetika rahasia—seorang manusia yang tidak seharusnya ada.
Saat mencoba menolak perjodohan itu, Aurora menemukan fakta mengejutkan: Genesis bukan hanya sistem perjodohan, tetapi juga alat kendali pemerintah. Bersama Orion, dia mengungkap bahwa dunia luar tidak seperti yang selama ini mereka percayai.
Dalam pengungsian mereka, benih cinta mulai tumbuh. Tapi satu pertanyaan terus menghantui Aurora: Apakah perasaannya nyata, atau hanya efek dari rekayasa genetika yang ada dalam darah mereka?
Di tengah kejaran pasukan New Eden dan rahasia yang semakin terungkap, Aurora harus memilih— tetap dalam catatan atau menghancurkan sistem yang mengurung mereka?
Bab 1: Kota Terakhir di Bumi
Tahun 2125.
Langit selalu berwarna kelabu, tertutup lapisan polusi yang begitu tebal hingga matahari hanya tampak sebagai cahaya redup di balik kabut. Udara di luar sana sudah lama tidak bisa dihirup manusia. Laut telah menguap menjadi racun, dan daratan tak lebih dari reruntuhan dunia yang mati. Hanya New Eden, kota terakhir yang bertahan, yang masih menyimpan sisa-sisa peradaban manusia.
Dikelilingi oleh perisai energi raksasa, kota ini berdiri megah di tengah kehancuran. Teknologi menjadi penguasa, aturan menjadi kitab suci, dan manusia hanyalah pion dalam sebuah sistem yang terus berjalan tanpa cela.
Bagi Aurora Vale, ini adalah rumah. Sejak lahir, ia sudah mengenal sistem yang mengatur hidupnya—sebuah tatanan yang tidak bisa diganggu gugat. Setiap orang memiliki tugas masing-masing, peran yang sudah ditentukan sejak mereka lahir. Aurora adalah seorang insinyur, bekerja di Pusat Energi Genesis, salah satu fasilitas paling vital di New Eden. Dialah yang memastikan perisai kota tetap aktif, melindungi mereka dari kehancuran di luar sana.
Hari ini seharusnya seperti hari-hari biasa. Namun, saat Aurora duduk di meja kerjanya, sebuah notifikasi merah muncul di layar holografiknya. Nama dan identitasnya terpampang jelas, disertai satu kalimat yang membuatnya membeku di tempat.
“Program Genesis: Pasangan Genetik Ditetapkan.
Nama: Aurora Vale
Pasangan: Orion Kael”
Dunia seakan berhenti berputar. Napasnya tercekat. Tidak. Ini pasti kesalahan.
Genesis adalah sistem yang menentukan pasangan hidup bagi setiap warga New Eden. Berdasarkan kecocokan DNA, pemerintah memilih pasangan terbaik untuk memastikan kelangsungan spesies manusia yang “sempurna”. Sejak puluhan tahun lalu, cinta tidak lagi menjadi pilihan. Tidak ada kencan, tidak ada romansa. Semua sudah diatur oleh sistem.
Aurora selalu tahu hari ini akan tiba. Setiap warga New Eden yang memasuki usia 25 tahun akan segera ditetapkan pasangannya. Namun, ia tidak menyangka hari itu datang secepat ini. Dan yang lebih mengejutkan, siapa pria yang dipilihkan untuknya.
Orion Kael.
Nama yang bahkan belum pernah ia dengar. Aurora langsung mengakses database warga melalui layar hologram, mencoba mencari informasi. Namun, hasil pencarian kosong. Tidak ada catatan, tidak ada riwayat, seolah pria itu tidak pernah ada dalam sistem.
Jantung Aurora berdegup kencang. Bagaimana bisa seseorang yang tidak terdaftar dalam sistem ditetapkan sebagai pasangannya?
Belum sempat ia mencerna situasi ini, layar komputernya berkedip. Panggilan masuk dari Departemen Populasi New Eden. Aurora menelan ludah, lalu mengaktifkan panggilan itu.
Seorang pria berjas abu-abu muncul dalam tampilan holografik. Wajahnya dingin, seperti kebanyakan pejabat di New Eden.
“Aurora Vale, selamat. Anda telah dipilih dalam Program Genesis. Besok pukul 08.00, Anda harus menghadiri pertemuan dengan pasangan Anda di Balai Genetik.” Suaranya datar, seolah tidak ada ruang untuk penolakan.
Aurora mengepalkan tangannya. “Ada kesalahan dalam sistem. Saya ingin mengajukan banding,” katanya cepat.
Pria itu menatapnya dengan tatapan kosong. “Tidak ada kesalahan dalam sistem,” katanya. “Anda dan Orion Kael memiliki kecocokan genetik tertinggi yang pernah tercatat dalam sejarah Genesis.”
Aurora terdiam. Kecocokan genetik tertinggi? Ini tidak masuk akal. Ia bahkan tidak tahu siapa pria itu.
“Jika Anda menolak, konsekuensinya jelas,” lanjut pria itu dengan suara dingin. “Anda akan dikeluarkan dari New Eden.”
Aurora menggigit bibirnya. Dikeluarkan dari New Eden berarti mati. Tidak ada yang pernah kembali setelah diusir keluar. Atmosfer di luar beracun, hanya kematian yang menunggu di sana.
Sebelum Aurora bisa mengatakan apa pun lagi, panggilan terputus. Hologram menghilang, meninggalkan keheningan yang berat.
Tangannya bergetar saat ia mematikan layar. Ada sesuatu yang salah. Tidak mungkin ini hanya sekadar perjodohan biasa.
Aurora tahu, satu-satunya cara untuk menemukan jawabannya adalah dengan menemui pria itu.
Keesokan paginya, Aurora berdiri di depan Balai Genetik, gedung berbentuk kubah dengan dinding transparan yang bersinar keperakan di bawah cahaya buatan kota. Ia menarik napas dalam-dalam sebelum melangkah masuk.
Di dalam, ruangan itu sepi. Hanya ada seorang petugas administrasi yang menunjuknya untuk duduk di ruang tunggu. Jantungnya berdebar cepat. Ia masih belum bisa membayangkan seperti apa pria yang akan ditemuinya.
Pintu di hadapannya terbuka.
Aurora menoleh—dan napasnya langsung tertahan.
Seorang pria tinggi melangkah masuk.
Ia mengenakan pakaian serba hitam, berbeda dari pakaian warga New Eden yang biasanya berwarna netral. Kulitnya pucat, matanya tajam berwarna abu-abu yang tidak biasa. Ada sesuatu yang asing tentangnya, sesuatu yang membuat Aurora merasa tidak nyaman.
Tapi yang paling mengganggunya adalah ekspresi pria itu.
Dia menatap Aurora dengan cara yang aneh—bukan penasaran, bukan gugup seperti seseorang yang pertama kali bertemu calon pasangannya. Tapi seolah-olah… dia sudah mengenalnya.
Aurora berdiri dengan waspada. “Kau Orion Kael?”
Pria itu tersenyum kecil, tapi ada sesuatu di balik senyumnya yang membuat bulu kuduk Aurora berdiri.
“Akhirnya kita bertemu,” katanya, suaranya dalam dan misterius. “Aku sudah menunggumu.”
Aurora membeku di tempat.
Bagaimana mungkin seseorang yang bahkan tidak terdaftar dalam sistem… sudah menunggunya?
Bab 2: Pria Misterius
Aurora merasakan ada sesuatu yang aneh. Bukan hanya karena pria yang berdiri di hadapannya memiliki aura misterius, tapi juga karena kata-katanya barusan.
“Aku sudah menunggumu.”
Ia tidak mengenal Orion Kael. Bahkan, sebelum hari ini, pria itu tidak pernah ada dalam database New Eden. Tapi sekarang, ia berdiri di sini, seolah sudah mengetahui segala sesuatu tentangnya.
Aurora mengamati pria itu lebih dekat. Orion tinggi, mungkin sekitar 185 cm, dengan tubuh yang tampak lebih kuat daripada kebanyakan pria di New Eden. Pakaian hitamnya berbeda dari seragam abu-abu standar yang dikenakan warga lain. Wajahnya tajam, dengan garis rahang yang tegas dan mata abu-abu yang menusuk. Ada sesuatu yang tidak bisa dijelaskan dalam tatapannya seperti seorang predator yang mengamati mangsanya.
Aurora menegakkan bahunya dan berbicara dengan nada datar. “Apa maksudmu dengan menungguku?”
Orion tersenyum tipis. “Aku akan menjelaskan nanti. Tapi pertama, apakah kau akan menikah denganku?”
Aurora terkesiap. “Apa?”
“Program Genesis,” kata Orion sambil melipat tangannya. “Kita dipasangkan oleh sistem, bukan? Itu berarti kita harus menikah.”
Aurora menyipitkan mata. “Kau menerima perjodohan ini begitu saja?”
Orion mengangkat bahu. “Aku tidak punya pilihan. Sama seperti kau.”
Aurora mengepalkan tangannya. “Aku tidak percaya pada sistem ini. Aku tidak percaya pada Genesis. Dan aku tidak percaya padamu.”
Orion tertawa kecil. “Kau gadis yang cerdas.”
Aurora menahan napas. Nada suaranya seolah menyiratkan bahwa dia tahu sesuatu yang lebih dalam tentang Genesis.
Sebelum Aurora bisa bertanya lebih jauh, pintu ruangan terbuka dan seorang petugas Genesis masuk. Pria berjas abu-abu yang sama dari panggilan holografik kemarin.
“Aurora Vale, Orion Kael. Mulai hari ini, kalian akan tinggal bersama dalam satu unit hunian. Peraturan Genesis mengharuskan kalian membangun kehidupan bersama sebagai pasangan resmi dalam waktu tiga bulan. Jika tidak, kalian akan dikeluarkan dari New Eden.”
Aurora menegang. Tinggal bersama?
Orion menghela napas, ekspresinya tidak menunjukkan kejutan sedikit pun.
Aurora, di sisi lain, merasa seolah kehidupannya dikendalikan sepenuhnya oleh sistem. Dan ia benci perasaan itu.
Namun, tidak ada pilihan lain.
Malam itu, Aurora berdiri di depan unit huniannya yang baru. Apartemen sederhana dengan dua kamar tidur, dapur, dan ruang tamu yang bersih namun dingin, tanpa sentuhan pribadi. Semua terasa mekanis, seperti bagian dari eksperimen yang telah dirancang sebelumnya.
Orion sudah ada di dalam. Dia duduk di sofa, tampak santai seolah ini bukan sesuatu yang aneh baginya. Aurora memperhatikannya dengan curiga.
“Kau menerima semua ini dengan sangat tenang,” katanya akhirnya.
Orion menoleh dan tersenyum samar. “Aku sudah terbiasa dengan hal-hal seperti ini.”
Aurora menyipitkan mata. “Hal-hal seperti ini?”
Orion tidak menjawab. Sebagai gantinya, dia bangkit dari sofa dan berjalan ke jendela besar apartemen mereka. Dari sana, kota New Eden terlihat gemerlap dengan lampu-lampu neon, namun di luar perisai, hanya ada kegelapan dan kehancuran.
“New Eden bukan tempat seindah yang kau kira, Aurora,” katanya pelan.
Aurora menatap punggungnya. “Apa maksudmu?”
Orion menoleh, menatapnya dalam-dalam.
“Apa kau pernah bertanya-tanya… kenapa kita masih bisa bertahan sementara dunia luar hancur?”
Aurora mengernyit. “Karena kita memiliki teknologi yang melindungi kita. Perisai energi menjaga kota ini dari atmosfer beracun di luar.”
Orion tersenyum sinis. “Itu yang diajarkan padamu, bukan?”
Aurora merasa perutnya mengencang. “Kau bicara seolah-olah itu tidak benar.”
Orion menatapnya sejenak sebelum berjalan mendekat. Ia berdiri hanya beberapa langkah darinya, cukup dekat hingga Aurora bisa melihat bagaimana matanya tampak hampir bersinar di bawah cahaya ruangan.
“Lalu, bagaimana jika aku bilang perisai itu bukan untuk melindungi kita dari dunia luar?” bisiknya. “Bagaimana jika aku bilang perisai itu dibuat untuk menjaga sesuatu tetap di luar… atau mungkin menjaga kita tetap di dalam?”
Aurora merinding.
Apa maksudnya?
“Apa yang kau ketahui tentang Genesis?” Aurora bertanya, berusaha menjaga suaranya tetap stabil.
Orion menatapnya lama sebelum akhirnya berkata, “Lebih dari yang kau sadari. Dan aku akan memberitahumu—tapi tidak di sini.”
Aurora menelan ludah. Ia tidak tahu kenapa, tapi untuk pertama kalinya dalam hidupnya, ia merasa seperti sedang berada di tengah permainan besar yang jauh lebih berbahaya dari yang ia bayangkan.
Dan Orion Kael… adalah kunci untuk membuka semua rahasianya.
Bab 3: Rahasia di Balik Perisai
Aurora tidak bisa tidur malam itu.
Setiap kali ia memejamkan mata, kata-kata Orion terngiang di kepalanya.
“Perisai itu bukan untuk melindungi kita dari dunia luar… tetapi menjaga sesuatu tetap di luar, atau mungkin menjaga kita tetap di dalam.”
Apa maksudnya? Sejak kecil, ia selalu diajarkan bahwa New Eden adalah satu-satunya tempat yang aman di dunia. Atmosfer luar penuh racun, dan manusia tidak bisa bertahan di luar perisai. Tapi kenapa Orion berbicara seolah ada sesuatu yang lebih besar yang disembunyikan?
Ia bangun dari tempat tidur, keluar dari kamarnya, dan menemukan Orion masih terjaga. Pria itu duduk di dekat jendela, tatapannya kosong menatap ke luar perisai kota.
Aurora ragu sejenak sebelum akhirnya mendekat. “Aku ingin tahu lebih banyak,” katanya, menyingkirkan egonya.
Orion menoleh, menyeringai tipis. “Aku tahu kau akan bertanya.”
“Jangan bermain teka-teki denganku,” Aurora mendesak. “Apa yang kau tahu?”
Orion terdiam sebentar, lalu akhirnya berbicara. “Kau tahu bagaimana kota ini dikelola? Bagaimana populasi dikontrol?”
Aurora mengangguk. “Melalui Program Genesis. Setiap individu dipasangkan berdasarkan kecocokan genetik untuk menghasilkan keturunan terbaik. Itu untuk memastikan manusia bisa bertahan.”
Orion mendengus. “Itu hanya bagian kecil dari kebenaran.”
Aurora menegang. “Apa maksudmu?”
Orion berbalik menghadapnya. Matanya tampak lebih gelap, lebih tajam. “Genesis bukan hanya tentang memilih pasangan berdasarkan genetik. Itu juga sistem penyaringan. Mereka yang dianggap tidak ‘cocok’ tidak akan pernah dipilih. Dan mereka yang terlalu kuat, terlalu pintar, atau terlalu berbeda… akan ‘dihapus’.”
Aurora terdiam.
Tentu saja, ia tahu tidak semua orang mendapatkan pasangan dalam Genesis. Ada yang terus menunggu, bahkan sampai usia mereka melewati batas. Tapi ia selalu berpikir mereka tidak dipilih karena faktor biologis, bukan karena sistem sengaja menyingkirkan mereka.
“Bagaimana kau tahu ini semua?” tanyanya curiga.
Orion menarik napas panjang sebelum menjawab, “Karena aku seharusnya tidak ada di sini.”
Aurora membelalakkan mata.
“Apa maksudmu?”
Orion mengulurkan tangannya. “Coba sentuh kulitku.”
Aurora menelan ludah, ragu sejenak, sebelum akhirnya menyentuh pergelangan tangannya.
Dan saat itu juga, ia merasakan sesuatu yang salah.
Kulit Orion terasa terlalu hangat, hampir seperti logam yang sedikit panas. Ada denyut halus di bawah permukaannya, tapi bukan seperti detak jantung manusia biasa.
Aurora mundur selangkah. “Apa yang kau—”
“Aku bukan manusia seperti yang lain di sini,” Orion memotong. “Aku hasil eksperimen. Aku diciptakan, bukan dilahirkan.”
Aurora menggeleng, menolak percaya. “Itu tidak mungkin. Manusia tidak bisa diciptakan dari nol.”
“Tidak dari nol,” Orion mengoreksi. “Tapi dari rekayasa genetik tingkat tinggi. Aku adalah bagian dari eksperimen Proyek Genesis Tahap Pertama.”
Aurora membeku. “Apa?”
“Program Genesis awalnya bukan hanya untuk perjodohan,” lanjut Orion. “Mereka mencoba menciptakan manusia sempurna dengan menyusun DNA dari individu terbaik. Aku adalah salah satu hasilnya. Generasi pertama manusia yang tidak lahir secara alami, tetapi diciptakan di dalam laboratorium.”
Aurora merasa kepalanya berputar. Ini gila. Ini tidak mungkin benar.
“Tapi jika itu benar, kenapa kau masih hidup? Apa yang terjadi pada yang lain?”
Orion menghela napas. “Kami semua seharusnya dihancurkan. Eksperimen gagal. Tubuh kami terlalu kuat, terlalu berbeda. Kami tidak bisa dikendalikan.”
“Tunggu… ‘kami’?” Aurora menajamkan matanya. “Jadi bukan hanya kau?”
Orion mengangguk. “Dulu ada lebih dari seratus subjek eksperimen sepertiku. Tapi ketika pemerintah menyadari kami bukan hasil yang mereka inginkan, mereka mulai ‘membersihkan’ kami. Aku satu-satunya yang berhasil kabur.”
Aurora menelan ludah. “Dan sekarang… mereka memasangkanmu denganku?”
“Itulah yang membuatku curiga,” Orion berkata pelan. “Mereka seharusnya ingin aku mati. Tapi tiba-tiba aku dimasukkan ke dalam sistem Genesis, dipasangkan denganmu—dan tanpa alasan yang jelas, aku tidak lagi dianggap ancaman.”
Aurora merasa dadanya sesak.
Ia ingin percaya bahwa semua ini hanya kebetulan, tapi semakin banyak Orion berbicara, semakin jelas bahwa Genesis bukan sekadar program perjodohan biasa.
Ada sesuatu yang lebih besar. Sesuatu yang belum ia ketahui.
Dan sekarang ia sudah terlibat terlalu dalam.
Keesokan harinya, Aurora tidak bisa fokus bekerja. Pikiran tentang Genesis dan eksperimen Orion terus berputar di kepalanya.
Di pusat energi, ia diam-diam mulai mencari akses ke data rahasia yang tersembunyi dalam sistem kota. Sebagai insinyur, ia punya sedikit keistimewaan dalam akses informasi—tapi ia tidak pernah berpikir akan menggunakan haknya untuk meretas sistem milik pemerintah.
Ia menelusuri dokumen-dokumen lama tentang pembangunan New Eden dan proyek Genesis tahap awal. Sebagian besar file telah dihapus, tetapi ada satu dokumen tua yang masih tersisa.
Ketika ia membukanya, dadanya serasa berhenti berdetak.
PROYEK GENESIS TAHAP PERTAMA
Tujuan: Menciptakan manusia dengan DNA superior untuk bertahan di dunia baru
Jumlah Subjek: 128
Status: Dihentikan
Penyebab Penghentian: Mutasi Tidak Terkendali
Aurora menatap layar dengan gemetar. Ini bukan kebohongan. Orion tidak berbohong.
Dan lebih buruk lagi…
Ia menemukan file tambahan yang membuatnya nyaris kehilangan napas.
Perintah Eliminasi Subjek Tersisa
Tanggal: 4 Februari 2125
Target: Orion Kael
Status: Sedang Diproses
Aurora membekap mulutnya. Mereka masih berencana untuk membunuh Orion.
Dan sekarang, ia tahu terlalu banyak.
Sebelum ia bisa keluar dari sistem, alarm merah menyala di seluruh ruangan.
“PERINGATAN: AKSES DATA TERLARANG TERDETEKSI. PENYUSUP TERIDENTIFIKASI. SILAKAN TETAP DI TEMPAT UNTUK PEMERIKSAAN.”
Aurora membeku. Mereka tahu.
Ia hanya punya satu pilihan lari.
Tanpa berpikir panjang, ia menutup sistem dan bergegas keluar dari pusat energi, berbaur dengan keramaian kota.
Ia harus kembali ke apartemen. Ia harus menemukan Orion.
Karena jika sistem tahu ia telah melihat data ini…
Maka mereka juga akan mengincarnya.
Bab 4: Pelarian Pertama
Aurora berlari secepat yang dia bisa.
Suara alarm masih bergema di seluruh kota, menggetarkan udara dengan ketegangan yang menyiksa. Mereka tahu. Mereka tahu dia telah meretas data rahasia tentang Proyek Genesis Tahap Pertama—dan itu berarti dia sekarang adalah target.
Di jalan-jalan New Eden, para warga masih menjalani aktivitas mereka seperti biasa. Mereka tidak tahu apa yang terjadi di dalam sistem kota. Mereka tidak tahu bahwa seseorang sedang diburu oleh pemerintahan yang mereka percayai.
Aurora berusaha tetap tenang, menundukkan kepala saat berjalan melewati kerumunan. Dia harus kembali ke apartemen. Dia harus memperingatkan Orion.
Sesampainya di apartemen, Aurora mengunci pintu di belakangnya dan bersandar di dinding, berusaha mengatur napasnya.
Orion sudah ada di sana.
Dia sedang duduk di sofa, memainkan sebuah benda kecil di tangannya—sebuah kapsul logam berbentuk silinder, tidak lebih besar dari ibu jari.
Aurora tidak punya waktu untuk bertanya.
“Kita harus pergi,” katanya cepat.
Orion mengangkat alis. “Apa yang terjadi?”
Aurora mengusap wajahnya. “Aku masuk ke sistem dan menemukan data tentangmu. Mereka masih berencana untuk membunuhmu, Orion.”
Orion terdiam, lalu mengangguk seolah itu bukan hal yang mengejutkan.
“Aku sudah menduganya,” katanya santai.
Aurora menatapnya tajam. “Kau sudah menduganya?”
Orion menyeringai. “Tentu saja. Aku sudah menjadi buronan sejak lahir. Tapi aku penasaran—apa lagi yang kau temukan?”
Aurora menggigit bibirnya. “Aku menemukan sesuatu yang lain. Sesuatu tentang perisai kota ini.”
Orion menajamkan tatapannya. “Katakan.”
Aurora menarik napas dalam-dalam sebelum mengungkapkan apa yang telah ia lihat dalam sistem.
“Perisai kota bukan untuk melindungi kita dari atmosfer luar,” katanya pelan. “Melainkan untuk menahan sesuatu agar tidak masuk.”
Orion menatapnya dalam-dalam, seolah sedang menilai apakah dia sudah siap untuk mengetahui kebenaran yang lebih besar.
“Kau sudah melihat kebenarannya, Aurora,” katanya akhirnya. “Dan itu berarti kita tidak punya pilihan selain melarikan diri.”
Tiga puluh menit kemudian, mereka sudah bersiap.
Aurora mengganti pakaian dengan sesuatu yang lebih praktis—jaket hitam dengan celana kargo dan sepatu bot. Orion juga sudah siap, dengan senjata kecil tersembunyi di balik jaketnya.
“Kita akan keluar dari kota,” kata Orion.
Aurora menegang. “Keluar? Tapi—”
“Percayalah,” potong Orion. “Dunia luar tidak seperti yang mereka katakan.”
Aurora menatapnya ragu. Namun, sebelum dia bisa mengajukan lebih banyak pertanyaan, suara langkah kaki terdengar di luar apartemen mereka.
Orion langsung menarik Aurora ke samping dan memberi isyarat untuk diam.
Pintu depan berbunyi—mereka mencoba masuk.
Aurora menahan napas. Jika mereka tertangkap, mereka tidak akan pernah keluar dari sini hidup-hidup.
Orion merogoh sakunya dan mengeluarkan kapsul logam yang tadi dia pegang. Dengan satu gerakan cepat, dia menekan bagian atasnya.
Ledakan kecil terjadi.
Tepat sebelum pasukan keamanan bisa masuk, Orion menarik tangan Aurora dan berlari ke arah jendela.
“Kau tidak mungkin serius—”
“Kita lompat,” kata Orion.
“Ini lantai sepuluh!”
“Kau percaya padaku atau tidak?”
Aurora menggertakkan giginya. Tidak ada pilihan lain.
Dengan satu dorongan, Orion menariknya keluar jendela.
Udara dingin menusuk wajahnya saat mereka jatuh ke bawah. Aurora menjerit pelan, tetapi sebelum mereka benar-benar menghantam tanah, Orion menekan tombol lain di kapsulnya—dan seketika, medan gravitasi buatan menghambat jatuh mereka.
Mereka mendarat dengan selamat di atap kendaraan di bawah.
Aurora masih terengah-engah saat Orion menariknya turun ke jalanan yang lebih sepi.
“Kita harus ke luar kota,” kata Orion lagi.
Aurora menatapnya dengan tatapan penuh pertanyaan.
“Dan bagaimana caranya?”
Orion tersenyum tipis. “Aku tahu jalan rahasia.”
Mereka bergerak cepat melalui lorong-lorong gelap yang jarang dilalui warga. Orion tampaknya sudah mengenal kota ini jauh lebih baik daripada yang Aurora kira.
Setelah beberapa menit berjalan, mereka akhirnya tiba di sebuah gerbang besar yang terlihat seperti fasilitas penyimpanan tua.
“Apa ini?” tanya Aurora.
“Terowongan bawah tanah,” jawab Orion. “Dulu digunakan untuk transportasi sebelum kota ini dibangun sepenuhnya. Sekarang sudah ditutup.”
Aurora mengernyit. “Kalau sudah ditutup, bagaimana kita bisa masuk?”
Orion mengeluarkan perangkat kecil lainnya dan menyambungkannya ke panel di samping pintu. Setelah beberapa detik, terdengar bunyi klik—pintu terbuka dengan sendirinya.
“Karena aku bukan orang biasa,” kata Orion, menyeringai.
Aurora hanya bisa menggeleng. “Aku benar-benar ingin tahu siapa kau sebenarnya.”
Mereka masuk ke dalam terowongan. Tempat itu gelap dan berdebu, tetapi lebih aman daripada berada di atas, di mana pasukan keamanan pasti sedang mencari mereka.
Setelah beberapa menit berjalan dalam keheningan, Aurora akhirnya bertanya, “Apa yang sebenarnya ada di luar sana, Orion?”
Orion berhenti dan menatapnya.
“Kebenaran,” katanya pelan. “Dan aku akan menunjukkannya padamu.”
Aurora menelan ludah.
Untuk pertama kalinya dalam hidupnya, dia merasa dirinya melangkah keluar dari sistem yang selalu mengendalikan hidupnya.
Dan mungkin, dia tidak akan pernah bisa kembali lagi.
Bab 5: Kebenaran yang Terkubur
Terowongan bawah tanah itu gelap dan berdebu, seperti sudah puluhan tahun tidak digunakan. Aurora dan Orion berjalan menyusuri lorong sempit dengan hanya cahaya redup dari perangkat genggam Orion yang menerangi jalan.
Suara langkah kaki mereka bergema, membuat Aurora semakin waspada. Tidak ada yang tahu apa yang bersembunyi di dalam kegelapan ini.
“Seberapa jauh kita harus berjalan?” Aurora bertanya, mencoba mengabaikan rasa tidak nyaman yang merayapi tubuhnya.
“Kurang dari satu kilometer,” jawab Orion tanpa menoleh. “Di ujung terowongan ini, ada pintu keluar yang menuju ke zona terlarang di bawah kota.”
Aurora mengernyit. Zona terlarang?
Dia sudah sering mendengar desas-desus tentang bagian kota yang tidak boleh dimasuki siapa pun. Orang-orang menyebutnya sebagai “Ruang Hampa”, tempat yang dikatakan tidak aman dan penuh dengan sisa-sisa eksperimen gagal dari masa lalu.
“Tunggu,” Aurora menarik lengan Orion, menghentikan langkahnya. “Kau bilang kita menuju ke zona terlarang. Kenapa ke sana?”
Orion menatapnya sebentar sebelum berkata, “Karena di sanalah semua jawaban berada.”
Aurora menelan ludah.
Tapi sebelum dia bisa bertanya lebih lanjut, Orion tiba-tiba berhenti dan mengangkat tangannya, memberi isyarat untuk diam.
Aurora langsung menahan napas.
Dari kejauhan, terdengar suara derit logam—seperti ada sesuatu yang bergerak dalam gelap.
Aurora merasakan bulu kuduknya berdiri. “Apa itu?” bisiknya.
Orion mengaktifkan mode penglihatan malam di perangkatnya dan mengarahkan cahaya ke depan.
Dan saat itu juga, Aurora melihatnya.
Sebuah pintu besar berkarat, setengah terbuka, dengan tanda peringatan berwarna merah di dindingnya.
LABORATORIUM GENESIS – AKSES DILARANG
Aurora menegang. “Laboratorium Genesis?”
Orion mengangguk. “Dulu tempat ini adalah pusat eksperimen pertama New Eden. Mereka menciptakan generasi pertama manusia rekayasa genetika di sini. Termasuk aku.”
Aurora merasakan dadanya sesak. “Tapi kalau begitu… kenapa tempat ini ditutup?”
Orion menghela napas panjang sebelum menjawab, “Karena eksperimen mereka gagal. Dan mereka tidak ingin ada yang tahu.”
Aurora mengikuti Orion masuk ke dalam laboratorium yang gelap. Cahaya redup dari lampu darurat masih menyala, memberikan suasana yang menyeramkan.
Di sepanjang dinding, ada tabung-tabung kaca besar, beberapa di antaranya sudah pecah. Cairan kental yang dulunya mengisi tabung itu sudah mengering, meninggalkan bekas kecokelatan di lantai.
Aurora merinding saat melihat sesuatu yang mengerikan—kerangka manusia di dalam beberapa tabung yang masih utuh.
“Astaga…” bisiknya. “Mereka benar-benar menciptakan manusia di sini?”
Orion tidak menjawab. Dia berjalan ke salah satu terminal komputer tua yang tertutup debu dan mulai mengaksesnya. Aurora bisa melihat ekspresi serius di wajahnya, seperti sedang mencari sesuatu yang sangat penting.
Beberapa detik kemudian, layar komputer menyala, dan file rahasia muncul di hadapan mereka.
Aurora membaca judul dokumen itu dengan perasaan tidak enak.
PROYEK GENESIS: PERINTAH ELIMINASI
Dengan tangan gemetar, dia mengklik file tersebut.
Dan saat dia membaca isinya, dia hampir tidak bisa bernapas.
“Dari 128 subjek eksperimen, hanya 1 yang bertahan tanpa mengalami kegagalan mutasi. Namun, hasilnya terlalu kuat dan sulit dikendalikan. Untuk memastikan stabilitas New Eden, seluruh subjek harus dieliminasi.”
Aurora menatap Orion dengan mata membelalak.
“Kau satu-satunya yang bertahan…” bisiknya.
Orion mengangguk pelan. “Dan karena itu, mereka mencoba menghapusku dari sistem. Tapi aku bertahan… dan sekarang aku ingin tahu alasan sebenarnya kenapa mereka tidak membunuhku sejak awal.”
Aurora kembali membaca dokumen tersebut. Dan itulah saat dia menemukan sesuatu yang lebih mengejutkan.
“Perintah eliminasi telah ditangguhkan karena kemungkinan subjek terakhir memiliki akses unik terhadap Perisai Kota. Jika hipotesis ini benar, maka perisai tidak akan bertahan tanpa keberadaan subjek terakhir.”
Aurora merasa tubuhnya membeku.
Dia menatap Orion dengan napas tertahan. “Mereka tidak membunuhmu… karena kau terhubung dengan perisai?”
Orion terdiam sesaat, lalu berkata, “Sepertinya begitu.”
Aurora merasa jantungnya berdegup kencang. Ini lebih besar dari yang ia kira.
Jika Orion benar-benar terhubung dengan perisai kota, maka tanpa dirinya, New Eden mungkin akan runtuh.
Aurora melangkah mundur, mencoba mencerna semuanya.
Tetapi sebelum dia bisa berbicara lagi, sebuah suara tiba-tiba terdengar dari balik ruangan.
Suara langkah kaki.
Mereka tidak sendirian.
Aurora dan Orion langsung menoleh ke arah suara itu. Orion segera menariknya ke belakang, melindunginya.
Dari balik bayangan, seorang wanita muncul.
Aurora terkejut saat menyadari siapa dia.
Elise.
Sahabatnya.
Tetapi ekspresi Elise tidak seperti biasanya. Wajahnya dingin, tanpa emosi. Di tangannya, ada sebuah senjata elektro yang diarahkan langsung ke mereka.
“Aurora Vale,” suara Elise terdengar tegas. “Kau telah melangkah terlalu jauh.”
Aurora merasa tubuhnya membeku.
“Tidak…” bisiknya. “Kau bekerja untuk mereka?”
Elise menatapnya tanpa ekspresi. “Aku bekerja untuk menjaga ketertiban. Dan kalian berdua baru saja menjadi ancaman terbesar bagi New Eden.”
Aurora menelan ludah.
Dia tidak percaya ini.
Sahabatnya sendiri telah mengkhianatinya.
Orion berdiri tegak di samping Aurora, tatapan matanya tajam.
“Jadi, bagaimana ini akan berakhir?” katanya.
Elise mengencangkan genggaman tangannya pada senjata.
“Dengan kalian menyerah,” katanya dingin. “Atau mati.”
Bab 6: Cinta yang Didesain?
Aurora tidak bisa mempercayai apa yang sedang terjadi.
Elise, sahabat yang selama ini selalu ada di sisinya, sekarang berdiri di hadapannya dengan pistol elektro diarahkan langsung ke mereka.
“Menyerah atau mati.”
Suara Elise begitu dingin, seolah dia bukan lagi orang yang Aurora kenal.
Aurora menatap matanya, mencari jejak sahabatnya di sana. “Elise… kenapa kau melakukan ini?”
Elise tidak berkedip. “Karena aku harus.”
Aurora mengepalkan tangannya. “Kau bekerja untuk mereka? Sejak kapan?”
Elise menatapnya dengan ekspresi kosong. “Sejak aku sadar bahwa sistem ini adalah satu-satunya cara untuk bertahan hidup.”
Aurora merasakan gelombang emosi campur aduk dalam dirinya—marah, kecewa, dan takut. “Mereka hanya menggunakan kita, Elise. Genesis bukan program perjodohan, ini eksperimen genetika! Kita semua hanyalah pion dalam permainan mereka.”
Elise tidak menunjukkan reaksi. “Dan karena itulah aku tidak bisa membiarkan kalian keluar dari sini.”
Orion, yang sejak tadi diam, akhirnya bersuara. “Lalu kenapa kau tidak menembak saja?” tanyanya dengan nada tajam. “Jika kau benar-benar ingin melenyapkan kami, sudah dari tadi kau melakukannya.”
Aurora melirik Orion, menyadari sesuatu. Elise ragu.
Entah karena perasaan lamanya terhadap Aurora atau ada sesuatu yang lain, dia tidak langsung menarik pelatuknya.
Elise menggertakkan giginya. “Aku diberi perintah untuk membawa kalian hidup-hidup.”
“Apa yang akan mereka lakukan pada kami?” Aurora bertanya.
Elise diam sejenak sebelum akhirnya berkata, “Mereka ingin mengendalikan Orion.”
Aurora merasakan jantungnya berdetak lebih cepat. “Mengendalikan?”
“Dia satu-satunya subjek yang tersisa. Jika dia benar-benar terhubung dengan perisai kota, maka dia adalah kunci untuk menjaga New Eden tetap bertahan.” Elise menatap Orion dengan tajam. “Mereka tidak akan membunuhmu. Mereka akan menggunakanmu.”
Orion menyeringai sinis. “Itu kalau mereka bisa menangkapku.”
Sebelum Elise bisa bereaksi, Orion bergerak cepat. Dalam sekejap, dia menendang pistol dari tangan Elise dan menerjangnya. Elise jatuh ke lantai, mencoba merebut kembali senjatanya, tapi Orion lebih cepat. Dia menekan titik di leher Elise, membuatnya pingsan seketika.
Aurora menatap Elise yang kini tergeletak tak berdaya di lantai. Napasnya masih tersengal.
“Dia tidak akan lama pingsan,” kata Orion, meraih tangan Aurora. “Kita harus pergi.”
Mereka kembali berlari melewati lorong-lorong laboratorium yang gelap. Aurora masih merasa dadanya sesak. Sahabatnya telah mengkhianatinya.
“Kita tidak bisa terus seperti ini,” katanya saat mereka berbelok ke arah ruangan lain. “Mereka akan terus mengejar kita.”
Orion menatapnya sambil terus berjalan. “Aku tahu. Itu sebabnya kita harus keluar dari kota ini.”
Aurora menggigit bibirnya. “Apa yang akan kita lakukan setelah keluar? Jika yang kau katakan benar, bahwa dunia luar tidak seperti yang kita pikirkan… lalu bagaimana kita bisa bertahan?”
Orion terdiam sejenak sebelum akhirnya berkata, “Aku tidak tahu. Tapi aku tahu satu hal—aku tidak akan membiarkan mereka mengendalikan kita.”
Aurora menatap Orion dari samping. Sejak awal, pria ini selalu penuh misteri. Tapi kini, dia mulai memahami siapa Orion sebenarnya.
Dia bukan hanya sekadar hasil eksperimen.
Dia adalah manusia, sama seperti dirinya.
Dan entah bagaimana, meskipun baru bertemu beberapa hari, Aurora merasa bahwa dia bisa mempercayai pria ini.
Dia menarik napas dalam-dalam. “Baiklah. Kita lakukan ini bersama-sama.”
Orion menoleh dan tersenyum kecil. “Aku senang kau akhirnya mempercayaiku.”
Aurora mengangguk. Tapi di dalam hatinya, masih ada satu pertanyaan yang mengganggunya.
Apakah perasaan ini nyata… atau hanya hasil dari rekayasa genetika?
Beberapa jam kemudian, mereka berhasil menemukan jalan keluar lain dari laboratorium. Sebuah lorong kecil yang terkoneksi dengan sistem drainase kota.
Saat mereka keluar dari terowongan, mereka bisa melihat dinding perisai kota yang menjulang tinggi di depan mereka.
Aurora merasakan jantungnya berdegup kencang. Ini pertama kalinya dalam hidupnya dia begitu dekat dengan batas kota.
“Apa kita benar-benar bisa keluar?” bisiknya.
Orion menatap perisai itu dengan serius. “Aku punya teori.”
Aurora menatapnya dengan ragu. “Teori?”
Orion menoleh padanya. “Jika aku benar-benar terhubung dengan perisai, maka aku seharusnya bisa melewatinya tanpa terluka.”
Aurora menatap Orion dengan mata membelalak. “Kau ingin mengujinya sekarang?”
Orion mengangguk. “Ini satu-satunya cara.”
Aurora merasa tenggorokannya mengering. Jika teori Orion salah, maka dia bisa langsung mati.
Tapi sebelum dia bisa menghentikannya, Orion sudah melangkah maju.
Aurora menahan napas.
Perisai energi bersinar biru terang saat Orion semakin dekat. Saat dia mengulurkan tangannya…
Tidak terjadi apa-apa.
Aurora menatap dengan mata membelalak. Orion berhasil menembus perisai.
Dia berbalik dan mengulurkan tangannya ke Aurora. “Kau percaya padaku?”
Aurora menatapnya sebentar.
Lalu, tanpa ragu, dia meraih tangan Orion.
Saat dia melangkah melewati perisai, dia merasa tubuhnya sedikit kesemutan, tapi tidak ada rasa sakit.
Dan dalam sekejap, mereka berada di luar New Eden.
Untuk pertama kalinya dalam hidupnya, Aurora menghirup udara dunia luar.
Dan dia menyadari sesuatu.
Udara di luar tidak beracun.
Dunia di luar tidak mati.
New Eden telah berbohong.
Bab 7: Menembus Perisai
Aurora masih berdiri terpaku.
Angin menerpa wajahnya, membawa aroma tanah yang tidak pernah ia hirup sebelumnya. Seumur hidupnya, dia diajarkan bahwa dunia di luar perisai adalah neraka—tidak bisa dihuni, beracun, dan berbahaya. Tapi sekarang, dia berdiri di sini, di luar New Eden, dan…
Udara ini bersih.
Dia menarik napas dalam-dalam, merasakan sesuatu yang selama ini tidak pernah dia sadari—kebebasan.
“Apa yang kau lihat?” Orion bertanya pelan.
Aurora menoleh ke arahnya. Pria itu berdiri dengan tenang di sampingnya, matanya tajam menatap ke cakrawala. Dia sudah tahu kebenarannya sejak awal.
“Kita ditipu,” Aurora berbisik, masih belum percaya. “Selama ini, kita hidup dalam kebohongan.”
Orion mengangguk. “Dan itulah sebabnya mereka sangat ingin mempertahankan kota itu.”
Aurora masih mencoba memahami semuanya ketika suara sirene mulai terdengar dari kejauhan.
Mereka sudah menyadari pelarian ini.
“Ayo pergi,” kata Orion, menarik tangan Aurora.
Mereka mulai berlari ke dalam padang luas yang terbentang di hadapan mereka. Aurora bisa melihat sisa-sisa reruntuhan bangunan di kejauhan—mungkin peninggalan kota lain yang telah lama ditinggalkan. Vegetasi liar tumbuh di antara puing-puing, membuktikan bahwa dunia ini tidak mati seperti yang mereka katakan.
Namun, di belakang mereka, pasukan keamanan New Eden sudah mulai bergerak.
Aurora melirik ke belakang. Dari balik perisai, beberapa drone melayang di udara, mencari mereka. Jika mereka tertangkap, tidak ada jaminan mereka akan tetap hidup.
“Kita harus menemukan tempat bersembunyi,” katanya terengah.
Orion mengangguk, lalu menariknya menuju reruntuhan terdekat. Mereka berlari secepat yang mereka bisa, menyelinap di antara bangunan-bangunan yang hancur.
Saat mereka masuk ke dalam sebuah gedung tua, Orion memimpin Aurora ke lantai bawah tanah. Mereka menemukan ruangan gelap yang tampak seperti bunker lama. Orion menutup pintunya dengan hati-hati, lalu menekan tombol kecil di pergelangan tangannya.
Seketika, sebuah medan elektromagnetik aktif, menyelimuti bunker dalam lapisan perlindungan yang tidak terlihat.
Aurora mengerutkan kening. “Apa yang kau lakukan?”
Orion tersenyum tipis. “Mengaktifkan jammer. Ini akan menghalangi sinyal pencarian mereka selama beberapa jam.”
Aurora menghela napas lega, lalu duduk di lantai, mencoba menenangkan dirinya. “Apa sekarang kita aman?”
“Untuk sementara,” Orion menjawab.
Aurora menatapnya lama. Banyak sekali pertanyaan yang ingin dia tanyakan.
“Orion… kau tahu ini semua dari awal, bukan?”
Orion terdiam, lalu duduk di sampingnya. “Aku hanya tahu sebagian. Aku tahu aku bagian dari eksperimen, aku tahu Genesis bukan sekadar program perjodohan, dan aku tahu dunia luar tidak seperti yang mereka katakan. Tapi aku tidak tahu kenapa mereka tetap mempertahankan kota itu, atau kenapa mereka tidak membunuhku sejak awal.”
Aurora menggigit bibirnya. Ada sesuatu yang lebih besar dari ini semua.
Tiba-tiba, Orion menatapnya dalam-dalam.
“Aurora,” katanya pelan. “Kau masih ingin tahu kenapa kita dipasangkan dalam Genesis?”
Aurora menahan napas. Ya. Itu adalah pertanyaan yang terus mengganggunya sejak awal.
“Aku menemukan sesuatu dalam data yang kau lihat,” lanjut Orion. “Genesis tidak hanya memilih pasangan berdasarkan kecocokan genetik biasa. Mereka memilih pasangan berdasarkan DNA yang bisa berinteraksi satu sama lain.”
Aurora menatapnya, tidak mengerti. “Maksudmu?”
Orion mengambil tangannya dan meletakkan di dadanya, tepat di atas jantungnya.
Aurora bisa merasakan detak jantungnya yang kuat, tapi ada sesuatu yang lain—seperti getaran halus di bawah kulitnya.
“DNA kita… kompatibel dalam arti yang lebih dalam,” Orion melanjutkan. “Aku tidak hanya dipasangkan denganmu karena kita bisa memiliki keturunan sempurna. Tapi karena DNA-mu adalah satu-satunya yang bisa… menstabilkan efek eksperimen yang ada dalam tubuhku.”
Aurora terkejut. “Apa maksudmu?”
Orion menatapnya dengan ekspresi serius. “Aurora… ada kemungkinan perasaan kita ini bukan hanya alami. Tapi hasil rekayasa genetika.”
Aurora merasakan tubuhnya kaku.
Tiba-tiba, semua momen yang mereka lewati bersama terasa seperti teka-teki yang harus dia pecahkan.
Benarkah dia mulai menyukai Orion karena dirinya sendiri?
Atau…
Apakah dia hanya diprogram untuk jatuh cinta padanya?
Aurora menatap Orion dengan napas terputus.
“Jadi… kita hanya eksperimen?” bisiknya.
Orion tidak langsung menjawab. Dia hanya menatapnya dengan mata abu-abu yang dalam.
“Aku tidak tahu,” katanya akhirnya. “Tapi aku tahu satu hal…”
Aurora menelan ludah. “Apa?”
Orion tersenyum tipis. “Aku ingin percaya bahwa ini nyata.”
Aurora menatapnya lama.
Dan untuk pertama kalinya, dia merasa sangat takut—bukan kepada New Eden, bukan kepada perisai yang menyekap mereka selama ini, tetapi kepada kemungkinan bahwa perasaannya mungkin bukan miliknya sendiri.
Tetapi sebelum dia bisa berpikir lebih jauh, suara dentuman keras terdengar dari luar.
Aurora dan Orion langsung menoleh ke pintu bunker.
Mereka telah ditemukan.
Bab 8: Kembali ke Kota, Tapi Tidak Sama
Aurora merasakan dadanya menegang saat suara dentuman semakin keras. Mereka telah ditemukan.
Orion bergerak cepat. Dia menarik Aurora ke sudut bunker, matanya tajam menatap pintu logam yang kini bergetar karena pukulan dari luar.
“Berapa lama waktu yang kita miliki?” tanya Aurora, suaranya nyaris berbisik.
Orion mengecek perangkat kecil di pergelangan tangannya. “Lima menit, mungkin kurang.”
Aurora mencoba berpikir cepat. “Apa ada jalan lain keluar dari sini?”
Orion menggeleng. “Tidak. Tapi aku punya rencana lain.”
Dia merogoh saku jaketnya dan mengeluarkan kapsul kecil berbentuk silinder. Aurora langsung mengenali benda itu—alat yang digunakan Orion saat mereka kabur dari apartemen.
“Ini granat elektromagnetik,” jelas Orion. “Akan membuat semua perangkat elektronik mati selama beberapa detik.”
Aurora menatapnya dengan waspada. “Itu berarti kita juga tidak bisa menggunakan jammer lagi?”
Orion mengangguk. “Tapi kita tidak punya pilihan. Begitu mereka masuk, kita hanya punya satu kesempatan untuk kabur.”
Aurora menarik napas dalam-dalam. Dia tahu mereka tidak punya waktu untuk ragu. “Baiklah. Apa yang harus kulakukan?”
Orion menatapnya serius. “Begitu aku melempar granat ini, kita harus lari secepat mungkin. Jangan menoleh ke belakang.”
Aurora menelan ludah dan mengangguk.
Orion tidak membuang waktu. Dengan gerakan cepat, dia melemparkan kapsul itu ke arah pintu. Dalam hitungan detik, cahaya biru menyala terang, diikuti suara letusan senyap yang membuat semua lampu dan sistem elektronik di bunker padam.
Lalu—pintu terbuka.
Tanpa menunggu lebih lama, Orion menarik tangan Aurora dan mereka melesat keluar.
Di luar, beberapa prajurit New Eden tampak kebingungan, mencoba menyalakan ulang sistem mereka. Aurora dan Orion menggunakan kesempatan itu untuk berlari menuju reruntuhan kota.
Tapi mereka tidak bisa lari jauh.
Dari langit, drone militer mulai mengejar mereka. Aurora bisa mendengar suara mesin mendengung, dan sebelum dia bisa bereaksi—
Sebuah peluru energi menghantam tanah di sampingnya.
Aurora menjerit, tubuhnya terdorong oleh ledakan kecil. Orion langsung menariknya bangun. “Ayo!”
Tapi sebelum mereka bisa berlari lebih jauh, sebuah peluru bius mengenai bahu Orion.
Aurora melihat dengan horor saat pria itu tersentak dan jatuh ke tanah.
“Tidak!” Aurora berlutut di sampingnya, mencoba membangunkannya.
Orion berusaha tetap sadar, tetapi racun bius dengan cepat menyebar di tubuhnya. Dia menatap Aurora dengan mata berat.
“Lari…” bisiknya.
Tapi Aurora tidak bisa meninggalkannya.
Sebelum dia bisa memikirkan langkah selanjutnya, sesuatu yang dingin menyentuh lehernya.
Sebuah senjata.
Aurora menoleh—dan melihat Elise berdiri di sana, ekspresinya kosong.
“Aku sudah bilang, kalian tidak bisa kabur,” kata Elise pelan.
Aurora menggertakkan giginya, tapi dia tidak bisa melawan.
Beberapa prajurit New Eden sudah mengelilingi mereka.
Mereka telah kalah.
Aurora terbangun dengan rasa nyeri di seluruh tubuhnya.
Dia berada di dalam ruangan putih bersih, tidak ada jendela, hanya dinding steril dan lampu neon yang menyilaukan.
Tangan dan kakinya terikat pada kursi logam.
Di depannya, Elise duduk dengan tenang, seperti seseorang yang tidak pernah mengkhianati sahabatnya.
“Kau akhirnya bangun,” katanya.
Aurora menatapnya dengan marah. “Di mana Orion?”
Elise tidak langsung menjawab. “Dia masih hidup. Untuk sekarang.”
Aurora menggertakkan giginya. “Apa yang kalian lakukan padanya?”
Elise menyandarkan punggungnya di kursi. “Kami sedang memutuskan apakah dia lebih berguna sebagai alat… atau sebagai subjek yang harus diakhiri.”
Aurora merasakan kemarahan mendidih dalam dadanya. “Kalian tidak bisa melakukan ini!”
Elise menatapnya dengan datar. “Kami bisa. Dan kami akan.”
Aurora mengepalkan tangannya. “Kau benar-benar tidak peduli dengan semua kebohongan yang mereka lakukan, ya?”
Elise menghela napas. “Aurora… ini bukan tentang kebohongan atau kebenaran. Ini tentang bertahan hidup.”
“Tidak, Elise. Ini tentang kebebasan!”
Elise terdiam sesaat, lalu menggeleng. “Kebebasan itu tidak ada di dunia ini, Aurora. Satu-satunya cara untuk bertahan adalah mengikuti aturan.”
Aurora merasakan perasaan frustrasi yang begitu kuat. Elise sudah tidak bisa diselamatkan.
“Tapi ada satu hal yang ingin kutanyakan,” Elise berkata, matanya menatap Aurora dengan tajam.
Aurora tidak menjawab, hanya menunggu.
“Apakah kau benar-benar mencintainya?”
Aurora terkejut dengan pertanyaan itu.
Elise melipat tangannya di atas meja. “Atau itu hanya efek dari rekayasa genetika?”
Aurora merasa dadanya sesak. Pertanyaan itu juga sudah menghantuinya.
Elise menyeringai kecil. “Kau tidak yakin, kan?”
Aurora terdiam.
“Jika aku membiarkan kalian pergi sekarang, jika aku menghapus semua rekayasa genetika dalam tubuh kalian… apakah kau masih akan memilih Orion?” Elise bertanya pelan.
Aurora menggigit bibirnya. Dia ingin mengatakan ya.
Tapi… bagaimana jika Elise benar?
Bagaimana jika semua ini bukan perasaan yang nyata?
Bagaimana jika cinta ini hanyalah hasil manipulasi genetik?
Aurora tidak tahu jawabannya.
Dan itu membuatnya lebih takut daripada apa pun.
Di luar ruangan, Orion terbaring di dalam sebuah kapsul kaca, tubuhnya terhubung dengan berbagai alat pemantau.
Di dalam sistem pusat New Eden, perintah baru telah diberikan.
“Subjek #129 – Orion Kael – Status: Akan diintegrasikan dengan Perisai Kota.”
Aurora tidak tahu bahwa saat ini, waktu mereka semakin menipis.
Bab 9: Revolusi
Aurora tidak bisa membiarkan ini terjadi.
Dia menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan dirinya meskipun tangannya masih terikat di kursi logam. Elise menatapnya dengan ekspresi dingin, menunggu jawaban atas pertanyaan yang terus menghantuinya:
Apakah perasaannya kepada Orion nyata, atau hanya hasil rekayasa genetika?
Tapi itu bukan pertanyaan yang penting saat ini. Yang lebih penting adalah menyelamatkan Orion sebelum mereka menghubungkannya dengan perisai kota.
Aurora menatap Elise dengan tajam. “Kau pikir kau melakukan hal yang benar, tapi kau hanya mengikuti sistem yang akan menghancurkan kita semua.”
Elise menghela napas. “Aku tidak ingin melakukan ini, Aurora. Aku hanya ingin memastikan bahwa kota ini bertahan.”
“Kota ini bertahan dengan kebohongan,” desis Aurora.
Elise tampak ragu, tapi sebelum dia bisa mengatakan apa pun, suara alarm berbunyi.
“PERINGATAN: GANGGUAN PADA SISTEM KEAMANAN.
SUBJEK #129 TELAH MELARIKAN DIRI.”
Mata Aurora membelalak. Orion melarikan diri?!
Elise langsung berdiri. “Itu tidak mungkin…”
Pintu ruangan terbuka dengan keras. Seorang petugas keamanan bergegas masuk, wajahnya tegang. “Kapten Elise, kami kehilangan kendali atas sistem perisai kota. Orion Kael telah menyusup ke ruang kontrol!”
Elise mengumpat. “Persiapkan semua unit! Kita harus menangkapnya sebelum dia menghancurkan semuanya!”
Aurora melihat kesempatan ini dan langsung bergerak. Dengan cepat, dia menendang meja di depannya, membuat Elise kehilangan keseimbangan. Petugas keamanan mencoba menangkapnya, tapi Aurora sudah meraih sesuatu yang tersembunyi di balik kursinya—sepotong logam tajam yang dia sembunyikan sejak tadi.
Dengan satu gerakan cepat, dia memotong tali yang mengikat tangannya dan melumpuhkan petugas dengan pukulan ke leher. Elise baru sadar apa yang terjadi saat Aurora sudah merebut senjatanya.
“Jangan coba-coba menghentikanku,” kata Aurora dingin.
Elise menatapnya, wajahnya penuh konflik. “Kau tidak mengerti, Aurora. Jika Orion menghancurkan perisai, kota ini bisa runtuh!”
“Atau mungkin kita akhirnya bisa melihat dunia luar yang sebenarnya,” balas Aurora.
Tanpa menunggu lebih lama, dia berlari keluar dari ruangan.
Aurora berlari menuju pusat kendali perisai kota. Dia tahu persis di mana lokasinya—karena selama bertahun-tahun, dia bekerja di pusat energi yang menopang sistem itu.
Saat dia sampai di sana, dia melihat Orion sudah berada di terminal utama, tangannya menari di atas layar hologram, mencoba menonaktifkan sistem perisai.
“Orion!” Aurora berteriak.
Orion menoleh, matanya penuh determinasi. “Aurora! Aku hampir selesai!”
Aurora berlari ke arahnya. “Apa yang sedang kau lakukan?”
Orion mengetik sesuatu dengan cepat di layar hologram. “Aku memasukkan kode override ke dalam sistem. Begitu aku selesai, perisai kota akan dinonaktifkan—dan semua orang akan melihat apa yang sebenarnya ada di luar sana!”
Aurora menatap layar. Persentase sistem override sudah mencapai 90%.
Tapi sebelum Orion bisa menyelesaikannya, suara langkah kaki terdengar.
Elise muncul di pintu, bersama sepasukan prajurit bersenjata.
“Berhenti sekarang juga!” Elise berteriak.
Aurora segera mengangkat senjata yang dia curi dan mengarahkannya ke Elise. “Jangan mendekat!”
Elise tidak bergerak. “Aurora, kalau kau membiarkan ini terjadi, kita mungkin tidak akan bertahan!”
Aurora menggeleng. “Kita akan bertahan. Kita hanya tidak pernah diberi kesempatan untuk melihat kebenarannya.”
Orion menekan tombol terakhir di layar. “Sudah selesai.”
Aurora menahan napas.
Di atas mereka, suara gemuruh terdengar.
Perisai kota mulai melemah.
Cahaya biru yang selama ini melindungi New Eden berkedip-kedip, sebelum akhirnya menghilang sepenuhnya.
Dan untuk pertama kalinya… semua orang di New Eden bisa melihat dunia luar yang sebenarnya.
Langit tidak hitam dan beracun seperti yang selalu mereka percayai. Matahari bersinar, meskipun redup karena lapisan polusi. Tetapi dunia luar tidak mati. Vegetasi masih tumbuh, udara masih bisa dihirup.
Orang-orang keluar dari rumah mereka, menatap langit dengan kebingungan dan ketakutan.
Mereka telah ditipu selama ini.
Dan sekarang, kebohongan itu telah runtuh.
Elise menatap pemandangan di luar dengan mata membelalak. “Ini…”
Aurora menatapnya. “Ini kenyataan.”
Elise terlihat goyah. Selama ini dia percaya pada sistem, percaya bahwa mereka melakukan hal yang benar. Tetapi sekarang, dia menyadari bahwa semuanya adalah kebohongan yang dibangun untuk membuat mereka tetap patuh.
Tapi sebelum dia bisa mengatakan apa pun, suara ledakan lain terdengar.
Aurora berbalik—dan melihat bahwa pusat energi kota mulai meledak.
Orion mengerutkan kening. “Sial… mereka mencoba menghancurkan sistem dari dalam!”
Aurora menyadari apa yang terjadi. Pemerintah New Eden lebih memilih menghancurkan kota ini daripada membiarkan warganya mengetahui kebenaran.
“Kita harus pergi sekarang!” Orion menarik tangan Aurora.
Aurora menoleh ke Elise, yang masih berdiri terpaku.
“Ayo ikut dengan kami,” katanya.
Elise menatapnya dengan ragu. Dia bisa tetap di sini dan mati bersama kota yang selama ini dia lindungi, atau pergi dan menghadapi dunia yang baru.
Setelah beberapa detik yang terasa seperti selamanya, Elise akhirnya mengangguk.
Mereka bertiga berlari keluar dari gedung, melewati kota yang kini dilanda kekacauan. Orang-orang mulai melarikan diri, sementara beberapa masih tidak percaya dengan apa yang mereka lihat.
Dan ketika pusat energi kota akhirnya meledak dalam ledakan besar, mereka sudah jauh di luar New Eden.
Mereka tidak menoleh ke belakang.
New Eden telah jatuh.
Tetapi mereka telah menang.
Bab 10: Pengantin Terakhir di Bumi
Api masih membakar reruntuhan New Eden di kejauhan. Kota yang selama ini menjadi satu-satunya tempat yang mereka kenal kini tinggal puing-puing. Aurora berdiri di atas bukit kecil, menatap sisa-sisa peradaban yang telah runtuh di balik cakrawala.
Mereka telah menang.
Tetapi, kemenangan ini terasa pahit.
Orion berdiri di sampingnya, matanya juga menatap kota yang kini hanya menjadi sejarah. Elise duduk di belakang mereka, masih dalam keheningan. Dia belum banyak bicara sejak mereka melarikan diri.
Aurora menarik napas dalam-dalam. Dunia di luar ini jauh lebih luas dari yang pernah dia bayangkan. Udara masih memiliki jejak polusi, tetapi tetap bisa dihirup. Tanaman liar tumbuh di antara bangunan tua yang hancur. Ini bukan dunia mati seperti yang selalu diceritakan kepada mereka.
Mereka telah dibohongi selama ini.
Tetapi sekarang, tidak ada lagi perisai yang mengurung mereka. Tidak ada lagi sistem yang mengatur hidup mereka.
Hanya ada kebebasan.
Beberapa jam berlalu dalam keheningan. Mereka menemukan sebuah bangunan tua yang cukup aman untuk beristirahat. Elise akhirnya berbicara setelah sekian lama.
“Apa yang akan kita lakukan sekarang?” tanyanya.
Aurora menatap Orion, lalu kembali menatap Elise. “Kita mulai dari awal.”
Elise tertawa kecil, tetapi tidak dengan cara yang mengejek. “Kedengarannya lebih mudah diucapkan daripada dilakukan.”
Orion menyandarkan dirinya ke dinding. “Mungkin. Tapi kita tidak punya pilihan lain, kan?”
Aurora tersenyum kecil. “Kita bertahan, seperti yang selalu kita lakukan.”
Elise menghela napas panjang dan mengangguk. “Aku masih tidak percaya semua yang kuketahui selama ini hanyalah kebohongan.”
“Tapi sekarang kau tahu yang sebenarnya,” kata Orion.
Elise menatapnya dengan mata penuh kebingungan. “Dan apa yang harus kulakukan dengan itu?”
Orion mengangkat bahu. “Itu terserah padamu. Kita semua punya pilihan sekarang.”
Aurora menatap Orion lama. Dia tahu bahwa pria ini telah mengorbankan segalanya untuk mengungkap kebenaran.
Dan dia tahu bahwa dia mulai merasakan sesuatu yang lebih dalam untuknya.
Tetapi pertanyaan itu masih menghantuinya.
Apakah perasaan ini nyata? Atau hanya hasil rekayasa genetika?
Aurora mengambil napas dalam-dalam dan akhirnya bertanya, “Orion… jika kita tidak pernah dipasangkan dalam Genesis, apakah kita masih akan merasa seperti ini?”
Orion menatapnya lama.
“Aku tidak tahu,” jawabnya jujur. “Tapi aku tahu satu hal.”
Aurora menunggu. “Apa?”
Orion tersenyum kecil. “Aku memilih untuk percaya bahwa ini nyata.”
Aurora menelan ludah. Itu adalah jawaban yang sederhana, tetapi mengandung makna yang dalam.
Pada akhirnya, cinta bukan tentang kode genetik atau eksperimen. Cinta adalah pilihan.
Dan dia memilihnya.
Aurora tersenyum, untuk pertama kalinya sejak semuanya dimulai.
Dia mungkin pengantin terakhir di Bumi, tetapi dia tidak sendiri.
Mereka akan menghadapi dunia ini bersama.
Dan untuk pertama kalinya, masa depan terasa seperti sesuatu yang mereka bisa tentukan sendiri.
Tamat.
Novel ini ditulis oleh Evi Fauzi, Penulis dari Novel Singkat. Baca juga novel romantis, petualangan dan fiksi ilmiah lainnya.