Novel Singkat Dimensi yang Sama, Jiwa yang Berbeda
Novel Singkat Dimensi yang Sama, Jiwa yang Berbeda

Novel Singkat: Dimensi yang Sama, Jiwa yang Berbeda

Arya , seorang jurnalis investigasi , mulai mengalami déjà vu aneh yang semakin sering. Saat ia menyelidikinya, ia menemukan bahwa ingatannya berasal dari versi dirinya di dimensi paralel yang mencoba mengungkap akan bahaya besar.

Ketika ia menemukan perangkat peninggalan ayahnya, Arya terseret ke dalam dunia yang berbeda—sebuah dimensi yang hampir runtuh akibat eksperimen berbahaya yang dilakukan oleh Eris Corporation . Di sana, ia bertemu dengan versi lain dirinya dan mengetahui bahwa ia adalah kunci untuk menyelamatkan semua kenyataan.

Bab 1: Bayangan yang Tak Asing

Langit pagi itu berwarna abu-abu, seperti lembaran kertas kosong yang menunggu ditulisi cerita. Arya duduk di depan jendela apartemennya, memandangi lalu lintas yang padat di bawah sana. Ada sesuatu yang mengganggu pikirannya sejak beberapa minggu terakhir. Sesuatu yang tak bisa ia abaikan—seperti bayangan samar yang terus membayangi langkahnya. Déjà vu.

Ia mulai menyadari pola itu sejak beberapa bulan lalu. Ketika ia bertemu seseorang di kafe, ketika ia melewati taman kota, bahkan ketika ia membuka buku lama yang entah bagaimana terasa akrab. Semua itu membuatnya bertanya-tanya: apakah ia benar-benar pernah mengalami ini sebelumnya, atau hanya imajinasinya?

Hari itu, saat sedang bersiap pergi ke kantor, ia kembali merasakan hal yang sama. Ia menatap pantulan dirinya di cermin kamar mandi. Wajahnya tampak lelah, tapi bukan itu yang menarik perhatiannya. Di sudut cermin, ia melihat bayangan sekilas—bukan pantulan dirinya, melainkan sesuatu yang lain. Ia berbalik cepat, tapi tidak ada apa-apa.

“Cuma halusinasi,” gumamnya, mencoba menenangkan diri. Namun, hatinya tidak tenang.

Sesampainya di kantor, ia mendapati rekan-rekannya tengah bercanda dan berbicara tentang proyek baru. Tapi perhatian Arya terus terpaku pada satu hal: selembar dokumen di mejanya. Judulnya terlihat asing, tapi saat ia membaca paragraf pertama, semua terasa terlalu akrab.

“Arya, kau baik-baik saja?” suara rekan kerjanya, Rina, memotong lamunannya.

“Hah? Oh, iya. Aku cuma… merasa dokumen ini seperti pernah aku lihat sebelumnya.” Arya mencoba tersenyum, tapi ia tahu senyumnya tidak meyakinkan.

Hari terus berlalu dengan rasa gelisah yang terus tumbuh. Malam harinya, saat ia tertidur, mimpi aneh menghampirinya. Ia berada di ruangan gelap, dengan dinding-dinding yang memantulkan cahaya redup seperti air yang bergelombang. Di hadapannya, ada sosok yang samar-samar menyerupai dirinya. Sosok itu menatapnya dengan mata penuh kekhawatiran.

“Kamu harus mendengarkan ini baik-baik,” kata sosok itu dengan suara yang terdengar seperti miliknya, namun lebih berat. “Waktu kita tidak banyak.”

Arya mencoba bertanya siapa sosok itu, tapi suaranya tak keluar. Sebelum ia sempat mendengar penjelasan lebih lanjut, semuanya menghilang. Ia terbangun dengan nafas memburu, keringat dingin membasahi dahinya.

Pikirannya dipenuhi pertanyaan. Siapa sosok itu? Apa maksud dari pesan yang ia sampaikan? Dan kenapa ia merasa dunia ini mulai terasa salah—seperti potongan puzzle yang tidak sepenuhnya cocok?

Malam itu, Arya berjanji pada dirinya sendiri: ia akan mencari tahu. Apapun yang terjadi, ia harus menemukan jawaban dari semua hal aneh ini, meski itu berarti menghadapi ketakutan terbesarnya.

Bab pertama ditutup dengan Arya yang menatap langit malam dari balkon apartemennya. Di kejauhan, ada kilauan cahaya misterius di horizon—seperti retakan halus di langit yang ia tidak sadari sebelumnya. Ia tidak tahu, tapi malam itu adalah awal dari perjalanan yang akan mengubah hidupnya selamanya.

Bab 2: Pesan di Antara Mimpi

Malam terasa sunyi, tapi tidak bagi Arya. Meski tubuhnya terbaring di tempat tidur, pikirannya tidak bisa berhenti memutar mimpi aneh yang menghantuinya malam sebelumnya. Sosok yang menyerupai dirinya itu—seolah-olah sebuah cermin dari realitas lain—mengucapkan sesuatu yang terus terngiang di kepalanya.

“Waktu kita tidak banyak.”

Pesan itu membuat Arya gelisah. Ia bahkan tidak tahu harus mulai dari mana untuk memahami semua ini. Apa artinya? Mengapa waktu terasa menjadi elemen penting dalam semua ini?

Hari berikutnya dimulai dengan langit mendung. Arya melangkah keluar dari apartemennya, membawa sebuah catatan kecil. Ia memutuskan untuk mulai mencatat setiap detail aneh yang ia alami. Déjà vu yang terus berulang, mimpi aneh, atau bahkan bayangan sekilas yang ia lihat di cermin. Semua itu terasa seperti petunjuk yang membawanya ke sesuatu yang lebih besar.

Namun, petunjuk yang ia cari ternyata datang lebih cepat dari dugaannya. Saat makan siang di sebuah kafe kecil dekat kantornya, Arya tak sengaja mendengar percakapan dua pria di meja sebelah. Mereka berbicara tentang “dimensi paralel” dan “eksperimen yang gagal.” Kata-kata itu menusuk pikirannya, membuat ia berhenti mengaduk kopi dan mendengarkan lebih saksama.

“Retakan itu sudah tidak bisa dihindari. Kalau mereka terus mencoba menyambungkan dimensi, semua realitas bisa runtuh,” kata salah satu pria dengan nada pelan.

Arya berusaha terlihat tak peduli, tapi telinganya menangkap setiap kata dengan jelas. Ia ingin mendekat dan bertanya, tapi ragu. Bagaimana jika ia terlihat seperti orang gila? Atau lebih buruk, bagaimana jika pria-pria itu justru berbahaya?

Kegelisahan itu terus membayangi hingga malam hari. Saat ia akhirnya terlelap, mimpi lain menghampirinya. Kali ini lebih nyata daripada sebelumnya. Ia berada di tempat yang asing, sebuah ruangan putih bersih dengan dinding-dinding bercahaya. Sosok dirinya yang lain berdiri di depannya lagi, namun kali ini dengan ekspresi yang lebih putus asa.

“Arya, dengarkan baik-baik,” kata sosok itu. “Kita sedang terhubung, tapi sambungan ini tidak akan bertahan lama. Dimensi kita sedang dalam bahaya. Jika retakan itu semakin besar, kedua dunia kita akan saling menghancurkan.”

Arya ingin menjawab, tapi lagi-lagi suaranya seakan terjebak di tenggorokan. Sosok itu melangkah lebih dekat, lalu menyentuh bahunya. “Cari alat di bawah lantai kayu apartemenmu. Ayah kita meninggalkan itu untuk kita. Itu kunci segalanya.”

Sebelum Arya bisa memahami lebih jauh, ruangan itu mulai runtuh. Cahaya putih menyilaukan, dan ia terbangun dengan nafas tersengal. Jam di meja samping tempat tidurnya menunjukkan pukul 3 pagi.

Tanpa berpikir panjang, Arya turun dari tempat tidur dan menuju ruang tamu apartemennya. Ia menyingkirkan karpet, memperhatikan lantai kayu dengan cermat. Dadanya berdegup kencang saat ia menemukan sebuah papan kayu yang sedikit berbeda warnanya dari yang lain. Ia berlutut, menarik papan itu dengan hati-hati.

Di bawahnya, ia menemukan sebuah kotak logam kecil. Tangannya bergetar saat ia membuka kotak itu. Di dalamnya terdapat sebuah perangkat kecil berbentuk bulat dengan layar kaca di bagian tengah. Perangkat itu tampak kuno tapi juga futuristik pada saat yang sama. Di sisinya, terdapat catatan bertuliskan tulisan tangan yang ia kenali sebagai milik almarhum ayahnya.

“Arya, jika kamu menemukan ini, waktunya sudah tiba. Percayalah pada firasatmu. Perangkat ini akan membawamu pada kebenaran.”

Jantung Arya hampir berhenti. Ia duduk di lantai, memandangi perangkat itu dengan perasaan yang bercampur aduk antara takut, bingung, dan penasaran.

Malam itu, ia tahu bahwa kehidupannya tidak akan sama lagi. Pesan-pesan dari mimpi, déjà vu, dan petunjuk dari ayahnya mulai membentuk sebuah pola. Ada sesuatu yang lebih besar sedang terjadi, dan ia adalah bagian dari semuanya.

Namun, satu pertanyaan masih mengganggunya: bahaya apa yang sebenarnya sedang ia hadapi?

Bab 3: Cermin Dimensi

Cahaya matahari pagi menembus tirai apartemen Arya, tapi ia tak merasakan kehangatannya. Sepanjang malam ia tak tidur, hanya duduk memandangi perangkat misterius yang ia temukan di bawah lantai kayu. Perasaan takut dan penasaran bercampur menjadi satu. Apa sebenarnya alat ini? Dan mengapa ayahnya, yang ia kenal sebagai seorang ilmuwan biasa, meninggalkan pesan yang begitu mengkhawatirkan?

Arya menghidupkan perangkat itu dengan menekan tombol kecil di sisinya. Layarnya menyala, memperlihatkan peta aneh yang tidak ia kenali. Di sudut layar, terdapat tulisan digital yang berkedip: “Sambungan ke dimensi paralel aktif.”

“Dunia paralel?” gumamnya, tidak yakin apakah ia harus percaya pada apa yang dilihatnya. Namun, sebelum ia sempat mencerna apa yang terjadi, layar perangkat itu tiba-tiba memproyeksikan cahaya holografik di udara, memperlihatkan gambaran yang membuat napasnya tertahan.

Di hadapannya, ia melihat versi lain dirinya. Wajah yang sama, tapi ekspresi berbeda—lebih tegas, lebih dingin, dengan tatapan tajam yang menusuk. Sosok itu berbicara dengan nada mendesak.

“Arya, kau menemukannya. Bagus. Tapi waktumu tidak banyak,” kata sosok itu.

“Siapa kau? Kenapa wajahmu seperti aku?” Arya bertanya, meski hatinya sudah tahu jawabannya.

“Aku adalah kamu, dari dimensi lain,” jawab sosok itu. “Dunia kita terhubung, tapi sambungan ini rapuh. Sesuatu sedang menghancurkan keseimbangan antara dimensi kita. Jika tidak dihentikan, kedua dunia akan runtuh bersama.”

Arya merasa kepalanya berputar. Ia mencoba tetap tenang meski pikirannya dipenuhi kebingungan. “Tapi… kenapa? Apa yang terjadi?”

Sosok itu mendesah, lalu melanjutkan, “Seseorang, atau sesuatu, sedang mencoba menguasai sambungan antar-dimensi ini. Mereka menciptakan retakan yang semakin melebar. Jika retakan itu terlalu besar, kita semua akan lenyap.”

Arya merasa ada seribu pertanyaan di kepalanya, tapi sebelum ia bisa bertanya lebih jauh, hologram itu mulai memudar. Suara sosok itu semakin lemah, namun ia sempat mengucapkan satu kalimat terakhir.

“Gunakan perangkat itu untuk masuk ke dimensi kami. Hanya kau yang bisa memperbaiki ini. Cepat… sebelum terlambat.”

Hologram menghilang, meninggalkan Arya dalam keheningan. Ia menatap perangkat di tangannya dengan perasaan tak menentu. Apakah ia benar-benar harus mengikuti instruksi ini? Bagaimana jika semua ini hanyalah imajinasinya?

Namun, ia tahu dalam hatinya bahwa ini nyata. Pesan-pesan déjà vu yang terus ia alami, mimpi-mimpi aneh, dan perangkat yang ditinggalkan ayahnya—semua ini bukan kebetulan.

Dengan tangan gemetar, Arya mempelajari perangkat itu. Di bagian belakangnya terdapat lingkaran logam yang sepertinya adalah semacam portal kecil. Ia menekan tombol lain di sisi perangkat, dan tiba-tiba lingkaran itu memancarkan cahaya yang terang, menciptakan sebuah gerbang kecil di hadapannya.

Arya ragu sejenak. Apakah ia siap untuk ini? Dunia di seberang gerbang itu adalah sesuatu yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya. Namun, ia tahu bahwa jika ia tidak melangkah sekarang, bahaya yang lebih besar akan datang.

Dengan napas panjang, Arya menguatkan diri. “Apa pun yang terjadi, aku harus melakukannya,” katanya pada dirinya sendiri.

Ia melangkah masuk ke dalam lingkaran cahaya itu, merasakan tubuhnya seolah ditarik ke dalam pusaran energi yang tak terdefinisi. Cahaya menyilaukan mengelilinginya, membuat dunia di sekitarnya terasa seperti kabur.

Ketika ia akhirnya membuka matanya, Arya berdiri di tempat yang asing. Langitnya berwarna ungu gelap, dengan kilauan seperti bintang yang bergerak lambat. Di kejauhan, terdapat bangunan-bangunan tinggi yang melayang di udara, dan tanah tempatnya berdiri terasa dingin, seperti logam.

Dunia ini terasa seperti mimpi, tapi terlalu nyata untuk disebut mimpi. Arya menyadari satu hal: ia telah masuk ke dimensi lain, dan tidak ada jalan untuk kembali—setidaknya untuk saat ini.

Namun, ia tidak sendirian. Dari bayangan di kejauhan, muncul sosok yang mendekat. Wajahnya terlihat samar, tapi Arya mengenalinya. Itu adalah dirinya—versi lain yang telah memperingatkannya.

“Selamat datang,” kata sosok itu dengan suara rendah. “Sekarang, kita harus memulai perjuangan ini. Waktumu lebih sempit dari yang kau kira.”

Arya menatapnya dengan penuh tekad. Ia tahu bahwa ini baru permulaan dari perjalanan yang penuh bahaya, dan ia tidak punya pilihan selain terus maju.

Bab 4: Jiwa yang Berbicara

Udara di dunia baru ini terasa berat, seperti dipenuhi energi yang tidak terlihat. Arya memandang sekeliling, mencoba menyesuaikan diri dengan lingkungan yang asing namun memukau. Bangunan-bangunan yang melayang di udara tampak tidak terhubung dengan gravitasi, dan suara samar seperti dengungan mengisi udara, seolah dunia ini bernapas.

Versi lain dirinya—yang ia sebut sebagai Arya Paralel—berdiri di depannya. Ekspresi wajahnya serius, seperti seseorang yang telah lama menghadapi beban berat.

“Berjalanlah denganku,” Arya Paralel berkata sambil melangkah maju. “Ada banyak hal yang harus kau ketahui sebelum kita terlambat.”

Arya mengikuti, rasa penasaran bercampur dengan kegugupan. “Dimensi ini… apa sebenarnya? Dan kenapa aku yang dipilih untuk datang ke sini?”

Arya Paralel berhenti sejenak, menoleh ke arahnya. “Dimensi ini adalah dunia paralel, salah satu dari banyak yang terhubung oleh retakan dimensi. Kita semua hidup dalam keseimbangan, tapi ada seseorang yang mencoba merusak itu. Kau dipilih karena kita terhubung—kau adalah aku, dan aku adalah kau. Ketika retakan mulai terjadi, aku tahu kau akan merasakannya.”

Arya mengangguk, meski pikirannya masih dipenuhi kebingungan. “Tapi siapa yang menyebabkan retakan itu?”

“Organisasi bernama Eris Corporation,” jawab Arya Paralel. “Mereka menemukan cara untuk membuka portal antar dimensi, seperti yang kau gunakan untuk datang ke sini. Awalnya, mereka hanya bereksperimen. Tapi keserakahan mereka mulai merusak batasan alami antara dimensi, menciptakan ketidakseimbangan yang bisa menghancurkan semua realitas.”

Arya merasa kepalanya berputar. Organisasi rahasia yang bermain dengan kekuatan sebesar ini—terdengar seperti sesuatu yang hanya ada di film. Tapi ia tahu ini bukan fiksi. Ia ada di sini, dan semua ini nyata.

“Apa yang harus kita lakukan?” Arya bertanya dengan nada penuh rasa ingin tahu.

“Kita harus menghentikan mereka sebelum retakan itu semakin membesar,” kata Arya Paralel. “Dan untuk itu, aku butuh bantuanmu.”

Mereka tiba di sebuah ruangan besar yang dipenuhi dengan layar holografik. Di tengah ruangan, ada perangkat raksasa yang menyerupai alat yang Arya temukan di apartemennya, tapi jauh lebih rumit. Arya Paralel menunjuk ke perangkat itu.

“Ini adalah inti dari alat yang diciptakan ayahmu,” katanya. “Dengan perangkat ini, kita bisa menstabilkan dimensi dan memperbaiki retakan. Tapi masalahnya, Eris Corporation menguasai sebagian besar energinya. Mereka memanipulasi alat ini untuk keuntungan mereka sendiri.”

Arya mengamati alat itu dengan hati-hati. Cahaya dari perangkat itu memancarkan aura dingin, seperti sesuatu yang kuat tapi berbahaya. “Jika mereka memiliki energi itu, bagaimana kita bisa merebutnya kembali?”

“Kau harus masuk ke markas mereka di dimensi ini,” jawab Arya Paralel. “Ada data penting yang mereka sembunyikan, data yang bisa membongkar kelemahan mereka. Kau adalah satu-satunya yang bisa melakukannya.”

Arya menatapnya dengan bingung. “Kenapa aku? Kau lebih tahu tentang dunia ini. Kau lebih siap.”

Arya Paralel tersenyum tipis, tapi ada kesedihan di matanya. “Karena aku adalah bayangan dari dirimu. Aku terbatas oleh dunia ini, tapi kau… kau memiliki kebebasan untuk bergerak. Dan hanya dengan kita bekerja bersama, kita bisa menyelamatkan dunia ini—dan duniamu.”

Arya tahu ia tidak punya banyak pilihan. Dunia ini dan dunianya saling terhubung. Jika dimensi ini hancur, ia yakin dunianya juga akan ikut musnah. Tapi sebuah keraguan masih mengganjal di hatinya.

“Apa yang terjadi jika kita gagal?” tanyanya pelan.

Arya Paralel menatapnya dalam-dalam, seperti mencoba menanamkan keberanian ke dalam dirinya. “Jika kita gagal, semua dimensi akan runtuh. Kita, dan semua yang kita cintai, akan lenyap.”

Malam itu, Arya duduk di sebuah kamar kecil yang disediakan oleh Arya Paralel. Ia memandangi perangkat di tangannya, mencoba memahami apa yang harus ia lakukan. Pikiran tentang keluarganya, teman-temannya, dan semua yang ia tinggalkan di dunianya mulai membanjiri benaknya.

Namun, di tengah kekhawatiran itu, ia teringat sesuatu. Kata-kata ayahnya dalam catatan kecil: “Percayalah pada firasatmu.”

Ia menghela napas panjang, mencoba menenangkan diri. Apa pun yang terjadi, ia tahu ia harus melangkah maju. Bahaya besar sedang menantinya, tapi ia tidak akan mundur.

Misi barunya telah dimulai, dan ia siap menghadapi apa pun yang ada di depannya. Tapi yang tidak ia ketahui, seseorang dari Eris Corporation telah memperhatikan pergerakannya—dan bahaya lebih besar sedang mengintainya dari bayang-bayang.

Bab 5: Retakan di Antara Realitas

Langkah Arya terasa berat saat ia meninggalkan tempat persembunyian. Di tangannya, perangkat kecil pemberian Arya Paralel bergetar pelan, menunjukkan arah menuju markas Eris Corporation di dimensi ini. Jalan yang ia tempuh terasa sunyi, meski udara sekitarnya dipenuhi dengan suara dengungan halus yang menyeramkan. Langit ungu di atasnya tampak retak, seperti kaca yang hampir pecah. Cahaya-cahaya kecil berkilauan dari celah-celah itu, mengingatkannya bahwa waktu mereka semakin menipis.

Arya berhenti sejenak, menatap retakan di langit. Pemandangan itu terasa seperti peringatan bahwa kehancuran mendekat. “Berapa lama kita punya waktu sebelum semuanya runtuh?” pikirnya.

Di kejauhan, ia melihat markas Eris Corporation. Bangunannya menjulang tinggi, seperti benteng dengan dinding logam mengkilap. Di atasnya, lampu-lampu berwarna merah berkedip pelan, seakan memberi tahu semua orang bahwa tempat itu dijaga ketat.

Melalui perangkat di tangannya, Arya Paralel berbicara. Suaranya terdengar tegas namun penuh kekhawatiran. “Arya, kau harus bergerak cepat. Markas itu dipenuhi penjaga, tapi ada jalur rahasia di sisi barat. Kau harus menggunakan jalur itu untuk masuk ke ruang server.”

Arya menggenggam perangkat itu erat. “Kalau aku ketahuan, apa yang akan terjadi?”

“Jika kau tertangkap, mereka akan tahu kau berasal dari dimensi lain. Dan jika itu terjadi…” Arya Paralel berhenti, suaranya terdengar lebih pelan. “Kau mungkin tidak akan keluar hidup-hidup.”

Arya menelan ludah, rasa takut menjalari tubuhnya. Tapi ia tahu ia tidak bisa mundur. Dunia ini, dan dunianya sendiri, bergantung pada keberhasilannya. Ia menarik napas panjang dan melangkah maju.

Saat ia mendekati markas, suara langkah-langkah berat mulai terdengar. Arya bersembunyi di balik reruntuhan bangunan, mengintip ke arah suara itu. Dua penjaga berbadan besar dengan baju lapis baja hitam berjalan perlahan, senjata canggih di tangan mereka. Cahaya merah dari helm mereka berkedip, menunjukkan bahwa mereka memindai area sekitar.

Arya menunggu hingga mereka lewat, lalu menyelinap menuju jalur yang disebutkan Arya Paralel. Pintu masuknya tersembunyi di balik panel logam besar. Ia menekan tombol pada perangkatnya, dan panel itu bergeser perlahan, memperlihatkan sebuah lorong gelap.

“Bagus, kau menemukan jalannya,” suara Arya Paralel terdengar lagi. “Ikuti lorong itu hingga kau mencapai ruang server. Ingat, jangan sampai mereka melihatmu.”

Arya melangkah masuk, dan pintu di belakangnya menutup otomatis. Lorong itu dipenuhi dengan cahaya biru samar yang berasal dari dinding-dindingnya. Setiap langkahnya bergema, membuatnya semakin waspada. Ia tahu satu kesalahan saja bisa berakibat fatal.

Setelah berjalan beberapa menit, ia tiba di depan pintu besar dengan simbol aneh terpampang di atasnya. Simbol itu berbentuk lingkaran dengan retakan di tengahnya—simbol yang pernah ia lihat di perangkat miliknya.

“Ini ruang servernya,” kata Arya Paralel melalui perangkat. “Di dalam, kau akan menemukan data tentang bagaimana mereka menciptakan retakan antar dimensi. Unduh data itu dan segera keluar.”

Arya mengangguk meski tidak ada yang bisa melihatnya. Ia membuka pintu perlahan dan masuk ke dalam. Ruangan itu dipenuhi dengan server-server besar yang berdengung pelan. Lampu-lampu kecil berkedip di setiap sudut, menciptakan suasana yang mencekam.

Arya berjalan ke salah satu server utama dan menghubungkan perangkatnya ke port yang tersedia. Layar perangkatnya menyala, menunjukkan proses pengunduhan data. Progresnya berjalan lambat, membuat Arya semakin gelisah.

Namun, tiba-tiba suara langkah berat terdengar di luar ruangan. Arya membeku, napasnya tertahan. Melalui celah pintu, ia melihat beberapa penjaga mendekat. Mereka berbicara dalam bahasa yang tidak ia mengerti, tapi nada mereka terdengar tegang.

“Arya, cepat! Mereka menuju ke arahmu,” suara Arya Paralel terdengar cemas. “Pengunduhannya hampir selesai, jangan sampai mereka menemukanmu!”

Arya menatap layar perangkatnya. Progres menunjukkan 90%. Ia tahu ia tidak bisa membiarkannya berhenti di sini. Dengan cepat, ia mencari tempat untuk bersembunyi. Ia menemukan rak besar di pojok ruangan dan meringkuk di belakangnya.

Pintu ruang server terbuka, dan beberapa penjaga masuk. Arya menahan napas, berharap mereka tidak mendekat ke tempatnya bersembunyi. Salah satu penjaga memeriksa server utama, tapi untungnya perangkat milik Arya terhubung di sisi lain server, tersembunyi dari pandangan mereka.

Akhirnya, suara perangkatnya berbunyi pelan, menandakan proses pengunduhan selesai. Arya mengambil risiko besar. Dengan sangat hati-hati, ia merangkak keluar dari tempat persembunyiannya dan meraih perangkat itu. Para penjaga masih sibuk memeriksa server lain, memberi Arya kesempatan untuk melarikan diri.

Ia keluar dari ruangan secepat mungkin, kembali ke lorong gelap. Namun, langkahnya terhenti ketika ia mendengar suara alarm keras menggema di seluruh markas. Mereka tahu ada penyusup.

“Arya, mereka sudah tahu kau ada di sana! Kau harus keluar sekarang!” teriak Arya Paralel melalui perangkat.

Arya berlari sekuat tenaga, suara langkah penjaga mengejarnya dari belakang. Saat ia akhirnya mencapai pintu keluar rahasia, ia menekan tombol pada perangkat untuk membukanya. Namun, pintu itu tidak langsung terbuka. Ia mendengar suara penjaga semakin dekat.

Saat pintu akhirnya terbuka, Arya melompat keluar dan berlari menuju reruntuhan tempat ia bersembunyi sebelumnya. Napasnya terengah-engah, tapi ia tidak berhenti. Ia tahu misi ini baru saja dimulai, dan bahaya yang lebih besar menantinya di depan.

Bab 6: Pengkhianatan Tak Terduga

Arya masih merasakan detak jantungnya yang berpacu cepat saat ia kembali ke tempat persembunyian. Tangannya gemetar, tapi ia berhasil membawa perangkat dengan data yang ia curi dari markas Eris Corporation. Ini adalah langkah besar, namun perasaannya tetap tidak tenang.

Sesampainya di ruangan bawah tanah tempat Arya Paralel menunggu, ia segera menyerahkan perangkatnya. “Aku berhasil,” katanya, napasnya masih tersengal.

Arya Paralel segera mengambil perangkat itu, menghubungkannya ke sistem komputer yang berada di meja besi panjang. Cahaya biru dari layar holografik memenuhi ruangan, menampilkan kode-kode yang berisi informasi rahasia tentang eksperimen Eris Corporation.

“Tidak…” Arya Paralel bergumam, ekspresinya berubah tegang.

Arya mendekat, mencoba membaca data yang muncul. “Apa yang terjadi?”

“Dugaan kita benar,” kata Arya Paralel dengan suara penuh kekhawatiran. “Mereka tidak hanya menciptakan retakan antar dimensi. Mereka mencoba menyatukan beberapa realitas menjadi satu… dan itu akan menghancurkan semua yang ada.”

Arya merasa tubuhnya membeku. “Apa maksudnya menyatukan realitas?”

Arya Paralel menghela napas panjang. “Mereka percaya bahwa dengan menggabungkan beberapa dimensi, mereka bisa menciptakan realitas yang lebih kuat—sebuah dunia baru tanpa batas. Tapi proses itu akan menghancurkan dimensi-dimensi lain yang tidak kompatibel. Jika mereka berhasil, dunia kita, termasuk duniamu, akan terhapus selamanya.”

Perut Arya terasa mual. Ini lebih buruk dari yang ia bayangkan. “Kita harus menghentikan mereka sekarang!”

Namun sebelum Arya Paralel sempat merespons, suara ledakan mengguncang ruangan. Dinding di belakang mereka retak, dan debu beterbangan ke segala arah.

“Mereka menemukan kita!” teriak Arya Paralel.

Pintu ruangan itu terbuka dengan kasar, dan beberapa penjaga Eris Corporation masuk dengan senjata siap ditembakkan. Arya mundur dengan panik, tapi sebelum ia bisa melawan, seseorang masuk ke dalam ruangan—dan wajahnya membuatnya terkejut.

Itu Rina.

Sahabatnya dari dunia asalnya.

Namun, yang lebih mengejutkan adalah seragam hitam dengan lambang Eris Corporation yang ia kenakan.

“Rina…?” suara Arya bergetar.

Rina menatapnya tanpa ekspresi, tapi ada kilatan dingin di matanya. “Akhirnya kau sadar, Arya. Aku sudah mengawasimu sejak awal.”

Arya merasa dunianya runtuh. “Apa maksudmu?”

“Aku bekerja untuk Eris Corporation,” kata Rina datar. “Dan aku sudah tahu sejak lama bahwa kau adalah anomali yang bisa menyeberang antar dimensi. Aku hanya menunggu waktu yang tepat untuk mengungkapkan siapa diriku sebenarnya.”

Arya menatapnya tak percaya. Selama ini, Rina adalah orang yang selalu ada untuknya di dunia asal. Ia yang selalu mendukung dan membantunya. Bagaimana mungkin dia bekerja untuk organisasi yang ingin menghancurkan realitas?

“Kenapa?” Arya berbisik, masih tak mampu menerima kenyataan.

Rina tersenyum miring. “Karena aku percaya pada visi mereka. Dunia yang sekarang kita tinggali adalah dunia yang penuh kekacauan. Tapi Eris Corporation memiliki rencana besar—menciptakan realitas yang lebih baik. Sebuah dunia sempurna. Dan aku ingin menjadi bagian dari itu.”

Arya Paralel bergerak cepat, mencoba menekan sesuatu di perangkatnya, tapi sebelum ia sempat melakukan apa pun, salah satu penjaga menembaknya dengan senjata listrik. Tubuh Arya Paralel tersentak sebelum jatuh ke lantai.

“Arya!” Arya berteriak, mencoba berlari ke arahnya, tapi Rina mengangkat pistol dan mengarahkannya langsung ke kepala Arya.

“Jangan bergerak,” kata Rina tajam. “Atau aku akan memastikan kau tidak bisa kembali ke dunia asalmu lagi.”

Arya mengepalkan tangannya. Ia bisa merasakan kemarahan mendidih dalam dirinya, tapi ia juga tahu ia tak bisa melakukan apa pun sekarang. Ia terpojok.

Rina mendekat, lalu berbisik, “Jangan khawatir, Arya. Kau akan segera mengerti. Eris Corporation tidak hanya menciptakan retakan antar dimensi. Mereka juga mengontrolnya. Kau akan segera melihat dunia baru yang lebih baik—dunia yang sempurna tanpa batas.”

Arya menatap sahabatnya yang kini menjadi musuhnya. Ia harus menemukan cara untuk keluar dari situasi ini. Tapi bagaimana?

Ia hanya tahu satu hal—ini belum berakhir. Dan ia tidak akan membiarkan Eris Corporation menang.

Bab 7: Lorong Tak Berujung

Arya duduk bersandar pada dinding dingin ruangan tempat ia dikurung. Tangannya terikat, dan tubuhnya masih terasa lemah setelah pertarungan sebelumnya. Rina telah mengkhianatinya. Kenyataan itu masih sulit ia terima.

Sahabat yang selama ini ia percayai ternyata bekerja untuk Eris Corporation. Dan kini, ia terjebak dalam markas musuh tanpa jalan keluar.

Di sudut ruangan, Arya Paralel terbaring lemas. Luka akibat senjata listrik masih membuatnya kesulitan bergerak. Namun, meski dalam kondisi buruk, matanya masih menunjukkan tekad yang kuat.

“Kita harus keluar dari sini,” suara Arya Paralel lemah, tapi nadanya penuh determinasi.

Arya menatap sekeliling. Ruangan ini tampak seperti sel tahanan modern. Dindingnya terbuat dari material logam yang tak bisa ditembus, dan hanya ada satu pintu baja tebal yang dijaga oleh dua orang bersenjata.

“Aku tahu,” Arya menjawab pelan. “Tapi bagaimana?”

Arya Paralel menarik napas dalam. “Ada satu cara, tapi berisiko. Eris Corporation menciptakan teknologi untuk membuka portal antar dimensi. Mereka menyimpan perangkat utama mereka di ruang inti. Jika kita bisa sampai ke sana, kita bisa mengacaukan sistem mereka—dan kabur.”

Arya menggigit bibir. “Dan bagaimana kita bisa keluar dari ruangan ini?”

Sebelum Arya Paralel sempat menjawab, pintu sel terbuka. Rina masuk dengan ekspresi tenang, diikuti oleh dua penjaga yang membawa senjata.

“Kalian benar-benar keras kepala,” kata Rina sambil menatap Arya dengan tatapan tajam.

Arya menatapnya balik tanpa takut. “Kenapa, Rina? Kau benar-benar percaya pada omong kosong mereka? Kau akan menghancurkan dunia kita sendiri!”

Rina mendesah dan menggeleng pelan. “Kau tidak mengerti, Arya. Dunia ini sudah rusak sejak awal. Eris Corporation menawarkan sesuatu yang lebih besar dari sekadar realitas biasa. Mereka menawarkan dunia baru yang sempurna. Aku memilih untuk berada di sisi pemenang.”

Arya mengepalkan tangannya. “Ini bukan tentang menang atau kalah, ini tentang kehancuran yang kau bantu ciptakan!”

Rina menatapnya sejenak, lalu tersenyum tipis. “Masih keras kepala seperti biasa… Itu sebabnya aku selalu menyukaimu.”

Arya membeku. Kata-kata itu terdengar aneh. Ada sesuatu dalam suara Rina yang membuatnya merinding. Tapi sebelum ia bisa menganalisis lebih jauh, Rina berbalik dan memberi isyarat pada penjaga.

“Bawa dia ke ruang inti,” perintahnya. “Kita lihat apakah dia masih punya semangat setelah melihat rencana Eris yang sebenarnya.”

Dua penjaga menarik Arya dari tempatnya, memborgol tangannya dengan sesuatu yang terasa seperti logam listrik. Arya Paralel mencoba bergerak, tapi terlalu lemah untuk melawan.

“Apa yang kau lakukan?” tanya Arya dengan nada penuh kecurigaan.

Rina tersenyum kecil. “Kau akan segera tahu.”

Mereka berjalan melewati lorong-lorong panjang yang berkelok. Setiap dindingnya dihiasi dengan layar holografik yang menampilkan data dan diagram retakan dimensi. Sesekali, Arya melihat simbol aneh yang sama seperti yang ia lihat di perangkat ayahnya.

“Aku tidak mengerti… Kenapa kau membawa aku ke ruang inti?” Arya akhirnya bertanya.

Rina tidak langsung menjawab. Mereka tiba di sebuah pintu besar dengan pola cahaya biru yang berdenyut. Ketika pintu terbuka, Arya terkejut.

Ruangan ini sangat luas, dengan kubah tinggi yang dipenuhi layar holografik raksasa. Di tengahnya, ada sebuah portal besar berbentuk spiral, berputar dengan energi yang berkilauan. Namun, yang lebih mengejutkan adalah di dalam portal itu, ia melihat bayangan dunianya sendiri.

Jalanan yang ia kenali. Gedung kantornya. Bahkan apartemennya.

Dunia asalnya.

Arya menahan napas. “Apa… apa yang kalian lakukan?”

Rina melangkah maju, berdiri di depan portal dengan ekspresi tenang. “Kami sedang menyesuaikan frekuensi dimensi ini dengan duniamu. Saat prosesnya selesai… kedua dunia akan menyatu.”

Arya merasa tubuhnya melemah. “Kau… kau akan menghancurkan duniamu sendiri?”

Rina menoleh dan menatapnya dalam. “Tidak menghancurkannya, Arya. Aku akan membuatnya lebih baik. Semua orang akan hidup dalam realitas yang sempurna, tanpa batasan dimensi. Kita akan menjadi sesuatu yang lebih besar.”

Arya terkejut dengan kegilaan dalam suara Rina. “Dan bagaimana dengan orang-orang yang akan mati dalam prosesnya? Bagaimana dengan realitas yang akan terhapus?”

Rina tersenyum kecil. “Itu harga yang harus dibayar.”

Arya merasakan kemarahan membara dalam dirinya. Ia tidak akan membiarkan ini terjadi.

Namun, sebelum ia bisa berpikir lebih jauh, portal itu tiba-tiba bergetar hebat. Cahaya biru berubah menjadi merah, dan layar-layar holografik mulai menampilkan peringatan.

SISTEM TIDAK STABIL. RETAKAN DIMENSI MELAMPAUI BATAS. RISIKO KOLAPSE TOTAL.

Rina menoleh dengan ekspresi terkejut. “Apa yang terjadi?”

Salah satu ilmuwan Eris yang berdiri di dekat kontrol berteriak panik. “Kita tidak bisa mengendalikannya! Dimensi ini sedang runtuh!”

Arya menatap portal itu, dan saat itulah ia melihat sesuatu yang lebih mengerikan. Bayangan lain muncul di dalam portal.

Itu adalah dirinya sendiri—tapi kali ini, wajahnya penuh luka, matanya gelap, dan tubuhnya tampak retak seperti kaca yang pecah.

“Jangan lakukan ini,” kata bayangan itu dengan suara berat. “Kalian tidak tahu apa yang akan terjadi jika dunia ini menyatu.”

Rina tampak ragu sesaat. “Siapa kau?”

“Aku adalah kemungkinan dari masa depan yang sudah runtuh,” jawab bayangan itu. “Jika kalian melanjutkan ini, kalian akan menghapus segalanya. Tidak akan ada pemenang—hanya kehancuran.”

Ruangan itu semakin bergetar. Beberapa ilmuwan berlari keluar, panik karena sistem mulai kehilangan kendali.

Arya tahu ini adalah saatnya bertindak.

Ia melihat ke arah kontrol utama yang mengendalikan portal. Jika ia bisa menghancurkannya, ia bisa menghentikan proses ini.

Namun, saat ia bergerak, Rina tiba-tiba menodongkan senjata ke arahnya.

“Aku tidak bisa membiarkanmu melakukannya, Arya,” kata Rina pelan. “Ini satu-satunya kesempatan kita untuk menciptakan dunia baru.”

Arya menatap Rina dengan penuh luka dan kemarahan. “Jika kau masih menganggapku sahabatmu… tolong jangan lakukan ini.”

Rina menegang. Ada keraguan di matanya, tapi juga kegilaan yang tidak bisa ia hilangkan.

Arya hanya punya satu kesempatan. Ia harus memilih—menyerang Rina atau mencoba menghancurkan sistem sebelum semuanya terlambat.

Satu keputusan, dan semuanya bisa berubah.

Namun sebelum Arya bisa mengambil langkah, portal tiba-tiba meledak dalam cahaya yang menyilaukan. Dan segalanya menjadi hitam.

Bab 8: Kenangan yang Diubah

Cahaya menyilaukan memenuhi seluruh ruangan, dan dalam sekejap, Arya merasa tubuhnya seolah terhisap ke dalam kekosongan. Ia tidak bisa bergerak, tidak bisa berpikir, dan yang lebih menakutkan—ia tidak bisa merasakan apa pun.

Saat ia akhirnya membuka matanya, ia tidak lagi berada di ruang inti Eris Corporation. Ia berdiri di tempat yang aneh, di mana langit berwarna abu-abu keperakan dan tanahnya seperti refleksi cermin yang retak.

Ia mencoba melangkah, tapi tubuhnya terasa ringan, seolah ia tidak memiliki berat. Segalanya tampak aneh—terlalu sunyi, terlalu kosong.

Lalu, ia mendengar suara langkah kaki.

Arya menoleh dan melihat seseorang berjalan ke arahnya. Sosok itu berhenti beberapa meter di depannya. Saat wajahnya menjadi jelas, Arya merasa jantungnya hampir berhenti.

Itu dirinya sendiri.

Tapi bukan Arya Paralel. Ini adalah dirinya, dengan ekspresi kosong, mata redup, dan tubuh yang tampak sedikit transparan. Seperti bayangan dari realitas lain yang tidak seharusnya ada.

“Kau akhirnya sampai di sini,” kata sosok itu dengan suara pelan, hampir berbisik.

Arya menelan ludah, mencoba menenangkan diri. “Siapa kau?”

Sosok itu tersenyum samar. “Aku adalah kau… atau lebih tepatnya, bagian dari dirimu yang terlupakan.”

Arya mengerutkan alis. “Apa maksudmu?”

Sosok itu mengulurkan tangan, dan tiba-tiba sekeliling mereka berubah.

Arya kini berdiri di dalam sebuah laboratorium yang tidak asing baginya. Ruangan ini dipenuhi layar holografik, buku-buku tebal, dan perangkat canggih.

Di tengah ruangan, ada seorang pria yang tampak lelah namun penuh dedikasi, bekerja dengan tekun di depan sebuah mesin yang mirip dengan perangkat yang Arya temukan di apartemennya.

Ayahnya.

Arya menahan napas. Kenangan ini… ia merasa pernah mengalaminya, tapi mengapa begitu kabur?

Sosok dirinya yang lain berbicara lagi. “Apa yang kau lihat ini adalah kenangan yang dihapus. Sebuah bagian dari masa lalumu yang seharusnya kau ingat.”

Arya menatap ayahnya dengan perasaan campur aduk. “Kenapa aku melupakan ini?”

Sosok itu mendekat. “Karena seseorang menghapusnya dari ingatanmu. Mereka tidak ingin kau tahu bahwa kau lebih dari sekadar orang biasa. Kau adalah bagian dari eksperimen yang lebih besar.”

Arya terdiam.

Ia kembali melihat ayahnya di dalam kenangan itu. Saat pria itu mengaktifkan mesinnya, sebuah portal kecil terbuka di udara.

Namun, yang mengejutkan Arya bukan portalnya, melainkan sosok kecil yang muncul dari dalamnya.

Itu adalah dirinya sendiri. Seorang Arya dari dimensi lain.

Arya melihat ayahnya berbicara dengan sosok kecil itu dengan ekspresi terkejut, seolah ia baru saja menemukan sesuatu yang tidak seharusnya terjadi.

Lalu, kenangan itu berubah.

Arya melihat dirinya yang lebih muda, menangis di dalam laboratorium yang kini hancur. Ayahnya terbaring di lantai, terluka parah.

Suara-suara dari kejauhan terdengar samar. Orang-orang dengan seragam hitam masuk ke dalam ruangan, membawa sesuatu yang terlihat seperti alat penghapus ingatan.

Salah satu dari mereka menekan tombol di perangkat itu, dan dalam hitungan detik, dunia Arya menjadi gelap.

Kenangan itu memudar, dan Arya kembali ke dunia cermin yang retak.

Ia berdiri diam, mencoba memahami semua yang baru saja ia lihat. “Jadi… aku bukan hanya seseorang yang kebetulan terseret ke dalam ini? Aku adalah bagian dari eksperimen?”

Sosok dirinya yang lain mengangguk pelan. “Ayahmu menemukan cara untuk menghubungkan dimensi, dan kau adalah bukti hidup bahwa itu berhasil. Tapi Eris Corporation tidak ingin dunia tahu tentang itu. Mereka menghapus ingatanmu dan membiarkanmu hidup dalam dunia yang normal… sampai retakan antar dimensi membuatmu mulai mengingat semuanya lagi.”

Arya menggigit bibirnya. Semua déjà vu, perasaan aneh, dan ingatan yang terasa seperti ilusi—semuanya mulai masuk akal. Ia bukan hanya seseorang yang kebetulan terjebak dalam konflik ini. Ia adalah kunci dari semuanya.

Sosok di depannya tersenyum tipis. “Sekarang, kau tahu kebenarannya. Pertanyaannya adalah, apa yang akan kau lakukan dengan itu?”

Arya mengepalkan tangannya. Ia kini tahu bahwa ia tidak bisa mundur. Ini bukan hanya tentang menyelamatkan dunia, tapi juga tentang menemukan kebenaran yang telah direnggut darinya.

Namun, sebelum ia bisa menjawab, dunia cermin di sekitarnya mulai pecah. Celah-celah besar terbuka di bawahnya, menyedot segalanya ke dalam kehampaan.

Sosok dirinya yang lain menatapnya dengan tenang. “Sudah waktunya kau kembali.”

Arya merasa tubuhnya terhisap ke dalam kegelapan.

Saat ia membuka matanya lagi, ia kembali di dalam ruang inti Eris Corporation. Alarm masih berbunyi, cahaya merah berkedip di seluruh ruangan.

Di depannya, Rina berdiri dengan ekspresi kaget.

“Kau… seharusnya tidak bisa kembali,” kata Rina pelan.

Arya menatapnya dengan penuh tekad. “Aku ingat segalanya sekarang. Dan aku tidak akan membiarkan kalian menghancurkan dunia ini.”

Tanpa ragu, Arya berlari menuju kontrol utama. Rina mencoba menahannya, tapi kali ini Arya lebih cepat.

Ia menekan tombol darurat pada panel utama. Portal yang sebelumnya mengancam menyatukan dua dunia mulai bergetar hebat.

Cahaya biru berubah menjadi putih menyilaukan.

Rina berteriak, “Arya! Jangan!”

Namun sudah terlambat.

Arya menekan tombol terakhir.

Dalam hitungan detik, portal itu meledak, menciptakan gelombang energi yang menyapu seluruh ruangan.

Dan segalanya berubah.

Bab 9: Melawan Sang Manipulator

Ledakan energi dari portal membuat ruangan berguncang hebat. Arya merasakan tubuhnya terdorong ke belakang, terhempas ke lantai dengan suara dentuman keras. Suara alarm meraung di seluruh markas Eris Corporation, dan layar-layar holografik menampilkan peringatan darurat.

“Sistem gagal! Portal antar dimensi mengalami ketidakstabilan! Risiko kolaps total meningkat!”

Asap memenuhi ruangan, dan di tengah kekacauan itu, Rina terjatuh beberapa meter dari Arya. Wajahnya dipenuhi kebingungan dan kemarahan.

“Kau benar-benar tidak tahu apa yang kau lakukan!” teriak Rina dengan suara penuh emosi. “Kau menghancurkan segalanya!”

Arya bangkit perlahan, menahan rasa sakit di tubuhnya. “Aku menyelamatkan dunia ini! Kau yang hampir membuat semua realitas musnah!”

Namun, sebelum Rina bisa menjawab, sebuah suara lain menggema di ruangan.

“Sudah cukup.”

Sebuah siluet muncul dari dalam asap, berjalan perlahan menuju mereka.

Arya menegang. Ia mengenali sosok itu. Pemimpin Eris Corporation.

Seorang pria berjas hitam dengan mata tajam dan senyum dingin. Tubuhnya tegap, auranya mengintimidasi. Namun yang paling membuat Arya merinding adalah tatapan matanya—seolah ia tahu segalanya, seolah ia telah mengendalikan setiap kejadian yang terjadi hingga detik ini.

“Jadi ini penyebab gangguan kita?” Pria itu menatap Arya dengan ekspresi penuh ketertarikan. “Orang yang seharusnya tidak mengingat apa pun, tapi entah bagaimana berhasil melawan takdirnya.”

Arya menggertakkan giginya. “Siapa kau?”

Pria itu tersenyum. “Aku adalah orang yang telah mengatur semuanya. Mulai dari retakan antar dimensi, penghapusan ingatanmu, bahkan bagaimana kau akhirnya sampai ke sini.”

Arya terkejut. “Jadi… semua ini memang direncanakan?”

“Sebagian besar,” jawab pria itu santai. “Tapi aku akui, kau lebih sulit dikendalikan dari yang kuduga. Kau membuktikan sesuatu yang menarik, Arya. Bahwa manusia bisa melampaui batas realitas yang telah ditentukan.”

Rina berdiri perlahan, menatap pria itu dengan ekspresi bingung. “Tuan Kael, kita harus memperbaiki portal! Kita tidak bisa membiarkan sistem ini hancur!”

Kael menatapnya sebentar sebelum tersenyum tipis. “Tidak perlu panik, Rina. Kita masih bisa menyelamatkan situasi ini. Dan Arya akan menjadi bagian dari solusinya.”

Arya menegang. “Apa maksudmu?”

Kael melangkah lebih dekat, suaranya tenang namun berbahaya. “Kau memiliki koneksi dengan dimensi yang tidak dimiliki siapa pun. Kau adalah anomali yang seharusnya tidak ada, tapi keberadaanmu membuktikan bahwa ada jalan lain untuk mengendalikan realitas. Aku ingin kau bekerja denganku, Arya.”

Arya menatapnya tajam. “Kau ingin aku membantumu menghancurkan dunia?”

Kael terkekeh pelan. “Bukan menghancurkan. Menyempurnakan. Aku tidak ingin perang atau kehancuran. Aku ingin menciptakan dunia yang lebih baik, lebih stabil. Dengan kekuatanmu, kita bisa menutup semua celah dimensi dan membangun realitas baru yang lebih sempurna.”

Arya merasakan kemarahan membara di dadanya. “Dunia tidak butuh ‘kesempurnaan’ yang kau inginkan! Manusia berhak memilih hidup mereka sendiri!”

Kael menghela napas, seolah kecewa. “Sayang sekali. Aku berharap kau bisa melihat gambaran besarnya.”

Tiba-tiba, Kael mengangkat tangannya dan sebuah gelombang energi menghantam Arya dengan kekuatan besar.

Arya terlempar ke belakang, menghantam dinding dengan keras. Napasnya tersengal, tubuhnya terasa terbakar oleh energi yang tak ia pahami.

“Kau pikir aku hanya seorang pemimpin biasa?” suara Kael menggema. “Aku telah melampaui batasan manusia biasa. Aku adalah hasil dari teknologi yang lebih canggih dari yang bisa kau bayangkan!”

Arya mencoba bangkit, tapi Kael sudah bergerak cepat. Dalam hitungan detik, ia sudah berada di depan Arya, menekan tengkuknya dengan kuat.

“Kau bisa menjadi sesuatu yang lebih besar, Arya,” bisik Kael di telinganya. “Bersama-sama, kita bisa mengendalikan realitas.”

Arya menatapnya dengan tatapan penuh tekad. “Aku lebih memilih melawanmu.”

Dengan sisa tenaganya, Arya meraih perangkat yang ia bawa dan menekan tombol di sisi belakangnya.

Perangkat itu mulai bergetar hebat, memancarkan gelombang yang mempengaruhi seluruh ruangan.

Kael melepaskan cengkeramannya dengan ekspresi terkejut. “Apa yang kau lakukan?!”

Arya tersenyum lemah. “Mengakhiri rencanamu.”

Layar-layar di ruangan mulai berkedip liar. Sistem Eris Corporation mengalami gangguan besar, menyebabkan portal yang hampir stabil kembali menjadi tidak terkendali.

Rina menatap layar dengan panik. “Tuan Kael! Sistem utama sedang runtuh!”

Kael menatap Arya dengan ekspresi marah. “Kau benar-benar membuat kesalahan besar!”

Arya tersenyum tipis meski tubuhnya terasa lemah. “Kesalahan? Aku hanya mengembalikan dunia ke tempatnya semula.”

Tiba-tiba, sebuah ledakan energi terjadi dari pusat ruangan. Portal mulai menyedot segala sesuatu di sekitarnya.

Arya merasa tubuhnya ditarik oleh kekuatan luar biasa. Ia mencoba bertahan, tapi gravitasi dari portal itu terlalu kuat.

Kael berusaha mengendalikan situasi, tapi bahkan ia tidak bisa menahan kekuatan portal yang mulai mengamuk.

Dalam hitungan detik, Arya melihat Rina berteriak saat tubuhnya terseret ke dalam pusaran energi. Kael juga terdorong ke belakang, tapi sebelum ia ikut tersedot, ia mengaktifkan semacam alat di pergelangan tangannya dan menghilang dalam kilatan cahaya.

Arya berusaha mencari pegangan, tapi portal semakin kuat menariknya.

Dan dalam satu tarikan terakhir, ia tersedot ke dalam pusaran tanpa bisa melawan.

Semua menjadi hitam.

Suara hilang.

Waktu terasa berhenti.

Lalu, perlahan-lahan, Arya membuka matanya.

Ia terbaring di tengah jalanan kota yang ia kenali.

Udara terasa lebih hangat. Matahari bersinar seperti biasa. Orang-orang berlalu lalang tanpa menyadari keberadaannya.

Arya duduk perlahan, menyadari bahwa ia kembali ke dunianya.

Tapi sesuatu terasa berbeda.

Ia melihat sekeliling, mencoba mencari petunjuk.

Dan saat matanya menangkap pantulan dirinya di kaca jendela toko, jantungnya hampir berhenti.

Bayangannya di kaca bukanlah dirinya yang ia kenal.

Matanya berwarna berbeda. Wajahnya sedikit berubah.

Arya menyentuh wajahnya dengan tangan gemetar.

Dunia ini bukan dunianya.

Ia telah kembali.

Tapi bukan ke dunia yang ia tinggalkan.

Bab 10: Keputusan yang Mengorbankan

Arya masih berdiri mematung di depan kaca toko, menatap pantulan dirinya dengan perasaan campur aduk. Matanya, wajahnya, bahkan detail kecil di sekitarnya—semuanya sedikit berbeda.

Ini bukan dunianya.

Ia menelan ludah, mencoba menenangkan diri. “Tenang, Arya. Kau harus mencari tahu apa yang terjadi,” gumamnya pada dirinya sendiri.

Langkah pertamanya adalah mencari sesuatu yang familiar. Ia berjalan menyusuri trotoar, mengamati setiap detail kota. Jalanannya sama, gedungnya mirip, tetapi papan reklame memiliki tulisan berbeda. Nama toko-toko terdengar asing. Bahkan ponsel di sakunya menampilkan tanggal yang berbeda dari yang ia ingat.

Seberapa besar perubahan yang terjadi?

Saat ia berbelok di sudut jalan, suara seseorang memanggilnya.

“Arya?”

Ia menoleh dan melihat Rina berdiri di sana, tetapi bukan Rina yang ia kenal. Wanita itu tampak lebih muda, lebih ramah, dan yang paling penting—tidak ada sedikit pun tanda bahwa dia adalah bagian dari Eris Corporation.

“Rina…” Arya hampir tidak bisa berkata-kata.

Rina tersenyum. “Kau baik-baik saja? Kau terlihat seperti baru saja melihat hantu.”

Arya terdiam. Di dunia ini, Rina tidak pernah menjadi musuhnya.

Jadi, apakah ini dunia di mana Eris Corporation tidak pernah ada?

Arya ingin bertanya lebih jauh, tetapi sebelum ia sempat berbicara, sebuah suara familiar muncul dari perangkat di sakunya.

“Arya, kau dengar aku?”

Itu suara Arya Paralel.

Arya segera mencari tempat sepi dan menyalakan perangkatnya. Cahaya biru redup muncul, memperlihatkan wajah lelah Arya Paralel.

“Kau berhasil,” kata Arya Paralel. “Kau menghancurkan sistem utama mereka sebelum Eris Corporation bisa menyelesaikan proyek penggabungan realitas.”

Arya menghela napas lega. “Jadi, semua dimensi aman?”

Arya Paralel mengangguk. “Ya. Tapi ada harga yang harus dibayar.”

Arya menegang. “Apa maksudmu?”

“Dimensi yang sebelumnya mulai menyatu kini telah kembali ke keadaan normal. Tapi kau… kau terjebak di realitas ini.”

Arya merasa dadanya mencelos. “Tunggu, kau bilang… aku tidak bisa kembali?”

Arya Paralel menggeleng. “Portal utama telah dihancurkan. Tidak ada lagi jalur untuk berpindah antar dimensi. Kau sekarang adalah bagian dari dunia ini, dan dunia lamamu… bukan lagi tempat yang bisa kau akses.”

Arya membeku. Ia berhasil menyelamatkan semua realitas, tetapi dengan satu konsekuensi besar—ia tidak bisa kembali ke kehidupannya yang dulu.

“Tidak… ini tidak mungkin,” bisiknya.

“Tapi kau hidup, Arya. Kau memiliki kesempatan untuk memulai dari awal. Dunia ini mungkin bukan yang kau kenal, tetapi setidaknya kau bebas dari ancaman Eris Corporation,” kata Arya Paralel dengan nada penuh simpati.

Arya merasa kepalanya berat. Semua yang ia kenal—teman-temannya, kehidupannya, bahkan masa lalunya—telah hilang. Kini ia adalah seseorang yang terjebak di dunia yang seharusnya tidak ia tempati.

Namun, saat ia melihat ke arah Rina, yang masih menatapnya dengan bingung dari kejauhan, ia menyadari sesuatu.

Mungkin dunia ini memberinya kesempatan kedua.

Ia tidak bisa kembali, tetapi ia bisa membangun sesuatu yang baru.

Arya menatap layar perangkatnya. “Terima kasih, Arya,” katanya pelan. “Kau juga harus menjaga duniamu.”

Arya Paralel tersenyum. “Aku akan. Dan kau… kau harus hidup dengan baik di sana.”

Cahaya dari perangkat memudar, menandakan bahwa koneksi mereka telah terputus.

Arya menarik napas dalam. Ia telah kehilangan dunianya, tetapi ia masih memiliki hidupnya.

Rina menghampirinya dengan ekspresi khawatir. “Arya, kau baik-baik saja?”

Arya menatap sahabatnya—sahabat yang, di dunia ini, tidak pernah mengkhianatinya.

Ia tersenyum tipis, meski hatinya masih terasa berat. “Ya. Aku baik-baik saja.”

Dan untuk pertama kalinya sejak semua ini dimulai, ia benar-benar merasa bebas.

—SELESAI—

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

    Leave a Reply

    Your email address will not be published. Required fields are marked *